Halooo, selamat petang ....!!
Kukembali lagi, hehehehe
Baiklah, mari kita lanjutkan .... :)
Enjoy, and hope you like it :)
Chapter 18
Ben merasa sangat beruntung dapat hidup tenang kini. Pekerjaan yang baik dan sangat ia nikmati bersama Tuan Pengacara Waldegrave. Juga ketenangan hati dekat dengan Alex, serta Marie yang kini memiliki apa yang dahulu tak dapat ia berikan. Keinginannya hanya satu untuk Marie yaitu dapat membahagiakan Marie, dan selalu dapat membuatnya tersenyum.
Semua ini telah terpenuhi, berkat kemurahan hati dan kebaikan dari seluruh Keluarga Waldegrave yang telah melihatnya serta adiknya sebagai bagian keluarga mereka. Seperti halnya hari ini, Marie tengah berada bersama Lady Addellaide di kediamannya. Ben tidak dapat menolaknya, saat Nona Addellaide sendiri yang menjemput Marie ke apartemen, dan memintanya untuk menjemput Marie saat sore hari nanti.
"Tuan, terima kasih banyak, telah memberikanku kesempatan bekerja," Ben berucap untuk kesekian kalinya, seakan tidak akan pernah cukup mengucapkan rasa terima kasih itu kepada sosok yang benar-benar malaikat penolong untuknya. Tapi mungkin jika dirinya bukanlah saudara kembar Alex, belum tentu keberuntungan itu akan datang padanya.
Tristan tersenyum mengangguk.
"Tuan... apakah Tuan tetap akan membantu dan menolongku jika aku bukanlah saudara kembar Alex?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dengan lirih, membuat Tristan terkatup kaget. Serendah itukah penilaian Ben terhadap dirinya sendiri?
Tristan menghela napas, Ben menyadarinya,
"Oh, maaf, Tuan, maafkan saya..., saya lancang!" Ben tertunduk merutuki diri sendiri.
Tristan harus tersenyum, "Ben..., aku akan tetap membantu dan menolongmu meski kau bukanlah saudara Alex. Kau pintar, cerdas, dan sangat bertanggung jawab, kau berhak mendapatkan kesempatan itu. Takdir akan tetap mempertemukan kita meski jika kau bukan saudara Alex. Dan..., bukan juga karena Alex aku memberimu kesempatan ini, tapi karena kau memang patut mendapatkannya. Janganlah kau rendah menilai dirimu sendiri, Ben, tidak baik. Kau luar biasa di mata kami, dan sudah tentu di mata Marie, terlebih Alex," sahutnya dengan tersenyum menenangkan.
Ben tersenyum malu dengan lega, "Yea..., Tuan, terima kasih."
"Oh, satu lagi, bisakah kau tidak memanggilku Tuan? Aku sebenarnya tidak nyaman dengan panggilan itu. Panggilah nama, atau kakak juga boleh, seperti Alex...."
Ben tersenyum canggung hingga melebar mengangguk, "Kakak..."
Tristan tersenyum puas. "Nah, itu lebih baik..."
Ben tersenyum lebarnya senang.
"Oh, Ben, jangan lupa, kau ditunggu Addelle sore ini."
"Oh, ya, Tuan, untuk menjemput Marie..."
Tristan tersenyum tipis, "Ng... sebenarnya itu hanyalah alasan saja. Addelle ingin bertemu denganmu di rumah."
Ben terkatup, "Bertemu dengan saya, Tuan...?" Jantungnya mulai berdebar.
Tristan mengangguk. "Yea... Ada yang ingin disampaikan padamu secara langsung dan pribadi, rupanya, tak dapat diwakilkan."
Ben terkatup, "Tentang apa, Tuan?"
"Entahlah...," Tristan mengendikkan bahu, memaksa untuk tersenyum. Rupanya masih sulit merubah kebiasaan memanggil Ben.
Ben terdiam, mereka-reka ada kepentingan apa Lady Addellaide ingin bertemu dengannya, secara personal? Apakah tentang Marie..., ataukah...? Khayalnya mulai berjalan, namun segera ditepisnya. Tidak boleh, Lady Addellaide sudah memiliki Pangeran Wellington. Tidak boleh bermimpi dan tidak boleh lancang. Wajah Ben memerah dengan sendirinya karena khayalnya yang tidak-tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Royal Home - Sequel of The New Home (On Going)
Historical FictionKehidupan Ben dan Alex sebagai saudara kembar berubah 80 derajat setelah keduanya terpisahkan saat kecil di sebuah Panti Asuhan Putra. Ben diadopsi oleh keluarga sederhana yang memberikannya banyak pelajaran akan arti kehidupan. Sementara Alex diad...