Hola -halooo..., selamat sore...
Kukembali lagi untuk melanjutkannya hhehee...
Baiklah, mari ...
Enjoy, and hope you like it!!!!
Chapter 32
Kedua bersaudara itu, bergegas ke pelabuhan. Mereka berlari mengejar. Perasaan keduanya bercampur aduk, khususnya Alex. Ketakutan berkecamuk di dada. Ia seperti dibawa kembali pada saat ia mengejar Ben ke pelabuhan dulu. Usaha yang sia-sia. Ia tak mencapai pelabuhan, dan ia kehilangan Ben untuk waktu yang cukup lama. Alex tidak ingin mengalaminya lagi. Ia tidak mau merasakannya lagi. Ia tak mau merasakan ditinggalkan kembali, dan kehilangan lagi. Mereka sudah menemukan ibu kandung mereka, mereka tidak boleh kehilangannya lagi!
"Dia tidak boleh pergi, Bennie..., dia tidak boleh meninggalkan kita lagi!" Suara Alex bergetar dengan terus berlari menerobos orang orang yang memadati pelabuhan karena kapal akan segera diberangkatkan.
"Tidak akan, Alex, tidak akan!" Ben melawan ketakutannya sendiri.
"Tapi bagaimana jika kita sudah terlambat?"
"BELUM!" bentak Ben mengagetkan Alex dengan menghentikan larinya. "Kita tidak akan kehilangan ibu kita lagi, Alex!"
Alex mengangguk menurut.
Mereka hampir kehabisan napas saat mencapai pelabuhan dengan tersengal-sengal dan napas memburu. Mata mereka langsung menyapu cemas, mencari sosok yang mereka kenal sebagai Willa. Tapi sungguh sulit menemukannya, di tengah orang-orang yang memadati pelabuhan karena ada kapal yang akan segera diberangkatkan. Dan Ben menemukan sosok itu, membawa sebuah tas lusuh yang tak begitu besar, siap menaiki kapal itu.
"WILLA!" Ben memanggil setengah berteriak, melawan suara bising dan keramaian pelabuhan.
Perempuan itu menoleh dan mendapati keduanya memandangnya dengan pucat. Salah satu wajahnya telah basah oleh air mata, sementara yang satu memandang dengan tajam, menguncinya tak dapat bergerak.
"Jangan pergi lagi...," Ben memohon meski tidak ada air mata di sana. "Jangan tinggalkan kami lagi..."
Willa terkatup. Air matanya mengalir memandang keduanya. "Maafkan saya..., saya harus pergi..." ia menahan seluruh emosinya.
"Kenapa?" Ben masih menahan emosinya. Tangannya masih memegang kuat Alex yang ia tahu siap untuk histeris. "Kau tidak percaya kami adalah putramu?"
Willa terdiam. Kedatangannya kemarin ke St. Peter, semakin membuktikan, kedua pemuda di hadapannya ini adalah dua putra kembarnya yang ia tinggalkan dulu.
Perempuan di usia pertengahan 30 tahunan itu mengangguk perih, "Aku percaya, kalian adalah putraku..."
Keduanya terkatup.
"La...lu.... ke...na...pa kau aka...n per...gi, Ibu?" Alex akhirnya bersuara dengan sangat parau.
Willa menelan ludah gugup, perih mendengar panggilan ibu kembali. "Karena kalian tidak akan membutuhkanku lagi. Kalian telah memiliki keluarga angkat yang hebat, dan kalian baik-baik saja tanpa Ibu. Ibu tidak perlu lagi masuk ke dalam kehidupan kalian. Hanya akan merusaknya saja..."
Alex dan Ben terkatup tak percaya.
"Mengetahui kedua putraku masih hidup dan tumbuh sehat dan hebat, itu sudah cukup untukku. Kehidupan kalian yang baik tak perlu ternodai oleh kehadiranku yang seorang mantan narapidana, mantan pembunuh..."
Keduanya tercekat.
"AKU TIDAK PEDULI!!" pekik Alex setengah histeris, mengagetkan Willa juga orang-orang di sekitarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Royal Home - Sequel of The New Home (On Going)
Historical FictionKehidupan Ben dan Alex sebagai saudara kembar berubah 80 derajat setelah keduanya terpisahkan saat kecil di sebuah Panti Asuhan Putra. Ben diadopsi oleh keluarga sederhana yang memberikannya banyak pelajaran akan arti kehidupan. Sementara Alex diad...