Hola Halooo...
Kukembali lagi menjelang maghrib ...hehehe
Baiklah, mari kita lanjutkan ...
Enjoy and hope you like it ! :)
Chapter 27
Ingin sekali Ben menghadiri prosesi kremasi, tapi tentunya jauh lebih baik jika ia berada di rumah. Sebenarnya Tuan Tristan sudah menawarkan dirinya untuk tinggal dahulu di Greenbelle, tapi Ben merasa lebih baik pulang ke apartemen. Ia tidak ingin pikirannya teringat pada Alex.
Ben tidak dapat membayangkan tubuh saudara kembarnya dimasukkan ke dalam lemari pembakar dan menghancurkan tubuh cantik nan mulus itu lebur menjadi abu. Ben tidak ingin melihatnya dan membayangkannya, jadi memang lebih baik ia pulang. Marie pun sepertinya tidak ingin berlama-lama di sini, dan ingin segera pulang. Ben hanya dapat berdoa, semua akan baik-baik saja, setelah ini.
Marie masih terpukul dengan kepergian Malaikat Putihnya. Ben tak tahu bagaimana ia dapat mengobati luka adiknya, seperti dulu saat orang tua mereka meninggal. Mudah-mudahan dengan berjalannya waktu ia dapat mengobatinya.
Di luar sana pun masih terasa aura kesedihan atas meninggalnya Lady Addellaide, terlebih dari Panti Asuhan-Panti Asuhan yang menjadi naungan lady dermawan itu. Mereka pasti sangat terpukul, sama terpukulnya dengan Marie. Kepergian Lady Addellaide memang sangat mendadak dan tidak ada yang menduganya. Mereka harus menerimanya.
Ben baru selesai menidurkan Marie sekitar pukul 8 malam, saat terdengar ketukan pintu. Dipastikan kembali Marie terlelap tidur dengan memeluk erat Isabelle II dan Isabelle III pemberian Malaikat Putihnya, sebelum membuka pintunya.
Dan ia harus terpaku melihat sosok di hadapannya, mengagetkannya di malam hari.
Ben masih terpaku, hingga terdengar suara yang amat ia ingin dengar saat ini.
"Hai..." Dengan tersenyum lebar dan gugup.
Ia tersadar dan serta merta memeluknya. Erat dan sangat lama.
Hingga beberapa saat, ia belum mau mengendurkan pelukannya.
"Uhuk... Ben tidak bisa napas ...."
"Tidak peduli! Aku kira aku kehilanganmu lagi!" Ben menyahut masih dengan pelukannya yang sangat erat, melepaskan sesak dan kelegaannya.
"Maaf..kan...aku..."
Beberapa saat Ben belum juga melepaskan pelukannya. Hingga akhirnya ia melepaskannya dan berlalu dari sosok itu, seakan tak mempedulikannya. Sosok itu dibiarkan berdiri di depan pintu seperti yang tak tahu harus melakukan apa.
Sosok itu masih berdiri gugup di depan pintu.
"Masuklah, ini kan apartemen milikmu." Ben bernada dingin dan ketus.
Alex menghela sesal, dan merutuki diri sebelum dengan lunglai masuk ke dalam, tak lupa menutup pintu. Matanya langsung melirik kamar Marie dan menarik napas lega dengan sosok kecil terlelap tidur di sana.
Kembali pada Ben dan memandangnya ketakutan. Ben pastilah marah padanya.
"Bennie..." panggilnya hati-hati.
Masih belum ada sahutan, entah Ben menyibukkan diri melakukan sesuatu.
"Bennie, maafkan aku!" serunya dengan memohon setengah memaksa. "Kamu tahu aku harus melakukannya..." ia setengah memohon pengertian.
"Paling tidak, kau bisa menceritakannya terlebih dahulu padaku akan semua sandiwara ini," protes Ben menahan kesal. "Bukan lonceng gereja yang memberitahuku di pagi hari, membuatku benar-benar tak dapat bernapas karena mengira kau sudah mati!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Royal Home - Sequel of The New Home (On Going)
Ficción históricaKehidupan Ben dan Alex sebagai saudara kembar berubah 80 derajat setelah keduanya terpisahkan saat kecil di sebuah Panti Asuhan Putra. Ben diadopsi oleh keluarga sederhana yang memberikannya banyak pelajaran akan arti kehidupan. Sementara Alex diad...