"Sukses, Capt!"Candra hanya tersenyum kala Martin, First Officer yang mendampinginya berseru. Begitu pesawat parkir dengan benar, Candra menekan beberapa tombol di atas juga di depan, memastikan instrumen mesin kembali seperti semula sebelum meninggalkan kokpit. Setelah semua penumpang turun, Candra baru keluar dari ruang kemudi bersama sang FO.
Kakinya melangkah pelan menyelusuri gate sembari mendorong navbag miliknya. Matanya yang terbungkus kacamata hitam memindai area tersebut. Beberapa toko masih buka. Namun, ia belum berencana beli oleh-oleh. Tubuhnya masih lelah setelah berada di ketinggian 36.000 kaki selama hampir satu jam. Mungkin besok saja saat kembali ke Jogja.
"Makan dulu gimana, Capt? Mumpung belum tutup," tawar Martin.
Candra tidak langsung menjawab. Tadi di kabin sudah makan roti. Itu bisa mengganjal perutnya sampai besok pagi. Namun, tawaran dari Martin sepertinya menarik.
"Kamu mau traktir kita semua?" tanya Candra sembari menoleh ke arah lima pramugari berseragam kebaya batik ungu yang berjalan di belakang.
Martin menggaruk tengkuknya seraya tergelak. "Kalau Captain aja gimana?"
Simpul di kedua sudut bibir Candra terangkat. "Oke. Makan di Bebek Goreng Harisa, gimana?"
Mendengar itu, Martin membalikkan tubuhnya menghadap para pramugari. "Kita mau makan di Bebek Goreng Harisa, Captain yang traktir kita."
Ucapan itu lantas mendapatkan sambutan heboh dari para pramugari. Mereka berjalan beriringan menuju salah satu tempat makan di dalam bandara Juanda. Sebenarnya awak kabin akan mendapatkan jatah makan di hotel nanti. Tidak hanya makan, pelayanan seperti tempat istirahat yang layak, juga akan didapatkan. Mengingat pekerjaan mereka menguras pikiran, terutama bagi sang pilot. Tentu maskapai yang menaunginya melakukan yang terbaik agar para pekerjanya nyaman selama bekerja.
Setelah masuk dan mendapatkan tempat duduk, Candra memesan tiga nasi bebek, dua bebek lombok ijo, dua nasi ayam, dan teh tawar. Sembari menunggu pesanannya jadi, Candra mengeluarkan ponsel dari saku celana. Saat hendak menyalakan benda itu, tidak ada reaksi sama sekali, tetap gelap. Seketika ia baru teringat sebelum taxi, ponsel itu kehabisan daya.
"Ada yang bawa powerbank di sini? Saya mau pinjam." tanya Candra kepada seluruh anak buahnya. Namun, ternyata tidak ada yang membawa.
"Captain mau telepon siapa?" Salah satu pramugari bertanya, lalu mengulurkan ponsel miliknya. "Bisa pakai HP saya kalau mau."
Candra menggeleng. "Terima kasih. Saya bisa telepon nanti kalau sudah sampai hotel."
Pramugari bernama Syakira menarik tangannya kembali. Namun, mata bulatnya tidak lepas dari wajah sempurna sang Captain. Candra yang gagah ketika mengenakan seragam putihnya, Candra yang menawan saat memberikan announcement baik sebelum take off maupun sebelum landing, Candra yang terlihat baik pada semua orang, termasuk dengan awak kabin seperti yang ia lakukan sekarang ini. Candra sangat menarik di mata pramugari tersebut. Sayangnya, cincin yang melingkar di jari manis Candra menghalangi jalannya untuk mendapatkan hati sang pilot.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ibu Negara - [END]
RomancePertengkaran antara Melisa dengan ibu mertuanya tidak dapat dihindari. Ya, maklum, masih tinggal satu rumah sama mertua. Apa saja bisa menjadi bahan keributan mereka. Sayang sekali, Melisa tidak mendapatkan pembelaan dari Candra---suaminya---karena...