56 - Namanya Jodoh

11.7K 1.1K 30
                                    

Sementara di Yogyakarta, Sarina kelabakan begitu tahu nomor anak serta menantunya tidak bisa dihubungi sama sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sementara di Yogyakarta, Sarina kelabakan begitu tahu nomor anak serta menantunya tidak bisa dihubungi sama sekali. Sejak kepergiannya, salah satu di antara mereka tidak ada yang mengabari. Entah sudah berapa ratus kali ia menelepon dan mengirim pesan, tapi tidak ada respons.

"Dibawa ke mana anakku sama Melisa! Kenapa HP-nya mati semua?"

Tentu saja Sarina geram. Melisa selalu seenaknya. Ya, begini ini kalau mencari istri tanpa diperiksa dulu. Sama orang tua saja berani melawan. Lihat saja nanti kalau Candra berhasil menikah dengan Syakira, ia akan menyingkirkan Melisa. Tidak akan membiarkan anaknya masuk perangkap perempuan itu lama-lama.

"Bu, saya sudah selesai beres-beres. Apa ada yang diperlukan lagi sebelum saya pulang?" Mbak Lala datang menghampiri Sarina yang duduk di kursi goyangnya.

Wanita bersanggul itu mengangkat kepala. "Ada. Saya butuh kamu menginap di sini malam ini."

Dijawab begitu, tentu saja Mbak Lala terbelalak. Ya, sudah lama tidak menginap lagi, lebih tepatnya sejak ada Melisa. Itu membuatnya fokus mengurus anak setelah bekerja. Dulu, Mbak Lala menitipkan dua anaknya yang masih kecil kepada ibunya. Suami Mbak Lala bekerja di luar negeri semenjak anak kedua lahir dan belum pernah pulang.

"Tapi, saya boleh nggak pulang dulu? Mau bilang ke anak dulu sekaligus titip sangu buat besok."

"Ya, sudah, kamu minta antar Sarto saja."

"Nggih, Bu."

Mbak Lala segera menyelesaikan urusan dengan anak-anaknya supaya Sarina tidak menunggu terlalu lama. Kalau Pak Sarto rumahnya dekat. Hanya berjarak tiga rumah dari rumah Sarina. Jadinya bisa kapan saja datang.

Sudah lama bekerja dengan keluarga ini, Mbak Lala dan Pak Sarto cukup tahu tabiat para anggotanya. Sarina senang mengoceh, senang pamer, apalagi sekarang senang ribut dengan menantunya. Sarina suka rumahnya rapi dan bersih. Kalau melakukan kesalahan dikit saja, langsung ceramah panjang kali lebar. Berbanding terbalik dengan Candra. Anak majikannya itu tidak pernah marah meskipun Mbak Lala pernah merusak seragamnya. Malah Sarina yang mengomel sampai lelah sendiri.

Lantas apa yang membuat bertahan? Tentu saja yang paling utama adalah gaji. Walau bekerja setengah hari, Mbak Lala masih diberi upah lebih. Sejak dulu Sarina tidak pelit dengan gaji dan selalu disiplin. Selain itu, Mbak Lala merasa Sarina butuh teman, apalagi kalau sedang ditinggal tugas. Seperti sekarang ini, kalau disuruh menginap, artinya Sarina sedang kesepian.

Andai saja Sarina mau mengubah sedikit saja kelakuannya, mungkin saja anak dan menantunya betah di rumah. Kadang-kadang Mbak Lala kasihan melihat rumah sebesar ini, tapi hanya diisi tiga orang.

"Mas Candra sama Mbak Mel belum bisa dihubungi, ya, Bu?"

Mbak Lala meletakkan buah pisang dan teh hangat di meja. Biasanya setiap malam sebelum tidur, Sarina menyantap buah itu.

Ibu Negara - [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang