Pulang dari Semarang, Melisa terkapar. Hampir seminggu ia merasakan pusing, mual, sampai perut kram. Namun, sakitnya masih bisa ditahan dan bisa hilang kalau dibawa tiduran. Masalahnya kalau tiduran terus, Sarina bisa mengoceh macam-macam. Selama seminggu itu, Melisa terpaksa membawa tubuh ringkihnya pergi bekerja."Kamu beneran nggak mau ke rumah sakit?"
Melisa menggeleng. Membayangkan bau disinfektan rumah sakit berhasil mengaduk perutnya. Masih kapok pergi ke sana lagi. "Ini kayaknya cuma efek bergadang, Mas. Nanti juga sembuh."
Bisa dikatakan nekat memang. Sudah tahu sakit masih senang bergadang. Efek cuti kemarin, Melisa harus menyelesaikan tugasnya cepat-cepat. Malu kalau sampai ditagih Inayah.
"Aku seminggu ada di China, lho, Sayang. Kamu beneran nggak mau ke rumah sakit dulu?"
Ya, saat ini Melisa sedang menyiapkan keperluan suaminya selama tujuh hari di China. Tentu saja sambil menahan denyut nyeri di kepala. Apalagi sekarang waktu menunjukkan pukul setengah empat pagi. Candra sudah menyuruhnya tidur, tapi memang dasar Melisa keras kepala. Walau kepala kliyengan, mata berat, tetap saja tangannya tidak berhenti bergerak melayani Candra.
"Aku nggak apa-apa, Mas. Minum obat nanti sembuh."
"Kamu, kan, nggak bisa minum obat."
Benar juga. Semalam Candra sempat membelikan obat. Melisa mencoba minum, tapi tidak berhasil karena mual-mual. "Ya nanti dicoba lagi, Mas. Udah, nggak usah mikirin aku. Mas fokus cari duit aja."
Seperti biasa Melisa yang membantu memakaikan dasi beserta atribut lainnya. Bedanya sekarang ia harus jaga jarak kalau Candra sudah menyemprotkan parfum. Sulit dimengerti kenapa akhir-akhir ini ia tidak kuat mencium baunya.
"Kalau kamu merasa perlu ke rumah sakit, kamu bilang aja ke Pak Sarto, ya. Biar dianterin."
"Iya, Mas." Untuk kali ini Melisa mengiyakan biar Candra senang. Praktiknya bisa kapan-kapan.
"Aku berangkat dulu. Kamu nggak usah nganterin sampai depan."
Melisa mengangguk, kemudian meraih tangan suaminya untuk dicium. Setelah itu, Candra balik badan dan menyeret kopernya.
"Mas!"
Candra berhenti, lantas menoleh. "Kenapa?"
"Topinya ketinggalan."
"Oh, ya ampun."
Candra mengambil topi yang tergeletak di kasur dan kembali melanjutkan langkahnya. Begitu pintu tertutup rapat, Melisa merebahkan tubuhnya. Tidur sebentar sepertinya bukan ide yang buruk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ibu Negara - [END]
RomancePertengkaran antara Melisa dengan ibu mertuanya tidak dapat dihindari. Ya, maklum, masih tinggal satu rumah sama mertua. Apa saja bisa menjadi bahan keributan mereka. Sayang sekali, Melisa tidak mendapatkan pembelaan dari Candra---suaminya---karena...