Rutinitas Melisa setiap pagi semenjak hamil adalah muntah-muntah, apalagi kalau sedang gosok gigi. Walau tidak separah sebelumnya. Yang kemarin-kemarin malah hampir setiap saat, mau pagi, siang, sore, sampai malam. Selain itu, Melisa kini sering memperhatikan perutnya di depan cermin. Ia akan sangat bahagia ketika pakaian lamanya ada yang sudah mulai kesempitan."Sebentar lagi kaus-kaus mama nggak muat. Saatnya kita menguras uang papa."
Melisa mengambil ponsel. Kemudian, membuka aplikasi belanja online. Kemarin dirinya sudah memilih beberapa potong baju yang bisa dipakai ibu hamil sampai menyusui. Pakaian, kan, hanya digunakan sebentar. Jadi, uang lainnya bisa dipakai untuk keperluan lain seperti biaya pemeriksaan, vitamin, lalu biaya melahirkan. Melisa sudah merancang semua. Tinggal menguras dompet si bapak bayi ini.
Perutnya keroncongan. Melisa meninggalkan ponselnya di kamar. Perempuan itu bergegas menuju dapur untuk membuat sarapan. Ah, lebih tepatnya mengambil sarapan karena Ratna sudah lebih dulu membuatkan. Berbeda ketika masih di rumah Sarina. Boro-boro ibu mertuanya masak. Pagi-pagi disambut dengan ribut.
"Gimana keadaan kamu, Sayang?" tanya Ratna.
"Lumayan enteng. Mel mau mulai olahraga lagi biar nanti kalau udah lahiran, badan Mel balik kayak masih gadis."
"Emangnya sebelum ini kamu udah olahraga?"
"Udah." Melisa menggigit roti sandwich buatan Ratna. Mengunyah sebentar. "Ya, cuma jalan kaki, sih. Rencananya aku juga mau rutin renang lagi, terus mau nyoba yoga."
Ratna yang sedang menuangkan sayur bening ke dalam mangkuk tersenyum. Sangat bangga dengan perubahan anaknya. "Mama boleh tanya sesuatu?"
"Tanya apa?"
"Waktu Candra ke sini, kamu apain? Kok, cuma sebentar?"
Sebelum menjawab, Melisa menyesap susu dari gelas. Ia sudah menebak Ratna akan membahas ini. "Aku usir."
"Kamu emangnya nggak mau masalah ini selesai? Padahal kemarin ada kesempatan, lho. Kamu masih mau sama dia nggak?"
"Aku masih mau, Ma. Tapi, Mas Candra nggak mungkin pilih aku. Dia pasti pilih ibunya."
"Mel, kamu harus tahu, anak laki-laki akan tetap jadi milik ibunya meskipun sudah menikah. Jadi, jangan suruh dia memilih karena mama yakin buat Candra, kamu dan ibunya itu sama-sama berharga."
Melisa melanjutkan makannya sembari mencerna ucapan Ratna. Kalau situasi dibalik, tentu Melisa tidak akan mungkin bisa. Orang tuanya merupakan harta yang paling berharga. Mereka yang menemani dari kecil. Mungkin itu juga yang dirasakan Candra.
"Kalau kamu sudah tenang dan Candra datang, selesaikan semuanya. Jangan dibiarkan berlarut-larut. Bicarakan apa yang jadi keinginan kamu."
Candra pasti datang lagi dan Melisa sudah menyiapkan sederet hukuman untuk balas dendam. Ia sudah memaafkan pria itu, tapi entah kenapa rasanya Melisa masih benci melihat wajah suaminya. Apa itu yang dinamakan mood swing saat hamil? Kalau tiba-tiba Melisa ingin laki-laki itu melakukan sesuatu, apakah Candra akan marah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ibu Negara - [END]
RomancePertengkaran antara Melisa dengan ibu mertuanya tidak dapat dihindari. Ya, maklum, masih tinggal satu rumah sama mertua. Apa saja bisa menjadi bahan keributan mereka. Sayang sekali, Melisa tidak mendapatkan pembelaan dari Candra---suaminya---karena...