Melisa ingat betul, hanya Inayah yang mendukungnya saat tahu akan menikah. Teman-temannya lain malah meremehkan Melisa. Mereka mengatakan Melisa tidak mungkin bertahan punya suami pilot yang selalu dikelilingi pramugari cantik. Mereka juga meragukan kesetiaan Candra karena pilot selalu bekerja di bawah tekanan dan pasti akan mencari hiburan.Melisa ingat, dulu ia lantang mengatakan jika Candra tidak akan seperti itu. Candra akan setia meski bekerja di luar. Ia akan buktikan pada teman-temannya bahwa dunia suaminya tidak segelap yang dibayangkan.
Jadi, gertakan yang muncul dari nomor asing itu, tidak akan mengubah pandangan Melisa kepada Candra. Walau tetap kepalanya mendidih karena dirinya adalah manusia biasa. Lihat saja, berkali-kali Melisa menghirup lalu membuang napas. Ponsel ia jauhkan sejenak. Mengabaikan pesan tersebut sampai hatinya tenang.
"Melisa, kalem. Nggak boleh marah, nggak boleh ngamuk. Kamu harus tenang. Ular itu harus dihadapi dengan anggun."
Ratna pernah berkata kalau suami bukan milik istri jika sedang di luar. Ada Tuhan yang menjaganya. Melisa mencoba berpikir realistis saat itu. Yang pacaran bertahun-tahun saja bisa putus karena ada orang ketiga, apalagi yang sudah menikah. Tidak ada gunanya mengekang laki-laki karena mereka tidak suka. Mau secantik apa pun istrinya, kalau dasarnya sudah buaya pasti akan cepat berpaling.
Jujur saja, Melisa tidak pernah melihat tanda-tanda pengkhianatan dari suaminya. Namun, tetap saja ia perlu waspada karena hati manusia bisa berubah dalam sekejap. Waspada versi Melisa bukan memberondong chat sampai ribuan atau interogasi panjang saat Candra pulang, melainkan dengan selalu merawat tubuh, belajar masak, dan menyenangkan ketika di ranjang. Dengan menjaga tiga fitrah laki-laki, Melisa yakin suaminya tidak akan berpaling ke perempuan lain. Kalau kelak akhirnya Candra selingkuh, berarti perjuangan Melisa sudah cukup sampai di situ.
Masih mengenakan bathrobe, Melisa memungut ponselnya, kembali membuka ruang obrolan dari nomor asing. Jemarinya lincah mengetik balasan.
Anda: Silakan, tapi wajib bayar pajak 500 juta per menit!
Kakinya bergerak, mondar-mandir seperti setrika. Melisa menunggu si ular yang sedang mengetik.
+62 811-4412xxxx: Kamu sudah siap suamimu jadi milikku malam ini?
Anda: Nggak masalah. Justru aku berterima kasih ke kamu. Kalau suamiku tergoda, berarti nggak ada bedanya dengan kucing yang dikasih ikan asin!
Tidak lama setelah Melisa membalas seperti itu, Syakira lagi-lagi mengirim foto. Kali ini terlihat jelas tangan jahanam perempuan itu sedang mengelus dada seorang laki-laki yang Melisa sangat hafal di luar kepala. Dengan posisi tiduran dan terlihat helaian rambut perempuan itu dari atas.
+62 811-4412xxxx: Tinggal selangkah lagi aku bisa memiliki suamimu.
Detik berikutnya, terdengar suara dentuman akibat ponsel yang terbentur lantai setelah dibanting oleh pemiliknya. Benda keramat itu menggelap dengan layar retak-retak, sementara si empunya mencengkeram rambut ikalnya. Napasnya memburu. Setiap kali kepalanya memutar adegan panas yang dilakukan Candra dan Syakira di sana, cengkeraman Melisa makin erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ibu Negara - [END]
RomancePertengkaran antara Melisa dengan ibu mertuanya tidak dapat dihindari. Ya, maklum, masih tinggal satu rumah sama mertua. Apa saja bisa menjadi bahan keributan mereka. Sayang sekali, Melisa tidak mendapatkan pembelaan dari Candra---suaminya---karena...