Rupanya keluarga Syakira mengajak Sarina bertemu di The Westlake Resto, salah satu restoran bintang lima di Yogyakarta. Sarina dan Candra turun lebih dulu, sementara Melisa masih ragu menampakkan diri. Bagaimana tidak, sekarang ia mengenakan pakaian terbuka, kakinya terbungkus high heels, bibirnya warna merah. Ya, beginilah kalau mengedepankan emosi. Kini Melisa hanya bisa menyesali tindakannya."Ayo, Candra. Kita masuk." Sarina bersuara.
"Sebentar, Bu. Melisa belum keluar."
"Sudah, tinggalkan saja! Lagian tidak ada yang mengajak Melisa. Dia, kan, yang mau ikut."
Melisa yang mendengar itu hanya bisa mengembuskan napas. Akhirnya ia mulai membuka pintu, menurunkan kaki satu-satu, dan berdiri tegak. Tanpa diperintah, tangannya spontan menarik kerah ke belakang agar bagian atas dadanya tertutup, tetapi justru punggungnya terlihat.
Kenapa harus baju ini yang Melisa ambil?
Kemudian, Melisa merasakan kedua bahunya ditimpa sebuah kain, dirapatkan sampai menutup dada. Melisa sudah tahu pelakunya karena tadi ia sendiri yang memilihkan kain itu.
"Jangan dibuka sampai kita pulang."
Tidak hanya merelakan jasnya dipakai Melisa, Candra juga merangkul istrinya saat masuk ke restoran tersebut. Berkali-kali Sarina melirik tajam ke arahnya, tetapi Melisa diam saja. Ia merasa menang kali ini. Setidaknya ada manfaat mengenakan pakaian terbuka seperti ini. Candra tidak akan mungkin melepaskannya sedetik pun.
Mereka bertiga tiba di meja yang sudah diisi oleh Syakira dan satu orang wanita berhijab. Awalnya Syakira tersenyum cerah saat melihat Candra. Namun, ketika ada istrinya di samping laki-laki itu, senyumnya memudar. Mana Melisa terlihat berbeda dari sebelumnya. Seolah-olah mengisyaratkan dirinya untuk terus melawan.
Melisa memperhatikan penampilan Syakira dari ujung rambut sampai ujung kaki. Wanita ini selalu sempurna. Badan langsingnya tertutup gaun tanpa lengan warna hitam yang kainnya berkilauan, rambut lurus dibiarkan tergerai, telinga serta lehernya mengenakan perhiasan, dan yang paling penting itu riasannya. Seorang pramugari sudah pasti pandai berias.
Kepercayaan diri yang sempat melambung perlahan turun beberapa persen. Melisa menyesal memilih warna merah sebagai kostumnya malam ini. Ia jadi terlihat mencolok di antara lainnya.
"Menantunya ikut, ya?" Wanita berhijab mengawali percakapan usai cipika-cipiki dengan Sarina.
"Ah, iya," jawab Sarina setengah kikuk. Harusnya tadi ia suruh Melisa diam di mobil saja.
Dengan sigap, Melisa mengulurkan tangan, menampilkan senyum terbaiknya. "Melisa. Istri sah anaknya Ibu Sarina."
Sarina melirik tajam. Namun, Melisa tidak menggubris. Syakira beserta keluarganya harus tahu jika posisi Melisa masih tinggi di sini.
Wanita tersebut menyambut uluran tangan Melisa. Hanya sebentar. Kemudian, ia menyuruh Sarina, Candra, dan Melisa duduk. Melisa ingin duduk di samping suaminya, tapi Sarina menarik tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ibu Negara - [END]
RomansaPertengkaran antara Melisa dengan ibu mertuanya tidak dapat dihindari. Ya, maklum, masih tinggal satu rumah sama mertua. Apa saja bisa menjadi bahan keributan mereka. Sayang sekali, Melisa tidak mendapatkan pembelaan dari Candra---suaminya---karena...