Satu sisi, Candra senang kembali ke rumah karena Melisa. Namun, di saat yang bersamaan ia kepikiran dengan rencana ibunya. Ia sudah menebak begitu di rumah nanti, Sarina pasti akan menanyakan Syakira.Tentang Syakira, tentu saja dia tidak menyerah setelah telepon malam itu. Pagi hari, Syakira mendatanginya, menanyakan mengapa Candra memanggil petugas hotel alih-alih datang sendiri. Melihat kaki Syakira baik-baik saja, Candra jadi mengerti jika malam itu Syakira hanya ingin memancing. Makanya di penerbangan selanjutnya, tidak akan terjebak lagi. Saat Syakira mencoba mengajaknya bicara, Candra menjauh. Ketika Syakira mencoba menawarkan sesuatu, Candra menolak. Tentu saja sikap mereka berdua terlihat oleh awak kabin yang lain, tetapi tidak masalah bagi Candra. Ia hanya ingin menjaga profesionalitas. Waktunya bekerja ya bekerja. Tidak ada urusan selain itu.
Lagi pula, Melisa menunggunya di rumah. Candra tidak mau membebani pikiran istrinya dengan memainkan perasaannya. Sudah cukup ibunya menjadi sumber masalah. Yang dihadapi Melisa sekarang itu lebih berat dari godaannya di luar.
Warna oranye pada kanvas bumi menemani perjalanan pulang kali ini. Candra sedikit melonggarkan dasi, menyandarkan punggungnya pada kursi. Sementara itu, tangan kanan memegang ponsel. Memandang foto wanita yang sebentar lagi akan ia peluk tubuhnya. Kemudian, kelopak mata lelaki itu tertutup rapat. Mengistirahatkan mata sekaligus membayangkan harum tubuh sang istri kala menyambutnya pulang.
Candra merasa cukup dengan Melisa. Tidak dengan wanita mana pun. Banyak yang sangsi Candra bisa setia berkat pekerjaannya itu. Namun, tiga tahun ini ia cukup berhasil membuktikan. Bahkan, jauh sebelum kenal dengan Melisa, Candra tidak sudi dekat-dekat dengan cinta satu malam demi memuaskan hasratnya. Ia ingin menjalin hubungan yang sehat. Tidak adil rasanya jika ada perempuan yang rela menunggu kepulangannya, lalu di luar Candra bermain-main dengan perempuan lain.
Mobil biru fasilitas dari maskapai berhenti di depan gerbang rumahnya. Candra turun dan secara bersamaan sopir membuka bagasi, mengangkat koper milik sang kapten. Candra mengucapkan terima kasih sebelum sopir masuk lagi ke ruang kemudi. Ketika kendaraan itu pergi, laki-laki yang masih mengenakan seragam lengkap itu mendorong gerbang. Langit perlahan gelap saat Candra melangkah memasuki rumah. Azan saling bersahutan di udara.
"Lho, kamu sudah selesai?"
Ibunya yang pertama kali terlihat. Candra meraih tangan wanita tua itu, menciumnya agak lama.
"Kok, cuma sebentar? Kamu nggak minta tambahan jadwal atau apa gitu?"
Candra sudah tidak kaget lagi mendengar pertanyaan itu. Mengumpulkan jam terbang merupakan salah satu tugas pilot untuk menentukan besaran gaji, dan jam terbang untuk bulan ini sudah menyentuh angka maximal. Jadi, mana bisa meminta tambahan jadwal?
"Melisa mana, Bu?"
Raut wajah Sarina berubah setelah mendengar pertanyaannya. Terdengar kurang ajar memang, pertanyaan dibalas pertanyaan. Namun, percuma saja menjelaskan bagian itu kepada Sarina. Yang ibunya tahu, Candra kerja berhari-hari supaya mendapat uang yang banyak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ibu Negara - [END]
RomancePertengkaran antara Melisa dengan ibu mertuanya tidak dapat dihindari. Ya, maklum, masih tinggal satu rumah sama mertua. Apa saja bisa menjadi bahan keributan mereka. Sayang sekali, Melisa tidak mendapatkan pembelaan dari Candra---suaminya---karena...