Sebelum ada Syakira, Melisa merasa berat ditinggal kerja. Sekarang perempuan itu muncul, makin berat pula melepaskan kepergian Candra. Meski takut, bukan berarti ia mudah melarang suaminya pergi. Namanya kewajiban, ya, harus dijalankan. Perasaan orang lain bukan jaminan untuk berhenti.
Habis subuh, Candra berangkat. Melisa memutuskan tidur lagi karena semalam hanya tidur sebentar. Masa bodo dengan Sarina yang akan mengomelinya. Melisa ingin tenang sejenak. Yang penting sudah salat. Masak pun percuma, siapa yang mau makan?
Entah sudah berapa lama Melisa tertidur sampai telinganya mendengar gedoran pintu dari luar. Cahaya dari celah jendela menyilaukan mata. Melisa menguap sebentar, kemudian bangkit. Dengan malas kakinya bergerak ke arah pintu.
"Perempuan, kok, bangun siang!" Suara Sarina menyambut setelah Melisa membuka pintu.
Melisa kembali menguap. Kali ini sengaja supaya Sarina segera enyah dari kamarnya. "Emangnya ada aturan perempuan harus bangun pagi? Lagian, tadi aku udah bangun. Masalah kalo tidur lagi?"
"Pagi itu kamu harus masak!"
"Masak buat siapa? Buat Ibu? Paling ujungnya ditinggalin. Aku butuh istirahat setelah semalam melayani anak Ibu yang ganteng itu."
Sarina mendelik. "Gilani!"
"Nggak usah sok jijik, deh. Ibu, kan, pernah menikah. Pasti tahu, dong, istri harus hebat di ranjang biar nggak ada yang lirik."
"Melisa!"
"Apa Ibu mau denger juga aku bertahan berapa ronde? Atau mau tahu aku pakai baju model apa semalam? Aku kasih unjuk sekarang mumpung belum dicuci."
Masih dengan sorot mata tajam, wanita bersanggul itu balik badan, dan pergi. Melisa mengibas tangannya dan tersenyum cerah.
"Makanya jangan ganggu orang tidur."
Melisa masuk lagi ke kamar. Alih-alih melanjutkan tidurnya, ia melangkah masuk ke kamar mandi untuk cuci muka. Setelah itu berganti pakaian. Tidak ada dress untuk pagi ini. Melisa kembali ke setelan pabrik, mengenakan kaus yang ditutupi outer. Selesai merias diri, Melisa memesan ojol. Karena sedang malas memasak, ia putuskan untuk langsung pergi ke kantor. Mbak Lala sebentar lagi datang, biar dia saja yang memasak untuk Sarina.
Ojek pesanan Melisa sudah datang. Perempuan itu pergi tanpa berpamitan dengan Sarina. Toh, memang jarang melakukan itu. Melisa tidak perlu mencari muka dengan berlaku sopan santun.
Melisa jadi ingat pertama kali Candra memperkenalkannya pada Sarina. Wanita itu yang lebih dulu menunjukkan raut tidak suka. Apalagi, setelah menikah, Melisa melakukan ini, melakukan itu, tidak ada tanggapan berarti dari Sarina. Lelah diperlakukan seperti itu, akhirnya Melisa menunjukkan sifat aslinya, sampai sekarang.
Sikap Sarina padanya jauh berbeda saat dengan Syakira. Sarina berubah menjadi wanita lemah lembut dan penuh perhatian. Seolah-olah memberitahu bahwa 'ini, lho, menantu yang aku inginkan' pada Melisa. Wajar, kan, kalau Melisa merasakan itu? Wajar, kan, kalau Melisa iri? Belum jadi menantu saja sudah diperlakukan istimewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ibu Negara - [END]
RomansaPertengkaran antara Melisa dengan ibu mertuanya tidak dapat dihindari. Ya, maklum, masih tinggal satu rumah sama mertua. Apa saja bisa menjadi bahan keributan mereka. Sayang sekali, Melisa tidak mendapatkan pembelaan dari Candra---suaminya---karena...