[WAJIB FOLLOW SEBELUM BACA KARENA SEBAGIAN CERITA DI PRIVATE🚨]
Tentang Kara si gadis BAR-BAR dan Raka yang SABAR.
Mereka terpaksa menikah bukan karena PERJODOHAN tapi karena Kakaknya yang tiba-tiba menghilang saat mendekati hari pernikahannya, memb...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Vote nya juga dong❤️🙏🏻
Saat motor sudah sampai di depan pekarangan rumah mereka, Kara tidak langsung masuk ke dalam rumahnya, seolah menunggu Raka yang sedang memarkirkan motor nya Bi sur yang dipinjam tadi.
"Ayo masuk"
"lo duluan deh" titahnya.
"Mamih di dalam"
"iya gue tau, sana lo masuk duluan" seolah mengusirnya, Kara mendorong pelan tubuh Raka agar cepat masuk ke dalam rumah mereka.
Saat Raka sudah masuk, dia memutar balik arah dari pintu rumahnya. Berniat kabur sebenarnya, soalnya dia tahu pasti Mamihnya datang tiba-tiba ke rumahnya itu untuk berceramah. Gadis itu sudah malas mendengar omongan panjang lebar Mamihnya, dia hanya merasa di dengar oleh telinga kiri dan langsung ke luar di telinga kanan. Jadi sia-sia saja.
"Heh! Mau kemana kamu?!" interupsi yang terdengar oleh telinganya membuatnya otomatis berhenti. Tahu siapa yang sudah memanggilnya, lantas berbalik arah menghadap mereka.
"heheh" Gadis itu hanya menyengir bagai kuda, saat melihat Mamihnya yang sudah berkacak pinggang tepat di depan pintu masuk. Tak lupa dengan Raka yang ikut berdiri di sampingnya.
Kara menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "apaan sih. Orang mau beli cimol di depan" alibinya, mana ada tukang cimol di depan rumahnya.
"Alasannya nggak mempan! Sini masuk!" suruhnya, mau tidak mau dia ikut berjalan masuk ke dalam rumah. "mamih udah nggak sabar buat deeptalk sama kamu!" deeptalk berkedok ceramah yang ada!
"pasti Elo kan yang nyuruh mamih buat datang ke sini?!" tuduhnya, saat badannya melewati Raka.
Raka yang tidak merasa atas tuduhan Kara hanya diam dan ikut masuk ke dalam bersama mereka.
"Welcome in my home Mrs. Brigietha" ujar kara di buat-buat.
"Mamih sering ke sini, Cuma ada Raka kamu nya keluyuran" ucapnya yang ikut duduk di sofa melingkar yang ada di ruang tamu.
"Orang Kara sekolah kok" sergahnya.
"Mamih dapet laporan ya kalo satu minggu ini kamu bolos tiga kali!"
Merasa ini adalah pembicaraan antara orang tua dengan putrinya, maka Raka memutuskan untuk pamit meninggalkan mereka ke dalam kamar.
"Mih, aku mau ganti baju dulu"
Hanya anggukan yang dibalas oleh ibu mertuanya itu.
"Mih, stop mata-matain Kara lah! kek anak kecil aja!"
Kara tahu, orang tuanya itu selalu mendapatkan info tentang dirinya di sekolah, karena sekolah itu ada campur tangan dari kakeknya yang otomatis mamihnya dengan gampang tahu tentang apa yang Kara lakukan di sekolahnya karena dia memiliki koneksi. Walaupun putrinya itu sudah menikah, tapi tetap tidak lepas dari pengawasannya.
"Mamih bukan mata-matain kamu Kara, Mamih cuman pengen tahu kelakuan kamu aja"
"itu sama aja!" balas putrinya.
"beberapa hari lalu, kamu membuat keributan di kantin sekolah. Teman kamu, kamu jadikan tukang suruh suruh mau kamu kan? Mamih ga suka ya. Mamih ga ngajarin kamu buat kurang ajar sama teman kamu sendiri"
"bukan teman Kara!"
"siapapun, yang satu sekolah dengan kamu, itu berarti teman kamu juga" mamihnya menghembuskan nafas panjangnya, "Mamih sudah capek sama kelakuan kamu ya! Mau kamu apa sih? Dulu mamih masukin kamu ke pesantren yang jauh dari kota, kamu malah keluyuran ga jelas. Mamih berharap banyak sama kamu Kara, mau jadi apa kamu nanti, hah?!"
Kara hanya diam mendengarkan dan yang pastinya dia memasang wajah ogah-ogahan mendengarkan penuturan ibunya.
"Kakek kamu berharap kamu bisa meneruskan bisnisnya, kamu harus belajar yang bener mulai dari sekarang. Ouh mamih lupa, kamu juga balapan lagi kan kemarin malam?"
Perkataan terakhir dari mamihnya membuatnya sukses membulatkan matanya. Siapa yang bilang dia balapan lagi? Darimana mamihnya Tahu? Pasti suaminya itu yang mengadukannya, dasar tukang ngadu gerutunya dalam hati.
"Mamih sudah bilang, kamu perempuan, ngapain main balapan balapan segala. Mamih tahu awalnya kamu cuman menjalani hobi, tapi hobi macam apa yang balapan liar sambil taruhan? Ngerasa jago hah? Mau jadi preman kamu kaya begitu? Ngerasa jadi Ratu jalanan Kamu? Hah?!" mamihnya mungkin sudah kelewat emosi hingga nada biacaranya naik.
" Please Kara we hope a lot from you. Kalo kamu kaya gini, apa yang bisa kami harapkan dari kamu Kara?! sebenarnya kamu mau apa?! kakak Kamu aja-"
"STOP! Stop it!! Cukup Mih! Jangan bicara lagi!!"
Sudah cukup, Kara sudah mati matian menahan emosinya untuk tidak terpancing, telinganya sudah panas, saat ibunya menyebut kakaknya yang endingnya pasti akan membanding-mandingkan dirinya dan sang Kakak yang sedang kabur sekarang, dia jadi tidak bisa lagi meredam emosinya.
Dia berdiri dari duduknya, bersiap mencurahkan emosinya, " please, jangan banding-bandingin aku sama putri kesayangan kalian yang kabur itu-"
"KARA!" ujar mamihnya.
"Syutt diam! Sekarang giliran aku yang bicara. Benar kata mamih tadi, apasih yang bisa kalian harapin dari Kara, Hah?! Kara ini sudah bodoh, begajulan, udah ga ada yang bisa kalian harapin dari aku." Kara menjeda ucapannya lalu menyugar Rambutnya kebelakang "Sekarang Kara tanya, emang Mamih, Papih, kakek, pernah ga tanya apa mau nya Kara?!"
Mamihnya hanya diam.
"sekarang Kara jawab! Kara Cuma mau kebebasan Mih, Kara ga mau dikekang! Kara hanya mau ngelakuin apapun yang Kara mau. Kara ga mau kalian terus-terusan ngekang Kara! Kara bukan Clara yang Cuma nurut apapun perintah dari kalian. Otak Kara ga sebanding sama otak milik Clara Mih, tolong jangan banding-bandingin aku Mih, Mamih ga akan ngerti!!"
Setelah mati-matian menahan untuk tida mengeluarkan air mata, akhirnya meluncur juga.
"Iya. Kara suka bulliin murid yang lain, suka bolos, suka balapan liar, Kara suka Clubbing mabok mabokan segala macem, iya Kara ngaku! Itu Kara lakuin sebagai pengalihan dari sikap kalian yang ngekang Kara! Kara ga mau dibanding-bandingin sama Clara! semakin kalian ngekang Kara, semakin juga aku lakuin larangan yang ga kalian bolehin"
Kara mengusap kasar air matanya, "cukup sudah Kara menuruti perintah kalian buat nikah muda. Mamih bisa bayangin ga sih, anak seumuran Kara itu lagi merasakan happy happy nya menikmati masa sekolah, sedangkan Kara? kalian renggut masa muda Kara. Ouh, mungkin mamih kiranya Kara seneng nikah sama Raka?, seneng tinggal di sini? Karena Kara ga pernah minta pulang? Nggak Mih, nggak. Kara ga betah tinggal di sini! Kalian sama saja, sama sama ga ngebolehin apa yang aku Mau. Cukup sampe Kara patuhin merintah kalian buat ngegantiin Clara yang kabur di pernikahan nya. Mulai detik ini, jangan kalian menaruh harapan sama Kara, ican't give you any hope. The hope you want is in Clara, not me!."
Setelah cukup mengatakan segala unek uneknya, dia berlari naik tangga untuk ke kamarnya. Di tengah-tengah langkahnya, dia sempat tersandung dan Raka yang juga hendak turun tangga sempat sigap untuk membantu Kara namun balasan Kara hanya mengacungkan jari tengahnya sambil berucap f*ck you! Yang hanya bisa di dengar oleh Raka.
Kara bangun sendiri dan berlari kembali masuk ke dalam kamarnya. Tak lupa dia sempat membantingkan pintunya dengan keras sehingga mereka yang ada di dalam rumah itu dapat mendengarnya.
"Raka, maafin sikap Kara ya" Hanya itulah yang ibu mertuanya ucapkan, saat dirinya sampai dihadapannya.