Normal pov...
Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Terlihat dua pemuda turun dari jet pribadi dan dua pemuda itu sudah disambut oleh dua orang laki-laki yang seumuran mereka dengan dua mobil mewah.
"Selamat datang Tuan Nata dan Tuan Anan." Kata salah satu dari dua laki-laki itu.
"Ya... Terimakasih sudah menyambut kami."
Tuan Nata adalah Gus Ali dan Tuan Anan adalah Gus Yanan. Itu adalah nama yang mereka gunakan saat bekerja di perusahaan.
"Perkenalkan diri kalian." Pinta Gus Ali sopa dan jangan lupak aura kepemimpinan dua Gus itu yang sangat terpancar.
"Saya Iwan sekertaris pribadi Tuan Nata selaku CEO baru NK Croop's cabang Indonesia." Kata laki-laki yang tadi.
"Perkenalkan Saya Irham sekertaris pribadi Tuan Anan selaku Presdir baru NK Croop's cabang Indonesia."
"Kita langsung pulang saja." Kata Gus Yanan.
Empat pemuda itu menaiki dua mobil yang berbeda.
Menempuh perjalanan yang cukup lama dua mobil itu berhenti di depan gerbang ke tiga Pesantren atau gerbang ndalem Gus Alif.
"Sepertinya sedang ada acara tuan." Ucap Iwan yang duduk di kursi pengemudi.
"Masuk saja ke gerbang yang ini dan berhenti tepat di rumah itu." Kata Gus Ali dengan menunjuk bangunan rumah mewah milik kakaknya.
"Baik."
Mobil yang ditumpangi Gus Ali masuk dan diikuti mobil yang ditumpangi Gus Yanan.
Empat pemuda itu turun dari mobil.
"Rumah Mas Alif mewah banget." Decak kagum Gus Yanan saat melihat rumah yang di tunjuk Gus Alitadi yang ternyata milik Gus Alif kakak mereka berdua.
"Iya lah. Uangnya dia kan banyak, tapi ini ada acara apa sih?" Balas Gus Ali bertanya pada dua sekertaris baru mereka.
"Maaf tuan, Saya tidak tahu." Jawab Iwan dengan sopan.
"Saya juga tidak tahu. Tuan Arif mengatakan kalau Anda berdua bisa mulai bekerja hari senin depan dan mobil yang digunakan untuk menjawab Anda berdua adalah mobil yang di berikan Tuan Zelvin untuk Anda berdua sebagai hadiah. Surat-surat sudah ada di dalam mobil." Irham berucap tak kalah sopan dengan Iwan tadi.
"Kalau begitu sampai bertemu di hari senin." Gus Yanan berucap sambil tersenyum ramah.
"Kami permisi tuan. Assalamualaikum."
"Waalaikum salam."
"Tunggu." Gus Ali mencegah dua sekertaris itu.
Gus Ali mengeluarkan dompetnya. "Untuk ongkos kalian pulang." Gus Ali memberikan beberapa lembar uang berwarna merah pada dua sekertaris itu.
"Terimakasih."
"Ayo cari tahu apa yang terjadi." Ucap Gus Ali saat dua sekertaris baru itu sudah pergi.
"Iya. Ayo."
Dua gus muda itu berjalan ke arah ndalem milik orang tua mereka. Suasana sangat sepi tapi banyak mobil-mobil yang terparkir di area pondok pesantren. Dua gus muda itu fokus melihat-lihat lingkungan pesantren yang sudah lama keduanya tinggalkan. Tidak banyak yang berubah setelah 6 tahun mereka pergi, hanya saja sekarang pesantren semakin rimbun dan sejuk karena banyak tanaman tanpa pepohonan.
"Kalian capa?!" Suara anak kecil yang khas dengan cadel mengalikan atensi dua gus muda itu.
Dari jarak yang tidak jauh dari keduanya ada 4 anak kecil dengan 3 laki-laki dan 1 perempuan.
Dua gus muda itu saling bertatapan mata dan tersenyum. Keduanya sudah dipastikan memiliki ide jahil.
"Kalian yang siapa?" Gus Yanan berucap tidak mau kalah.
4 anak itu berbalik membelakangi Gus Ali dan Gus Yanan sambil berdiskusi.
"Aka cayaka pelnah liat, tapi diana ya?" Ucap anak laki-laki yang berdiri paling kanan dengan logat cadel dan anak kecil.
"Iya. Afkar juga pernah liat." Sahut yang satunya.
"Ita tanya aja." Kata si anak perempuan.
"Hei anak kecil! Kalian siapa?!" Kata Gus Ali menginterupsi 4 anak kecil itu. Dengan kompak 4 anak kecil itu berbalik.
"Kita yang tanya duluan. Paman ciapa?" Kata anak laki-laki yang sejak tadi diam.
"Kalian dulu yang jawab, kalian siapa?" Balas Gus Yanan dengan jahil.
Dua gus muda itu ingin tertawa saat melihat tingkah 4 anak kecil di depan mereka. Siapa perempuan yang menggembung pipinya kesal, dua anak laki-laki yang menatap mereka berdua dengan kesal, dan satu anak laki-laki yang menatap malas mereka.
"Huuh... Nyebelin!! Aku Syilla untlinya aba cama umma."
"Aku Shaka utlinya aba cama umma."
"Afkar. Putra Gus Azril dan Ning Yana."
"Alfam putra Gus Alif dan Ning Alesya."
"Nama aa kan Fajlil bukan Alfa. Jangan suka oong ya Aa Fajlil!" Ucap Syila yang menegur Alfa yang ternyata memiliki nama Fajril.
"Namanya Aa Fajril kan ada dua. Fajril sama Alfa." Balas Afkar dengan polos.
"Ih... Afkar lucu banget sih." Ucap gemas Gus Yanan dengan mencubit pipi anak laki-laki yang mengaku sebagai putra kakaknya, yaitu Ning Yana.
"Ih... Afkar gak lucu auk..." Kata kesal Afkar putra Gus Azril dan Ning Yana dengan mendelik kesal pada Gus Yanan.
"Kalian tahu ini ada acara apa?" Tanya Gus Ali menatap 4 anak kecil yang ternyata keponakannya.
"Emm... Hali ini ada acala unduh antu." Jawab Syilla dengan ekspresi wajah lucu.
"Hah?" Dua gus muda itu tidak mengerti jawaban dari keponakan perempuannya.
"Unduh mantu paman." Ujar Afkar memperjelas.
"Memang siapa yang menikah?" Tanya Gus Yanan dengan mengernyit bingung. Gus Ali sebenarnya juga bingung.
"Uncel Fi menikah cama Aunty Ila." Jawab Shaka dengan polos dan muka imutnya.
"Siapa mereka?" Tanya Gus Ali yang tidak mengenal dua nama yang di sebutkan sang keponakan.
"Paman berdua banyak tanya! Kalau penasaran ikut kita!!" Ucap kelas Fajril.
Akhirnya Gus Ali dan Gus Yanan mengikuti empat anak kecil yang ternyata keponakan mereka berdua.
"Si Fajril bener-bener mirip Mas Alif." Bisik Gus Yanan pada Gus Ali.
"Iya, ini man copy paste nya Mas Alif." Balas Gus Ali dengan berbisik pula.
Tu bagus itu dibawa ke madrasah aliyah. Di halaman gedung madrasah itu telah berdiri tanda pernikahan dan sangat ramai oleh para tamu.
Di meja penerima tamu terdapat bingkai foto dua mempelai. Dua gus itu mematung menatap bingkai foto itu.
Gus Yanan memegang pundak kanan Gus Ali. "Lo gak papa?"
Hai... Ketemu di bab dua nih...
Gimana kabar kalian?
Makasih ya yang udah vote dan komen 😘😘😘
Kesan dan pesan kalian buat cerita ini dong...
Sampai ketemu di bab selanjutnya 😘
TBC
Tuban, 08 September 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
My Huriyah ✓END
Fanfiction(Spinoff Assalamualaikum My Destiny) Tentang cinta sejati seorang Gus Afrizal Ali Nata Al-Alawi. Kisah ini di mulai dari mata yang jatuh cinta melihat santriwatinya. Yang berlanjut pada perpisahan sebelum mengungkapkan sebuah rasa. Gus Afrizal Ali N...