Belajar menerima keadaan, tanpa harus membenci kenyataan.
•
•
•"Udah inget sekarang? " tanya Vano seraya tersenyum manis.
'Brak! '
"Terus apa hubungannya apa kita-kita, bangsat" tekan Bryan sembari menendang kursi yang berada di sampingnya.
"Ya jelas ada lah, kalian udah bahagia diatas penderitaan gw" balas Vano.
"Kalian tau apa yang terjadi di kehidupan gw selama ini sejak harta warisan itu dibagi? KELUARGA GW ANCUR, ORANG TUA GW UDAH NGGAK ADA DAN KALIAN SEAKAN-AKAN TULI DAN BUTA DENGAN APA YANG MENIMPA KELUARGA GW! " teriak Vano
"Van" lirih Barra, jujur ia baru tau apa yang menimpa sepupunya itu.
"Lu baru tau kan Bar? Tapi beda dengan orang tua kalian yang menutupi semua ini" kata Vano.
"Maksud lu apaan? Lu dendam ama keluarga gw gitu! " geram Bryan.
Sedangkan yang lain hanya diam seribu bahasa dengan apa yang saat ini terjadi, mereka tak berani mencampur urusan ketua mereka masing-masing.
"Dendam? Menurut lu? Apa gw terima dengan semua yang terjadi di kehidupan gw dengan apa yang terjadi sama orang tua gw hingga mereka meninggal?! GW NGGAK TERIMA ANJING! " murka Vano.
"Kalo mau ngajak berantem tinggal bilang bangsat, kek banci lu pada" ucap Liam.
Diam-diam Vano menyuruh wakilnya untuk mengumpulkan semua anggotanya saat ini juga dengan jari yang menjadi isyarat nya.
"Oke kalo itu mau kalian" tegas Vano.
"SERANG!! " perintah Vano dengan menyerang anak-anak Aodra dan juga Black Dragon.
Aodra dan juga Black Dragon sudah menyangka hal ini akan terjadi, namun mereka kalah banyak. Tanpa mereka ketahui anak-anak Vargo menyerang mereka dari berbagai arah.
Dan alhasil mereka sedikit kewalahan, namun tak membuat mereka menyerah begitu saja.'Bugh! '
Barra melayangkan pukulannya tepat di wajah Vano dengan sanggar, cowok itu kemudian menarik kerah baju milik Vano kemudian tersenyum dengan misterius nya.
"Ini kan yang lu mau dari waktu itu, lu kasar gw bakal balas lebih kasar lagi ke lu dan sebaliknya kalo masalah ini lu bicarain baik-baik sama keluarga gw, gw juga bakal baik-baik juga memperlakukan lu, paham?! " Barra menekan setiap katanya dengan mata yang menatap dengan tajam.
"Cuih" ejek Vano dengan membalas tatapan tajam Barra.
"Lu punya otak kan? Apa yang lu perbuat ke orang lain itu bakal berimbas balik ke diri lu sendiri, inget itu" pesan Barra dengan tatapan meremehkan.
Saat Vano akan melayangkan pukulan ke Barra, namun keberuntungan tengah berpihak ke Barra. Dengan sigap Barra menangkisnya dengan cepat kemudian memelintir tangan Vano dengan keras, menghasilkan bunyi tulang yang retak.
"Gw ingetin sekali lagi ya, kalo mau caper ke keluarga gw jangan kaya gini, cupu" cemooh Barra.
Sementara itu di sisi lain lebih tepatnya Indra dkk tengah mempermainkan kedua orang penjaga yang baru saja dikalahkan.
"Badan lembek gini disuruh buat jadi penjaga, heh" ejek Indra.
"Emangnya cocoknya disuruh ngapain, Ndra? " sahut Xavier.
Lantas Indra berpikir sejenak sebelum ia menemukan ide yang cemerlang.
"Ini kan kaki sama tangan mereka di iket kan, gimana kalo kita dandanin aja jadi ondel-ondel misalnya" cetus Indra.
"Sipp ide yang cemerlang, bro beliin make-up ya pake uang lu dulu tapi ntar gw ganti" perintah Xavier ke salah satu temannya. Dengan sedikit kesal ia pun membeli alat make-up dengan terpaksa.
Setelah menunggu pun, akhirnya mereka mulai mendandani kedua orang itu dengan terkikik geli, melihat sedikit demi sedikit wajah kedua anggota Vargo menjadi mirip seperti ondel-ondel.
Tak ingin melupakan momen, Indra pun memotret nya menggunakan ponselnya, mereka pun bersuka ria selfi dengan kedua ondel-ondel buatan mereka.
"Nah kaya gini kan cocok, perfect" celetuk Indra.
"Udah yuk, ni dibawa ke markas mereka aja. Barra sama yang lain juga katanya masih disana" kata Xavier.
°°°
Dan kini seluruh anggota Vargo telah kalah telak, lagi. Dan juga tangan serta kaki mereka sudah terikat kencang.
Barra dkk menatapnya dengan tatapan merendahkan, lagi-lagi geng Vargo dikalahkan oleh tangan mereka sendiri."Wehh! Udah selesai nih bermain nya? " tiba-tiba dari arah pintu terlihat kelompok Indra yang baru saja datang, dengan menggiring kedua anak Vargo.
"Ikut gw" ajak Adit saat melihat darah dari hidung Barra, serta ekspresi Barra yang seperti menahan kesakitan.
Setelah tak ada jawaban dari Barra, Adit pun menariknya membawa ke suatu tempat yang tak banyak orang. Sedangkan Bryan dan juga yang lain tengah mengurus anggota Vargo.
Ternyata Adit membawanya ke sebuah rumah sakit yang sering untuk mengecek kesehatan Barra, dan juga ternyata Adit lah yang sempat melihat Barra keluar dari sebuah ruangan bersama seorang dokter.
Saat Barra yang hampir pingsan dibawa ke sebuah ruangan, Adit pun berpesan ke dokter itu sebelum memasuki ruangannya.
"Lakukan yang terbaik buat saudara saya" ucap pelan Adit yang menyebut Barra sebagai saudaranya.
Lantas dokter itu pun mengangguk mengiyakan ucapan Adit, ia tak ingin mengecewakan anak pemilik perusahaan terbesar se-Asia itu, dengan usaha yang dimiliki dokter itu pun mulai memeriksa keadaan Barra yang sudah lemas.
Diluar terdapat Adit seorang diri yang tengah menatap penuh harap ruang yang dimasukin Barra, ingatan Adit menuju ke seseorang yang dulu sangat ia sayangi namun takdir yang jahat membuat Adit dan seseorang itu berpisah untuk selamanya. Dan saat ini ia tak mau kehilangan seseorang untuk kesekian kali nya.
Ia pun segera menghubungi Bryan dan juga anggota inti Aodra yang lain untuk memberitahukan tentang kondisi Barra yang semakin melemah dari hari ke hari di tambah dengan kejadian dimana Vano yang sempat memukul keras bagian dada Barra.
Hal itu yang menyebabkan pukulan keras oleh Vano berimbas ke penyakit Barra yang selama ini ia miliki.Setelah beberapa saat, akhirnya Bryan, anggota inti Aodra dan juga Vira sampai di rumah sakit dengan nafas yang ngos-ngosan.
"Gimana? " celetuk Bryan.
Adit pun hanya menunjukkan pintu yang masih tertutup dengan dagunya.
Terlihat jelas kekhawatiran Vira dari wajah serta gerak-geriknya, Nevan yang melihat itu pun tak tega dengan kecemasan pacar sahabatnya itu, bagaimanapun Vira sekarang sudah menjadi bagian dari Aodra.
"Udah Barra bakal baik-baik aja kok" bisik Nevan sembari menepuk pelan pundak Vira untuk menenangkan gadis itu.
"Tenang aja Ra, pasti Barra kuat kok buat ngadepin sekarang ini" imbuh Indra.
Setelah menunggu kurang lebih dua jam, akhirnya dokter itu pun keluar yang membuat semua orang yang berada di situ langsung menanyakan keadaan Barra.
"Gimana kondisi Adik saya dok? " tanya Bryan dengan wajah yang sudah pucat.
"Pasien mengalami benturan keras pada dadanya untuk yang kedua kalinya, dan sekarang dia masih tertidur lantaran bius yang saya berikan untuk meredakan sakit pada dadanya" terang dokter itu.
"Apa kami sudah boleh masuk? " tanyanya Vira dengan lirih. "Boleh asal jangan sampai buat kegaduhan di dalam" sahut dokter itu kembali.
"Dan untuk dari keluarga pasien, harap ikut saya keruangan sekarang" imbuh dokter itu, lantas dokter itu dan Bryan pun menuju ke ruangan untuk membicarakan sesuatu.
1095 Word
Sampai jumpa di part selanjutnya
Babay👋
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Balik Senyum Barra [END]
Teen Fiction'Kamu hanya tau namanya tapi bukan dengan ceritanya' Dia, Barra Damian Zayan. Pemuda yang sangat dibenci oleh Ayahnya sendiri karena sebuah masalah yang telah menjadi masa lalu. Bagaimana kisah masa lalunya? Bagaimana perjuangan dari sang ketua Ao...