BAB 37

240 10 0
                                    

Carilah seseorang yang bisa menerimamu dengan sangat baik saat kamu menjadi diri sendiri.


Saat ini pihak sekolah meliburkan murid-murid Trisatya setelah mereka mengadakan perlombaan untuk sekedar memeriahkan acara. Dan disini lah, anggota Aodra tengah berkumpul di markas mereka bahkan terdapat ada beberapa anak geng lain.

"Bosen nih, ngapain ya? " celetuk Indra seraya memainkan ponselnya.

"Mabar kuyy" ajak Nevan.

"Ya udah yok lah gass" balas Indra seraya mengeluarkan ponselnya dari saku celananya.

Mereka berdua pun mabar dengan disertai umpatan jika hero mereka kalah. Begitu pun anggota yang lain berbagai kegiatan untuk mengatasi kegabutan mereka masing-masing.

Barra, yang tengah melamunkan sesuatu kaget dengan tepukan di bahunya. Adit pelakunya, memang dia yang paling peka diantara teman-teman yang lain.

"Kenapa? " tanya Adit seraya duduk di sebelah Barra.

"Gw butuh waktu buat tenang" ucap pelan Barra.

Tak selang beberapa menit Adit menarik Barra untuk keluar markas. Lebih tepatnya ke sebuah taman kota yang tak jauh dari markas mereka dan di sanalah Adit membawanya.

"Ada apa? " desak Adit.

"Nggak nyangka ya" ujar Barra seraya memandangi orang-orang yang berlalu lalang.

Adit masih terdiam memberikan waktu untuk Barra melanjutkan ucapannya dengan tatapan yang terus memandang wajah lesu Barra.

"Selama gw hidup, ternyata tubuh gw makin dikikis ya sama penyakit-penyakit gw yang ada di tubuh gw" helaan nafas terdengar dari Barra dengan mata yang mulai menyorot kan arti sedih yang tiada akhirnya.

"Lu mau tau tujuan gw buat terus nyemangatin lu? " seakan mulai paham kemana arah pembicaraan Barra, lantas Adit pun mulai membahas apa yang seharusnya dibahas sekarang.

Barra memandang Adit, selama ia berteman dengan pemuda itu Barra baru saja mendapatkan fakta lainnya tentang Adit.

"Gw pernah kehilangan seseorang yang sama seperti lu, masa lalunya, bahkan penyakitnya. Gw harap lu jangan sama kaya dia, ninggalin gw buat selama-lamanya" mengerti tatapan Barra, akhirnya ia membicarakan salah satu yang ia rahasiakan.

Mereka berdua sama-sama mempunyai masa lalu yang membuat mereka takut akan terjadi di masa yang akan datang, entah kejadian yang membuatnya trauma bahkan kehilangan untuk kedua kalinya.

"Dan gw harap lu paham apa yang gw ucapin tadi" imbuhnya seraya melangkahkan kakinya kembali ke markas.

Sendiri adalah waktu yang tepat untuk merenungi hidup yang lebih berarti lagi, itu lah Barra yang saat ini sedang memahami arti hidupnya dan juga harapan Adit kepadanya.

"Thanks Dit" ucapnya dalam hati sembari tersenyum tipis bahkan sangat tipis.

°°°

Setelah tadi mengantarkan Vira pulang ia kembali menuju ke kamarnya, malam ini Barra tengah berada di balkon rumahnya dengan kedua jari kanannya mengapit sebatang rokok. Sinar bulan yang tertutupi pekatnya awan membuat malam ini hampir tak ada cahaya. Ketenangan saat ini lah yang menjadi waktu favorit Barra saat ini.

'Brak! '

Merasa dikacangi oleh sang adik, Bryan kemudian menuju ke balkon untuk menghampiri Barra.

'Plak! '

Barra terkejut lantaran tangannya yang ditampik membuat rokoknya jatuh ke bawah, ya iyalah ke bawah masa ke atas.

Di Balik Senyum Barra [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang