Semenjak video panggung Fenly dkk menjadi trending di YouTube. Orang-orang mulai penasaran dengan semua yang bernyanyi dalam video itu, terlebih Fiki dan Fenly yang saat itu memainkan dua alat musik sambil bernyanyi. Banyak komentar yang menanyakan nama media sosial mereka hingga salah seorang dari produser musik meminta untuk bertemu. Singkat cerita mereka ditawari untuk rekaman di studio dengan menyanyikan lagu baru ciptaan produser tersebut. Ricky sempat menolak karena kurang percaya diri, tapi setelah diberikan motivasi dari yang lain, ia pun mau.
Dan ternyata, setelah rekaman dan dibuatkan video klip sederhana, dalam waktu beberapa hari langsung banyak yang menonton video mereka dan didengarkan di berbagai radio. Mereka sempat tak percaya dengan hasil yang dicapai sebelum Fenly bersama Gilang pergi ke mall dan dimintai tanda tangan dan foto dengan sejumlah pengunjung.
"Makasih ya kak, sukses selalu!" Ucap salah satu cewek yang barusan minta berfoto bersama. Sementara Fenly dan Gilang hanya tersenyum sopan. Lalu saat semua fans itu pergi, keduanya tertawa.
"Masa kita jadi artis?" Fenly masih belum percaya.
"Ho oh, tapi beneran deh, baru kali ini ada cewek ngajakin gue foto, Fen!"
Fenly terkekeh lalu merangkul bahu Gilang. "Mungkin ini yang dinamakan roda kehidupan mulai berputar."
"Tumben bijak?"
"Akhir-akhir ini gue sering dengar podcast motivasi gitu."
"Hm."
"Gue seneng sih, karena cita-cita gue pengen jadi penyanyi terkenal dan itu bakal kita lakuin sama-sama."
Gilang mengangguk sebab ia tahu teman satu kosannya ini sudah dari lama menyukai dunia tarik suara. Dan sekarang sedikit lagi, mungkin keinginan Fenly sebentar lagi akan terwujud.
***
"Gue kira jadi artis enak!" Fiki tiba-tiba datang ke kelas yang saat itu lagi sepi dan hanya ada zweitson yang masih setia dengan komiknya.
"Ngapa?" Zweitson menjawab dengan mata tetap fokus pada komik.
"Ya, selama ini gue kira jadi terkenal itu keren, disukai banyak orang trus banyak uangnya, tapi ternyata malah ribet, kemana-mana ada aja yang minta tanda tanganlah, fotolah. Haaah!"
"Kalo itu lo yang gak bersyukur!"
"Kok gitu!"
Zweitson akhirnya menutup komik lalu beralih menatap Fiki.
"Selama ini, kan lo sering banget berandai-andai kalo jadi terkenal kayak Raffi Ahmad, trus pas udah terkenal lo malah banyak ngeluhnya. Harusnya bersyukur dong!"
"Ya, tapi, kan...."
"Fik, hidup itu enak atau gak enaknya tergantung kitanya yang menjalani. Kalo lo ngejalaninya dengan kurang bersyukur, pasti ada aja yang salah. Padahal sama aja sih, mau jadi terkenal atau gak pun ya tergantung diri sendiri. Karena bagi gue, hidup itu tentang rasa syukur."
Fiki tertegun lalu dalam hitungan detik cowok itu tertawa.
"Lo abis baca komik apa Son, kok jadi tiba-tiba bijak gini?"
"Gue sama Bang Fenly lagi sering dengar podcast motivasi gitu. Makanya sekali-kali lo dengan ceramah atau apa Fik."
"Ya ya, ntar gue pikirin lagi. Eh, tapi btw malam ini jadi kita ngisi di radio?"
Zweitson mengangguk lalu mengecek ponselnya.
"Jadi, jam delapan. Nanti kita bakal nyanyi juga sih kayanya."
"Oke, gue bakal tampil keren malam ini." Fiki tampak bersemangat.
"Ngapain sih, di radio juga bukan mau manggung."
"Yee, emangnya tampil keren harus pas manggung aja!"
"Ya gak juga sih."
"Nahkan!" Fiki menunjuk wajah zweitson lalu matanya nampak mencari sesuatu.
"Eh, btw Aji mana?"
"Lagi pacaran sama Siska."
"Hah? Seriusan? Gue kira hubungan mereka bakal pendek sejak di ceramahi para abang-abang kos!"
"Gak tau ya, tapi sebenarnya gue juga rada ragu sama hubungan mereka, karena agak aneh gitu. Pacaran tapi ngumpet."
"Gimana maksudnya?"
"Yaa, mereka pacaran, tapi gak mau ketahuan sama orang lain."
"Ya iyalah Son, masa pacaran di tempat umum!"
"Gak gitu maksudnya!" Sergah zweitson kesal.
"Trus?"
"Tau, gue pusing." Lalu zweitson beranjak dari tempatnya.
"Mau kemana?"
"Kantin!"
"Tungguin!"
***
Kedelapan pemuda yang tengah naik daun itu pun diundang ke sebuah radio yang katanya masih kenalan dari bosnya Shandy si pemilik kafe. Mereka ditanya ini dan itu sesuai dari pesan yang dikirimkan para penggemar lewat email radio lalu di akhir sesi mereka di pinta untuk menyanyikan satu lagu hingga ditutup dengan sorakan gembira.
Usai pulang dari radio, mereka langsung mampir ke kafenya Shandy. Seperti tidak ada apa-apa, cowok itu masih tercatat sebagai karyawan hanya saja malam ini ia izin untuk tidak bekerja dan malah menjadi tamu berserta ketujuh lainnya.
"Mau pesan apa?"
"Bang, gak usah repot-repot, satu kopi dan bakwannya ya," jawab Farhan yang langsung digeplak dengan Shandy.
"Lo kira ini warteg!"
Lalu semuanya tertawa membuat beberapa pengunjung menatap ke arah mereka. Awalnya mereka tampak risih sebelum menyadari bahwa kumpulan cowok-cowok berisik itu adalah grup vokal yang sedang hangat-hangatnya dibicarakan.
"Permisi mas, kalian un1ty, kan?" Salah seorang ibu-ibu menghampiri mereka.
"Iya Bu."
"Anak saya katakan ngefans sama kalian, bisa minta fotonya?"
Mereka awalnya saling pandang sebelum Farhan menyetujui.
"Boleh minta foto lagi tapi dengan yang namanya Fenly, kata anak saya dia suka Fenly."
Lantas Fenly dengan senang hati difoto lalu merekam suaranya ketika bernyanyi sebab anak ibu itu sedang ulang tahun.
"Makasih ya nak Fenly, Tisa pasti senang."
"Iya Bu, sama-sama."
Sebelum kembali ke tempat duduk ibu itu berulagkali mengucapkan rasa terima kasih. Padahal kalau dipikir-pikir, mereka hanya diminta untuk berfoto saja, tapi sudah buat orang lain bahagia.
"Kalo gini, gue mau ngasah kemampuan nyanyi gue lebih bagus lagi," ucap Ricky dan disetujui dengan yang lain.
"Ya, karna bagaimanapun kita udah terkenal dan gue maunya kita terkenal karna bakat dan prestasi kita bukan dengan hal aneh."
"Gue setuju tuh!"
"Mulai hari ini kita sepakat menjadi penyanyi terbaik!" Farhan menyodorkan tangannya ke depan lalu di sambut oleh ketujuhnya.
Karena sesuatu yang berharga pasti akan dihargai dengan selayaknya.
***