4. BANTU GUE YA!

1K 150 8
                                    





Setiap orang berbeda karakter dan memiliki prioritas yang juga berbeda. Tak mudah menyatukan pemikiran dalam satu tujuan. Apalagi antar satu dan lain.

Ini yang dialami oleh Fenly. Bahkan sudah berhari-hari hatinya dibuat galau oleh teman-teman bandnya. Yang dia butuhkan dukungan bukan celoteh eluhan yang di dengar tiap kali dia mengutarakan keinginannya untuk tampil di acara Fakultas.

Kebanyakan mereka kurang percaya diri dan menganggap penampilan yang nanti akan di tampilkan tidaklah seheboh pengisi acara lainnya yang lebih menyita perhatian dan penghargaan dari Dekan.

Kalau menyuarakan sendiri keinginannya apalah daya.

Fenly memetik gitar tanpa gairah. Terasa hampa sekali. Ruangan yang semula berisik terasa sangat sepi. Satu persatu anggota bandnya pergi begitu saja.

Mungkin inilah akhir dari impiannya.

Sebuah tangan memegang pundaknya. Sosok gadis yang entah sejak kapan mengisi hari-harinya itu tersenyum manis. Menampilkan lesung pipi yang menawan kemudian duduk bersebelahan dengannya.

"Kalau mereka gak mau bantu lo, gue bersedia menggantikan."

Fenly menoleh kaget. Bukan hal yang mudah mewujudkan impiannya itu, tapi entah mengapa gadis ini sangat optimis sekali.

"Gue butuh beberapa orang."

Sekarang giliran gadis itu yang menatap Fenly hingga pemuda itu mengalihkan tatapannya. Sungguh dari dulu dia sangat takut menatap mata seseorang.

"Gue tahu siapa yang bisa bantu lo."



***



Sudah berkali-kali Fenly mondar mandir di dalam kamarnya membuat Ricky yang baru masuk kamar itu menatap heran.

"Kayak setrikaan dari tadi gue lihat, wajah lo juga gak nyantai, ada masalah?"

"Sebenarnya ada yang ingin gue omongin pada lo semua."ucapnya tampak ragu.

"Ya udah, tinggal ngomong aja kan, kebetulan kita semua kumpul nih."

Ricky menyeret Fenly untuk keluar kamar dan membawanya ke ruang tengah yang memang sudah berkumpul oleh penghuni kosan.

"Gila, pipi lo masih merah."ucap Gilang memerhatikan pipi Farhan. Sementara Farhan mengompres perutnya yang masih terasa sakit.

"Kayaknya besok gue harus cuti ke bengkel deh."

"Makanya kena karma kan lo."ejek Gilang. Kemudian mendapatkan lemparan bantal dari Farhan.

Ricky dan Fenly duduk di dekat Shandy yang sibuk memainkan ponselnya.

"Yaudah cepat ngomong."bisik Ricky. Fenly masih ragu hingga suara kegaduhan di luar mengacaukan niatnya.

"Assalamualaikum abang-abang kami yang kere."sapa Fajri muncul dari balik pintu dengan sumringah.

Sebuah timpukan bantal dari Gilang mengenai wajah Fajri.

"Kalau salam tuh yang benar, gak sopan banget sama yang lebih tua."

Kemudian muncul si anak pemilik kosan, Fiki dan si maniak komik, Zweitson.

"Heran, kenapa sih lo bertiga sering banget ke sini, merusak kedamaian saja."sambung Gilang yang sedari tadi kesal akan datangnya bocah-bocah perusuh ini.

"Kami ke sini membawa kabar gembira untuk kita semua."ucap Fajri sambil menyanyi.

Tetiba semua menatapnya hingga Fajri merasa aneh sendiri.

"Kenapa lihat gue kayak gitu?"

"Gak nyangka aja ternyata suara lo oke juga."puji Fiki tak percaya. Diikuti anggukan yang lain.

"Oya dong, dulu gue pernah ikut les vokal, terus pernah juara 1 lomba nyanyi seprovinsi."sombong Fajri sambil berkacak pinggang.

"Emang kabar apaan?"tanya Gilang penasaran juga.

"Mamanya Fiki ngajakin abang-abang semua makan malam di rumah."

"Serius lo?" Kali ini Farhan yang bersuara.

"Dua rius malah."

"Nah kalo gini kan gue jadi senang."

Lain halnya Fenly yang masih bingung untuk bersuara. Kemudian Ricky mendesak agar pemuda itu segera menyampaikan sesuatu.

Fenly seperti mendapatkan kekuatan untuk mengutarakan permintaannya.

"Kebetulan ada yang ingin gue omongin ke kalian semua."akhirnya Fenly memberanikan diri. Shandy mengalihkan perhatiannya pada Fenly. Penasaran apa yang akan disampaikan si kalem ini.

"Apa tuh kok gue jadi penasaran gini."Gilang yang merasa teman akrabnya menjadi ikut kepo. Pasalnya memang dalam beberapa hari ini Fenly tidak lagi menceritakan keluh kesahnya.

Sebelumnya Fenly menarik nafas dalam-dalam kemudian menatap mereka satu persatu.

"Gue mau minta bantuan kalian semua dalam mengisi acara Fakultas di kampus gue."

Semuanya saling tatap masih belum mendapatkan poin dari perkataan Fenly.

"Hah maksudnya gimana sih?"tanya Gilang.

"Gue udah mikirin ini kok, dan selama ini gue gak kepikiran buat minta bantuan kalian padahal gue tahu kalian itu punya bakat di bidang musik."

"Terutama bang Shandy, gue udah dengar dari video yang di rekam Fiki saat lo nyanyi di Cafe itu. Dan menurut gue suara bang Shandy bagus banget. Trus Gilang kan memang jago nge rap kan?"

"Ntar sebelum ke pokoknya gue mau tanya satu hal dulu. Lo kan punya band, kenapa malah ngajakin kami?"tanya Gilang.

Fenly tampak lesu. "Udah bubar."

"Serius? Kok bisa?"

"Udah lah gue gak mau bahas lagi."

Shandy menghela nafas kemudian memegang pundak Fenly.

"Emangnya lo yakin ngajakin kita?"tanya Shandy meyakinkan lagi. Sebenarnya masih belum yakin hanya dia mencoba untuk optimis saja. Dan saran dari Lulu yang membuatnya bersemangat sepert ini.

"Gimana kalo di coba dulu."

"Tapi waktunya mepet banget Fen, acaranya kan tinggal dua minggu lagi, dan lo belum dapat ijin dari Dekan juga kan?"sahut Ricky membuat Fenly kehilangan harapan.

"Gimana lo bisa yakin kita bisa tampil bagus?"Gilang menambahi.

"Kok kalian malah pesimis gini sih, gue yakin kalo kita latihannya serius pasti bagus. Gue bersedia mengiringi dengan piano."timpal Fiki yang memiliki arah pandangan yang berbeda.

Semuanya tampak berpikir hingga Shandy mengeluarkan suaranya.

"Oke gue akan bantu lo, gimana?" Shandy meminta pendapat yang lain.

"Kalo gue sih oke-oke aja."ucap Gilang. "Eh lo gimana bocah?"tanyanya pada Fajri.

"Untungnya buat gue apa?"

"Gak ada sih karena acara Fakultas ini murni untuk mencari sumbangan yang nanti akan di salurkan pada Panti."jelas Fenly. Karena bagi Fenly bukan untungnya yang ingin dia cari namun sebuah pengakuan dan mimpi untuk bisa bermain musik di hadapan khalayak ramai.

"Jadi lo mau apa gak?"tanya Gilang sekali lagi.

"Gue belum bisa jawab sekarang soalnya gue juga sedang latihan basket untuk lomba."

Tiba-tiba Farhan mengangkat tangannya.

"Gue ikut ya."

Semua menatap sangsi pada Farhan. Memangnya selain gombal apalagi yang bisa?

"Jangan bilang lo ikut karena mau gombalin mahasiswi di sana."celetuk Shandy.

"Itu sih gue gak janji, tapi serius gue bisa nyanyi dan ngerap, mau dengerin?"

Semuanya kompak menggeleng.



***

SATU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang