Hari minggu merupakan hari yang paling ditunggu oleh semua anak sekolahan. Pasalnya dihari itulah mereka bisa istirahat sepuasnya tanpa harus ribet mikir.
Kadang, bisa digunakan untuk quality time, entah itu dengan keluarga atau teman.
Sementara Fajri dan Zweitson sudah tampak rapi. Keduanya berencana mau ke mall, mau cari kado untuk Farhan yang sebentar lagi mau ulang tahun. Tadinya mereka mau ajak Fiki, tapi ternyata Fiki dan sekeluarga sedang pergi ke rumah nenek mereka. Hingga tadi Fajri sempat di wa Fiki, katanya nitip kado juga.
Setelah keduanya sampai di mall. Masih bingung mau belikan kado apa yang cocok untuk Farhan. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk keliling dulu sambil melihat lihat.
Tanpa sengaja keduanya bertemu dengan Shandy dan Gilang yang sedang memilih hoodie.
"Lah ngapain kalian disini?" Gilang yang pertama menyadari keberadaan keduanya. Sehingga Shandy ikut menyapa Fajri dan Zweitson yang berjalan ke arah mereka.
"Ey tumben nih jalan berdua."goda Fajri.
"Trus mau rame-rame gitu?!" Gilang sewot sendiri.
"Santai bang, galak amat."
"Tumben gak komplit."ucap Shandy memperhatikan keduanya.
"Komplit?" Zweitson kurang paham.
"Fiki mana?"
"Oh, Fiki lagi ada acara keluarga."
Shandy ngangguk-ngangguk.
"Mau beli hoodie ya bang?"tanya Fajri kepo.
"Hm."
"Yang ijo keren tu."tunjuk Fajri.
"Gak, kurang pas."celah Gilang.
"Nah, yang merah bagus juga tu."
"Modelnya norak."
"Atau yang ini deh, kayaknya cocok buat bang Shandy."Fajri memberikan hoodie hitam pada Shandy.
Shandy dan Gilang geleng-geleng. Membuat Fajri menghela nafas kesal.
"Jadi mau yang mana sih bang?!"
Zweitson menepuk pelan pundak Fajri menenangkan.
"Kita beli buat Farhan."ucap Shandy akhirnya.
"Bilang dari tadi dong!"Fajri masih kesal.
"Heh, ngomong yang sopan!"Gilang ikut kesal.
"Dah jangan berantem mulu, mending kalian bantuin cari hoodie yang cocok untuk Farhan."Shandy menengahi keduanya.
"Buat hadiah ulang tahun ya bang?"tanya Zweitson.
"Iya."
"Yaudah kami juga, gimana kita barengan aja cari kado untuk bang Farhan, tapi gak boleh sama ya."saran Zweitson kemudian di setujui ketiganya.
Keempatnya pun sibuk memilih hoodie sebagai kado dari Shandy, setelah itu nanti mereka akan cari hadiah yang lain.
"Eh bantuin napa Lang, ngaca mulu dari tadi."panggil Shandy pada Gilang yang tengah berdiri di depan sebuah cermin panjang yang melebihi tingginya. Pemuda itu sibuk bergaya sambil memotret dirinya.
"Ajak dong!"Zweitson berlari ke arah Gilang di ikuti Fajri. Alhasil ketiganya ikut berpose disana.
Shandy geleng-geleng kemudian menghampiri ketiganya.
"Sini bang, kita foto dulu."Zweitson menarik lengan Shandy agar mendekat. Dan...
Cklek!
"Hehe, kapan lagi kita bisa foto kayak gini.""Udah yok, malu di liatin."Shandy segera beranjak kemudian mengambil hoodie pink pilihannya lalu membawanya ke kasir.
***
Zweitson sudah berada di antara rak komik. Tadi setelah membeli hadiah untuk Farhan, dia dan Fajri memisahkan diri karena Shandy dan Gilang harus segera pulang karna masih ada pekerjaan sedangkan dia dan Fajri masih ingin mengitari mall ini hingga berakhir di bagian buku.
Dan Fajri katanya akan menyusul karena mampir ke toko boneka.
Zweitson tersenyum lebar kala melihat komik yang dia cari hingga tangannya ingin mengambil komik itu bersamaan pula dengan tangan seseorang yang ikut memegangnya.
Keduanya kompak melepaskan tangan pada komik itu.
Zweitson tersenyum canggung pada gadis disampingnya itu.
"Buat kamu aja."ucap Zweitson mengalah.
"Gak papa kok, kamu aja yang ambil."balas gadis itu sopan.
"Gak deh, aku beli yang lain aja, lagian tinggal satu."
"Tapi aku gak papa kok."
Zweitson geleng-geleng. Gadis itu tampak berpikir.
"Gini aja, komiknya aku yang beli nanti kalo udah aku baca aku kasih ke kamu deh, gimana?"tawarnya.
"Hah? Gak deh, aku gak papa."
Gadis itu tersenyum manis. Lucu melihat ekspresi cowok berkaca mata disampingnya ini. Terlalu cute menurutnya.
"Aku minta nomor kamu deh."
"Hah?!"
"Buat nanti aku bisa hubungi kamu kalo aku kasih komik ini."jelas gadis itu sembari mengambil ponselnya kemudian memberikannya pada Zweitson.
"Ketik di situ nomornya."
Zweitson pun mengetikkan nomornya disana sambil menelan saliva karena gugup. Kemudian mengembalikan ponsel pada gadis itu.
Gadis itu memperhatikan nomor itu yang sudah diberi nama. "Nama kamu unik ya, oya aku Lara."
Zweitson menjabat tangan gadis itu.
"Aku duluan ya, Zweit..Son?"ucapnya hati-hati kemudian pergi.
Zweitson hanya terpaku melihat kepergian Lara sambil mengukir senyum lucu.
"Senyum sama siapa lo?"Tetiba Fajri mengagetkannya.
Zweitson hanya menggeleng. Kemudian melihat boneka kelinci pink yang di pegang Fajri.
"Sejak kapan lo main boneka?"
"Bukan buat gue."
"Trus?"
"Siska."
"Lo belum putus juga?"
"Lo kira gampang sembarangan putusin orang kayak mutusin layangan?!"
Fajri menghela nafas.
"Gue udah mulai suka sama Siska."
"Wah udah jatuh cinta beneran lo ya?"
"Gak tahu, cuma gue suka perhatian dia ke gue, yang selama ini belum gue dapatkan dari siapa pun."
"Trus gue sama Fiki lo anggap apa?"
"Itu beda!"
Zweitson kehilangan kata-katanya. Bagaimana pun dia tidak berhak mengatur perasaan seseorang.
"Nah katanya lo mau beli komik, gak jadi?"tanya Fajri.
"Komik yang mau gue beli udah abis."
"Masa sih?"
Zweitson menghendikkan bahu kemudian berjalan lalu diikuti Fajri.
"Abis nih kita makan yah, gue laper banget."
***