Gilang dan Fenly menatap sosok mungil yang tengah bermain dengan bola kecil sambil berusaha memasukkan benda bundar itu ke dalam mulutnya. Mata bulat dan pipi tembem membuat Fenly tidak tahan ingin menggendongnya.
Bayi berusia 1 tahun itu beralih menatap dua laki-laki yang tengah memperhatikannya kemudian tersenyum pada Fenly yang mencoba mengajaknya bermain. Alhasil Fenly jadi senang sendiri lalu karena gemas menggendong bayi perempuan itu.
Tadinya dia sempat kesal karena Zweitson sembarangan menitipkan keponakannya itu. Katanya orangtuanya sedang bekerja dan mamanya yang biasa merawat Ifi sedang ada arisan tetangga hingga berakhir pada kedua abangnya itu yang memang sedang tidak ada jadwal kuliah sementara Zweitson harus sekolah.
"Kurang ajar emang si Soni, main tinggal aja nih bayi. Memangnya kita tempat penitipan anak!"rutuk Gilang kesal sambil memperhatikan tas besar yang dibawa Zweitson. Katanya perlengkapan si Ifi. Merepotkan!
"Udahlah, dari pada lo mondar mandir. Mending bantuin gue ambilin mainannya tuh!"ucap Fenly masih menggendong Ifi. Tangan Ifi meraih raih seakan ingin mengambil bolanya tadi yang sudah menggelinding dibawah kaki Fenly.
Gilang pun mengambil bola itu dan memberikannya pada Ifi. Bayi itu terdiam memperhatikan wajah Gilang lalu tiba-tiba menangis.
"Lo apain sih kok dia nangis gini?"tuduh Fenly berusaha mendiamkan.
"Gak gue apa apain kok!"Gilang menjauh kemudian bayi itu berhenti menangis.
"Nah udah gak nangis lagi."ucap Gilang heran.
Fenly menahan tawanya.
"Mungkin dia takut sama lo."tebak Fenly. Yah, biasanya bayi sering seperti itu. Ada orang tertentu yang tidak disukai.
Asem banget. Apa yang salah dengan wajahnya. Padahal banyak yang bilang kalau Gilang itu manis.
Sejak tahu Ifi tidak menyukainya Gilang menjaga jarak dengan bayi itu dan tambah uring-uringan. Akhirnya dia memutuskan untuk menonton tv saja, biarlah Fenly yang mengurus Ifi.
"Lang, buatkan susu Ifi gih! Kayaknya dia haus."pinta Fenly masih dengan menggendong bayi itu.
"Males banget!"
"Eh woy, tangan gue cuma dua nih. Atau lo aja yang jagain dia."tawar Fenly. Gilang berdecak tapi akhirnya dia mengikuti perintah Fenly daripada di suruh jagain bayi itu yang nantinya malah tambah nangis.
"Dimana susunya?"
"Lo cari dalam tasnya."
Gilang pun membuka tas besar itu. Sedikit takjub dengan isinya. Ada susu bubuk, botolnya, popok, bedak dan minyak kayu putih. Luar biasa perlengkapan seorang bayi kecil ini.
Gilang menuju dapur. Masih dengan kebingungan. Mau tanya ke Fenly agak gengsi. Akhirnya dia pun membuatkan susu itu sesuai dengan keyakinannya.
"Mana?"tagih Fenly yang sudah duduk di sofa sambil memegang Ifi.
Gilang memberikan botol yang sudah berisi susu. Fenly merasa ada yang aneh.
"Kok susunya dingin?"
"Emang kenapa?"
Fenly menghela nafas lalu memberikan botol itu pada Gilang.
"Lo liat serbuk susunya masih menggumpal kayak gitu. Buat lagi sana."
Sekarang Gilang yang menghela nafas kesal. Tapi pada akhirnya dia kembali membuatkan susu lagi karena memang salahnya tadi tidak bertanya dulu.
"Ini." Gilang kembali lagi dengan susu yang baru. Wajahnya udah jutek.
"Lo mau bunuh nih bayi!"teriak Fenly.
"Apa lagi sih, kata lo tadi gak boleh pake air dingin!"
"Ya gak air panas semua dong! Bisa bisa mulutnya melepuh!"
"Lo kok jadi marahin gue!"teriak Gilang. Sekarang dia benar-benar kesal.
"Gue gak marah!"balas Fenly ikut nyolot.
"Kalo lo tahu kenapa gak lo aja yang buatin susu buat dia!"
"Trus yang jagain dia siapa!"
Tetiba bayi itu menangis. Membuat keduanya terdiam dan beralih menatap Ifi.
Fenly menggendong bayi itu sambil menepuk pelan punggungnya. Sepertinya sudah telaten sekali. Sementara Gilang duduk di sofa.
Harusnya mereka tidak perlu bertengkar di dekat bayi katanya mereka bisa merasakan apa yang terjadi.
Cukup lama Fenly mencoba mendiamkan Ifi namun bayi itu tetap menangis tidak mau berhenti.
"Kita telpon Soni aja, suruh dia ambil lagi nih bayi."usul Gilang yang tidak tahan mendengar suara tangisan bayi.
"Jam segini Soni masih di kelas."jawab Fenly.
"Assalamualaikum."salam Ricky yang baru memasuki kosan itu. Kemudian melihat Fenly dengan menggendong bayi yang menangis.
"Walaikumsalam."jawab Gilang bete.
Ricky mendekati Fenly sembari memperhatikan bayi itu.
"Anak lo Fen?"tanya Ricky polos.
"Ya kali anak gue, nikah aja belom."
"Trus?"
"Keponakannya Soni, tadi dia nitipin ke kita. Lo kenapa pulang lagi?"tanya Fenly. Padahal tadi Ricky sudah berangkat ke kampus.
"Dosennya mendadak batalin pertemuan hari ini. Katanya saudaranya ada yang masuk rumah sakit."jelas Ricky. Yah, sebenarnya hari ini dia tidak ada jadwal kuliah sama seperti kedua temannya ini hanya saja tadi malam salah satu Dosennya akan masuk tapi pada akhirnya batal.
"Lo tau gak cara diemin nih bayi, dari tadi nangis terus."Fenly akhirnya meminta bantuan. Lama lama dia juga capek.
"Biasanya kalo bayi nangis karena lapar."ucap Ricky kemudian seperti mengendus sesuatu.
"Coba lo baringkan nih bayi."
Fenly mengikuti apa yang dikatakan Ricky. Ifi pun dibaringkan di atas sofa. Kemudian Ricky membuka popoknya dan ketiganya kompak menutup hidung, bahkan Gilang udah mau muntah.
Bayi itu sedang pup. Benar perkiraan Ricky pasti karena gak nyaman.
"Wah kalo gini mah gue angkat tangan deh."ucap Fenly menjauh.
Akhirnya Ricky yang bertindak membersihkan pup bayi itu dan menggantikan popoknya. Sementara Fenly dan Gilang seperti menonton tutorial memakaikan popok bayi. Setelah selesai Ifi tidak menangis lagi.
Fenly dan Gilang sampai dibuat takjub oleh Ricky. Pemuda itu seperti sudah biasa dalam mengurus bayi.
"Keren lo Rick, belajar dari mana lo?"tanya Fenly.
"Gue punya keponakannya juga, dulu sering kakak nitipin anaknya ke gue. Ya jadi begitulah gue bisa mengurusi bayi."
Fenly mengangguk paham.
Setelah menggantikan popok dan memberikan susu bayi itu pun tertidur pulas dalam dekapan Ricky. Kemudian pemuda itu dengan hati-hati membaringkan Ifi di sofa lalu beralih menatap kedua temannya yang juga sedang tertidur di depan tv.
***