Daisy belum juga membereskan buku-bukunya yang berserakan diatas meja walaupun bel penanda waktu istirahat telah lama berdering. Ia tidak memperdulikan keadaan di sekitarnya yang sangat berisik. Matanya tetap terfokus menelusuri rumus-rumus kimia yang ada di hadapannya. Tidak sadar bahwa kini waktu istirahat telah usai, dan perutnya masih tidak terisi apapun sejak siang tadi padahal ini adalah jam istirahat terakhir sebelum memasuki jadwal kelas lainnya.
Gadis itu menyibak poninya lalu meregangkan buku-buku jarinya sebelum memasukkan buku paket kimia ke dalam loker dan menggantinya dengan buku biologi. Namun selepas sepuluh menit ia membaca-baca buku untuk menangkap garis besar materi pada pelajaran hari ini, sang guru belum juga menampakkan diri. Ia menghela napas, bertanya kepada Rayya si ketua kelas yang sedang asyik bermain gim online.
"Pak Erik nggak masuk?" dijawab anggukan sekilas.
"Iya, kan masih seminar di Vietnam. Lo boleh ke perpustakaan atau kantin. Bebas."
Daisy membawa ponsel serta komik Detective Conan untuk menyegarkan otaknya, lalu menuju kantin dan membeli beberapa makanan ringan disana. Namun keheningan itu tidak berlangsung begitu lama karena baru sepuluh menit ia menikmati komiknya, Daisy merasakan kursi panjang yang ada dihadapannya ditarik.
"Suka Detective Conan juga?" ia hela nafasnya lalu mendeham sebagai jawaban "Gue juga, keren banget nggak sih?! Apalagi yang judulnya 'Sang Penjaga Waktu' gila!"
Gadis itu tetap membaca komiknya dengan serius sampai lembar terakhir, lalu ia melirik laki-laki yang ada di hadapannya hanya mengenakan kaus yang dilapis kemeja.
"Baru pindah?" tanyanya singkat yang dijawab anggukan antusias.
"Iya! Gue ada di kelas 11-A. Lo sendiri di kelas mana?"
Gadis itu menaikkan salah satu alisnya "Hm? 11-A kelas gue juga" yang membuat ia menyesal untuk memgatakannya karena pria yang ada dihadapannya ini ternyata berisik luar biasa. Apalagi mengetahui fakta bahwa mereka nantinya adalah teman sekelas.
Ia menghabiskan kopinya dalam sekali tegukan lalu beranjak dari kursinya tatkala jarum jam dihadapannya sudah menunjuk pukul empat sore.
"Gue duluan. Selamat datang di SMA Pembangunan Bangsa."
[•••••]
Ia menguncir rambutnya tatkala merasakan bahwa pendingin udara di kafe tempat ia bekerja tidak begitu banyak membantu untuk melawan hawa panas kota Jakarta yang panasnya sangat menyengat.
"Semoga betah ya nak. Nanti kalau kamu mau belajar, bisa pakai book corner di lantai dua pas istirahat atau pergantian shift. Kalau belajar di ruang staff, nanti malah nggak bisa konsentrasi
Daisy tersenyum gugup tatkala wanita yang menjadi bosnya dalam dua bulan terakhir itu mengatakan bahwa ia bisa menggunakan book corner walaupun sebenarnya itu dikhususkan untuk pelanggan. Maka dari itu ia tundukkan kepalanya sembari berterimakasih.
Ia baru pulang pukul sembilan malam, namun Daisy menyempatkan diri untuk sekedar mampir di ruangan itu sebelum pulang, melihat-lihat koleksi bukunya yang berjejer rapih di rak-rak mahoni. Matanya berbinar tatkala mendapati buku-buku sastra yang lumayan langka, ternyata ada di sana. Gadis itu juga cukup bingung karena dengan buku sebagus ini, pasti akan rawan dicuri atau dibawa pulang oleh para pelanggan karena ia saja berkali-kali lupa untuk mengembalikan buku perpustakaan yang ia pinjam.
"Day, nggak pulang?" tanya kak Rika, rekan kerjanya "Udah malem banget loh. Apalagi besok kamu juga masih sekolah." Ia mengangguk cepat lalu dengan sigap meletakkan kembali buku yang ia pegang.
"Ini mau pulang kok, cuma mau lihat koleksi bukunya kafe ini..."
Daisy tidak bisa langsung tidur sesampainya ia di rumah, ia harus belajar terlebih dahulu, sekedar mengulas kembali materi yang ia dapatkan di sekolah. Alunan piano milik Chopin mengalun lembut di kamar mungil miliknya, dapat ia rasakan tidur adiknya semakin nyenyak sebelum suara pintu yang dibanting mengagetkan keduanya. Ia dengan cekatan menyumpal telinga adiknya itu dengan headphone sebelum mengunci pintu kamarnya dan memeluk adiknya dengan erat.
"Sshhh, tidur aja. Nggak apa-apa..." dengan perlahan ia menepuk-nepuk punggungnya, membuatnya terlelap kembali.
Ditinggal pergi ibunya membuat Daisy mau tidak mau menjadi ibu pengganti untuk adiknya di usianya yang saat itu baru menduduki bangku sebagai siswa menengah pertama. Entah dimana keberadaan ibunya itu, tetapi ia ingat bahwa sudah hampir lima tahun lebih ia tidak melihat batang hidung wanita yang melahirkannya.
Pergi begitu saja, hanya meninggalkan secarik kertas yang berisikan kalimat singkat. Daisy bahkan sudah tidak lagi mau lagi mencari tahu keberadaan wanita itu. Ia sudah terlalu lelah dengan urusan sekolah dan pekerjaan paruh waktunya. Ia tidak peduli apakah nanti suatu saat ibunya kembali atau tidak tetapi, satu hal yang pasti. Ia tidak akan pernah memaafkan ibunya yang meninggalkannya dengan seorang adik yang bahkan baru naik ke kelas dua sekolah dasar. Meninggalkan segala tanggung jawabnya, dan membuat ayahnya kini menjadi seorang pemabuk.
Gadis itu dengan perlahan memejamkan matanya, mencoba untuk ikut mengarungi mimpi dengan adiknya walaupun ia masih dapat mendengar dengan jelas botol-botol alkohol yang pecah diluar kamarnya.
Ia besok harus sekolah.
Ia harus menjadi ranking satu kalau ia ingin selamat.
Harus. Harus. Harus.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Get: A+
Fanfiction"Apaan banget deh! Annoying!" dengusnya tak suka tatkala mendengar orang yang menempati ranking satu bukanlah dirinya lagi, melainkan anak pindahan super menyebalkan yang sayangnya mempunyai lesung pipi manis seperti idolanya. "Kesal sama gue, Dais...