6. The Reasons

143 11 0
                                    

Berakhir dengan Daisy yang memakan habis bekal milik pria itu. Bukannya marah, Bumi malah senang dan bertepuk tangan kecil saat melihat gadis itu menyuapkan buah kiwi yang tersisa. Ia dengan cepat menyodorkan satu kotak yogurt ke arah Daisy yang diterima dengan sendawa miliknya.

"Wah?! Anak pintaarr~ tuh tinggal yogurtnya, habis itu baru deh bisa belajar" ucap lelaki itu dengan riang. "Kalau begini kan jadinya gue nggak perlu khawatir lagi. Memangnya apa yang salah dari ranking dua sih? Padahal hasil rata-rata kita cuma selisih 0,27 loh. Nggak beda jauh."

Daisy tersenyum miris, "Ya tapi gara-gara ranking dua, beasiswa gue terancam..."

"Bukannya batas toleransinya ada di ranking tiga? I mean, they wouldn't kick you out because of that. Apalagi setelah gue lihat track record lo yang flawless. Parah sih kalau di cabut gara-gara ranking paralel tanpa mempertimbangkan medali yang lo kasih ke sekolah ini..."

"They could do anything to ruin someone's life because they're the people who owned this school. Kalau nggak ada mereka, gue mungkin bakalan nggak sekolah. Wajar kalau mereka berekspetasi lebih ke gue karena biaya yang mereka gelontorin buat anak-anak beasiswa ya nggak main-main." Daisy melepas sepatunya lalu memperlihatkannya ke Bumi "Sepatu olahraga mahal ini nggak akan mungkin bisa gue pakai kalau bukan pemberian dari mereka. Ya, mereka sedetail itu. Mereka nggak pengen anak-anak beasiswa merasa dikucilkan dari lingkup orang kaya kayak lo yang akhirnya berujung sama demotivasi dan penurunan nilai."

Ia kembali menunjukkan tas punggungnya, "Tas semahal ini nggak akan mampu gue beli, dan buku-buku pake punya sekolah yang harganya ratusan ribu itu juga mereka yang kasih. Lo nggak tahu apa-apa, Bum... Lo nggak tahu seberapa takutnya gue waktu lihat nama gue ada di urutan ke dua. Lo masih bisa sekolah tanpa bantuan mereka karena lo kaya. Sedangkan gue? Buat beli makan di kantin aja nggak mampu" gadis itu tertawa miris sekali lagi, ia mengalihkan pandangannya dari wajah pria itu "Maaf, gue ngelantur banget hari ini... gue balik dulu."

"Gue bantu. Lo nggak paham bahasa Inggris kan? Gue tunggu lo di sini tiap pulang sekolah. Gue bakalan siapin materinya."

[•••••]

Bumi mengantongi earpod miliknya sebelum mengenakan helm dan melihat Daisy yang kesusahan untuk menyalakan motor tuanya. Ia biarkan sejenak sampai akhirnya gadis itu menyadari keberadaannya. Bumi tahu betul bahwa Daisy adalah seseorang yang tidak suka dianggap lemah, karena itu ia biarkan gadis itu menyerah terlebih dahulu sebelum meminta bantuannya.

Hanya satu tatapan, ia tahu bahwa Daisy sudah menyerah untuk menyalakan motornya. Ia menghampiri perempuan itu dan mencoba untuk menstaternya namun sepertinya motor tua itu tidak mau menyala tak peduli seberapa sering ia mencobanya.

"Gini aja, ini motor bakalan gue dibawa sama orang bengkel. Lo mau kerja kan? Gue anter deh... gimana?" jari gadis itu bertautan dengan gugup "Nggak perlu pikirin biayanya, itu bengkel punya sahabat gue kok! Ntar bisa lah ada diskon"

"Bisa dicicil nggak?" tanya Daisy dengan pasrah "Gue nggak bisa kalau harus bayar tunai langsung..." pertanyaannya dijawab dengan anggukan milik Bumi. "Dicicil selama tiga bulan?" ucapnya sembari berusaha menawar.

"Lo cicil selama setahun aja nggak apa-apa, dia buka bengkel gara-gara gabut doang."

Sekarang Daisy tidak tahu harus tertawa atau menangis saat mendengar itu, lelucon orang kaya selalu tidak bisa ia cerna dengan akal sehat.

"Lo beneran kerja di sini?!" tanya Bumi sesampainya di depan sebuah kafe bernama Euphoria Words itu "Anjirlah, gue langsung cabut aja kalau gitu."

How To Get: A+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang