Bumi menatap poster yang terpajang pada mading di koridor sekolahnya dengan bersemangat. Senyumnya semakin melebar tatkala mendapati Daisy yang berjalan bersisian dengan Erina. Kedua orang itu nampaknya sudah cukup akrab sampai Daisy membiarkan lengannya digelayuti seperti itu.
"Mau ya? Pleaseee?" suara melengking milik Erina membuat kening Bumi mengerut.
"Apanya yang mau?" tanyanya dengan penasaran yang di balas oleh juluran lidah dari gadis yang berambut kecokelatan itu.
"Ini urusan cewek! Wleee" ketusnya seraya kembali bergelayut di lengan milik Daisy.
Akhirnya gadis itu menyerah, sembari menghela nafas, ia sepertinya menyetujui permintaan teman sekelasnya itu "Yaudah, nanti gue pikirin lagi..." ucapnya.
Bumi mengurungkan niatnya untuk berbicara kepada Daisy. Mungkin nanti akan ia sampaikan selepas pulang sekolah nanti atau pada saat ia mulai bekerja di kafe.
Beberapa minggu terakhir adalah minggu-minggu yang cukup sibuk bagi seluruh murid SMA Pembangunan Bangsa karena ujian akhir yang semakin dekat. Tumpukan soal latihan serta jam belajar yang bertambah selama satu jam cukup membuat semua orang mengeluh bosan dan capek, tak terkecuali bagi Bumi.
Lelaki itu bahkan beberapa kali di tangkap basah oleh Daisy hendak membolos jam tambahan kalau saja gadis itu tidak kembali menyeretnya ke dalam kelas walaupun ia sudah membujuknya supaya ikut membolos juga bersamanya.
Seperti saat ini, Daisy sudah berkacak pinggang ketika melihat cengiran Bumi yang diam-diam menuju pojok perpustakaan sekolah yang tidak di awasi oleh kamera pengawas.
"Bumi... gue laporin ke bu Yusa loh" ancamnya "Ayo ikut ke-" perkataannya terpotong karena Bumi menarik tangannya supaya bersembunyi di balik rak-rak buku milik sekolahnya.
Matanya melotot tatkala telapak tangan milik lelaki itu membungkam mulutnya "Diem dulu, ada penjaga perpus yang masuk."
Protes yang dilayangkan oleh Daisy terdengar seperti suara orang yang sedang berkumur-kumur karena tangan Bumi masih membekap mulutnya sampai pada akhirnya ia memukul kepala milik lelaki itu yang secara otomatis membuat tangannya terlepas.
"Apaan sih?! Penjaga perpus nggak bakalan marah kalau kita bilang harus ambil buku referensi buat pelajaran" ucapnya dengan kesal.
Bumi menggaruk rambutnya dengan canggung, "Yah, tapi kan gue nggak mau balik-"
"Yaudah! Biar gue aja yang balik ke kelas" tukasnya dan lantas beranjak dari balik rak buku itu kalau saja Bumi tidak menahan tangannya "Apalagi, Bumiii?" tanyanya setengah kesal juga gemas.
"Gue mau ngomong sama lo..." ucapnya dengan ekspresi memelas layaknya seekor anak kucing "Sebentar aja, mau ya?" bujuknya.
Daisy menghela nafas dan kembali bersembunyi bersama Bumi yang kini sudah tersenyum lebar. Sinar matahari yang menerobos masuk melalui jendela perpustakaan membuat mata obsidian milik lelaki itu menampilkan semburat warna kecokelatan pada matanya. Suatu hal yang tidak disadari oleh Daisy sebelumnya.
"Lo mau jadi pasangan prom gue nggak?" tanya lelaki itu dengan serius, mengalihkan atensi Daisy dari bola mata kepunyaan Bumi.
"Kenapa orang-orang pada ngajakin gue ke prom mulu sih?" tanyanya dengan sebal
Bumi melebarkan matanya dengan ekspresi terkejut, "Ada cowok lain yang ngajakin lo ke prom juga? Tapi, gue nggak heran sih... siapa juga yang nggak pengen jalan sama cewek cantik terus cerdas kayak lo" tukasnya dengan murung.
"Kemarin Rayya, sekarang Kevin. Terus tadi Erina juga tapi, kayaknya dia nggak masuk hitungan soalnya dia cuma pengen buat nyoba make up in gue waktu prom nanti" jawabnya dengan helaan nafas.
"Dasar Kevin anjing..." umpat Bumi dengan perasaan terkhianati.
"Lo di ajak sama Sheila, kan? Kayaknya Dinda juga pengen ngajak lo, tuh" tukas Daisy.
Kini giliran Bumi yang kebingungan menjawab pertanyaan dari gadis itu, "Ya kan gue tolak..." cicitnya.
"Kenapa di tolak? Sheila anak olimpiade kayak gue, terus Dinda juga atlet gymnastic kan? Mereka berdua sama-sama cantik terus pinter, tuh!" cecar Daisy seraya mengangkat dagunya dengan angkuh.
"Ya soalnya cuma lo yang gue suka." tantangnya tanpa memutuskan kontak mata mereka "Lagipula menurut gue, lo jauh lebih cantik daripada mereka..." imbuhnya seraya tersenyum tipis dan menyelipkan sejumput anak rambut milik Daisy ke belakang daun telinganya.
Daisy dapat merasakan jantungnya berdebar-debar dengan kencang karena ucapan dan tindakan Bumi barusan. Selama beberapa saat, ia tetap terpaku sebelum pada akhirnya bisa mengendalikan dirinya sendiri dan dengan cepat memalingkan wajah.
"Apaan sih?!" elaknya dengan gugup "Lo nggak pinter ngelawak! Shut up!" sentaknya seraya dengan cepat mengambil sebuah buku dan keluar dari perpustakaan itu tanpa pertanyaan curiga dari sang penjaga.
Daisy setengah berlari tatkala hendak menuju kelasnya. Bunyi detak jantungnya mungkin kini sudah setara dengan derap langkah kakinya. Ia tidak suka melihat lelaki itu memasang ekspresi wajah yang serius karena hal itu sangat merepotkan hatinya.
Toh, mereka juga tidak setara jika dilihat dari berbagai sisi. Tidak ada gunanya untuk memulai 'sesuatu' yang lebih jika pada akhirnya tidak akan terjadi.
Dan, Daisy-mulai kembali mencoba untuk merentangkan jarak di antara mereka.
Ia tidak mau disakiti oleh ekspetasinya sendiri, bahkan jika itu adalah ilusi bahwa ia dan lelaki itu akan bersama di kemudian hari.
G'Note:
Haii! Maaf ya kali ini agak pendek soalnya lagi diserang tugas kuliah😌
Sincerely, Ann🦋
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Get: A+
Fanfic"Apaan banget deh! Annoying!" dengusnya tak suka tatkala mendengar orang yang menempati ranking satu bukanlah dirinya lagi, melainkan anak pindahan super menyebalkan yang sayangnya mempunyai lesung pipi manis seperti idolanya. "Kesal sama gue, Dais...