1. Nishimura Ryuuki-71,42 (Todaiji Gakuen Senior High School)
2. Myoui Gama
-69,10 (Todaiji Gakuen Senior High School)
3. Sophia Tan-64,20 (Nanyang Girls Senior College)
4. Li Jìngyi-63(Morrison Academy)
5. S. Daisy Btari-56,70 (Pembangunan Bangsa Senior High School)Namanya ada di dalam peringkat terakhir, itu berakhir dirinya akan maju ke dalam babak final satu bulan lagi. Ia, masih dapat bersekolah di SMA Pembangunan Bangsa. Daisy tidak tahu bagaimana wajahnya saat ini tetapi, ia masih sangat-sangat mengkhawatirkan kedua orang yang ada di peringkat teratas karena perbedaan skornya yang sangat jauh jika dibandingkan dengan peringkat tiga sampai lima.
Kemungkinan terbaiknya, Daisy akan menyabet medali perunggu.
Kemungkinan terburuknya, ia akan di depak dari sekolah.
...
Sepulangnya ke Indonesia, Daisy terlihat sedikit lesu, ia bahkan selalu mual ketika mencoba memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Perutnya lapar, namun ia tidak bisa memakan apapun dan berakhir hanya meminum jus atau susu yang diberikan oleh Bumi.
"Lo beneran nggak apa-apa? Mau roti atau sereal gitu, nggak?" tawar lelaki itu "Dari tadi lo belajar tapi, perutnya nggak ke isi makanan..."
Daisy menggeleng pelan lalu mencapakkan buku latihan soalnya dan menghela nafas berat, "Bahkan brownies yang lo kasih kemarin aja di makan sama Jasmine. Rasanya mual banget padahal sebelumnya nggak pernah begini..." keluhnya "Gue kepingin banget makan brownies semalem tapi, nggak bisa..."
Bumi lalu mengamati temannya itu lalu memgulurkan tangannya "Kayaknya lo butuh rehat sebentar. Mau ikut gue, main?"
Dan disinilah Daisy sekarang, membolos dua mata pelajaran terakhir di sekolah lelu menuju salah satu mall yang ada di Jakarta untuk bermain di wahana ice skatting yang selama ini selalu ia inginkan. Namun tiba-tiba ia teringat wajah adiknya yang berbinar-binar, Jasmine pasti sangat bahagia kalau ia bisa bermain selunjur es ini. Bak bisa membaca pikiran, Bumi membantu mengikatkan tali sepatunya lalu berkata, "Kalau Jasmine udah libur, Kita ajak dia kesini, oke?" Ucapnya sembari tersenyum lebar.
Tak tahu membalas apa, maka Daisy guratkan senyumnya lalu berkata, "Makasih ya Bum..."
BRUK!
"Mau coba lagi."
Bumi menggelengkan kepalanya heran, "Itu lo udah jatuh lebih dari tiga kali loh... istirahat bentar di pinggir rink, lutut lo pasti memar."
"Nggak. Gue mau-"
BRUK!
"Ngeyel! Sini pegang tangan gue, itu seoatunya majuin. Rather than trying to balance your feet, try to focus on your core. It will makes your upper body more stabile. Pelan-pelan, astaga Daisy... nah! Iya, begitu"
Genggaman tangannya mengerat namun, tatapan matanya tetap terarah kepada es yang ada di bawah kakinya lalu kemudian tertawa kecil ketika ia berhasil menyeimbangkan kedua kakinya yang terbungkus sepatu tebal itu.
"Gue coba seluncur pelan-pelan, jangan lepasin tangan gue, oke?" Daisy mengangguk mantap.
Kedua orang itu kini telah berseluncur mengitari arena rink sembari bergandengan tangan. Daisy tidak bisa menyembunyikan senyum lebarnya ketika hawa dingin mulai menerpa rambutnya yang tidak terikat.
Dan Bumi? Jangan di tanya rupa anak itu saat ini. Mungkin giginya sudah kering kerontang saking lebarnya senyum bocah itu sekarang. Di rasai sudah cukup seimbang, ia mencoba melepaskan genggaman tangannya perlahan dan membiarkan Daisy meluncur terlebih dahulu sembari mengawasinya dari dekat. Untuk pertama kalinya ia melihat Daisy tersenyum selebar itu sembari tertawa senang layaknya anak SMA pada umumnya. Mata cokelatnya menyabit dengan lengkingan suara penuh semangat yang terus-terusan terlontar dari mulutnya.
"GUE BISA! BUMIII! GUE BISAAA HAHAHA" tawanya membuat Bumi terhenyak dan berhenti. Dari pinggir rink ia melihat Daisy meluncur dengan cepat dan bersemangat seolah hal ini adalah hal yang paling membahagiakan dalam hidupnya.
Bumi seketika panik ketika Daisy tidak dapat memghentikan kakinya. Ia dengan cepat berlari menyusul gadis yang kini menatapnya dengan panik karena lelaki itu berada tepat dihadapannya.
"MINGGIR! GUE NGGAK BISA BERHENTI! BUMI!" ujarnya semakin panik karena Bumi sudah membungkukkan badannya dan merentangkan kedua tangannya.
Mereka berdua jatuh dan berputar-pitar di atas es. Kalau Bumi tidak menahannya, sudah dapat dipastikan Daisy akan menabrak pembatas arena seluncur es itu. Mungkin saja ia akan terluka walaupun gadis itu sudah memasang pelindung lutut dan helm.
"Lain kali kakinya mengerucut ke depan kalau mau berhenti" ucap Bumi dengan terengah lalu tertawa "Nggak luka kan?"
Tidak di sangka, gadis itu juga itu tertawa terbahak bahak dengan tubuh yang masih menindih lelaki itu. "Yang tadi itu seru banget, Bum!"
Kemudian Daisy dengan perlahan berdiri dan menyeimbangkan kakinya dengan senyum yang masih sama lebarnya seperti tadi.
"Smile, Daisy... it looks good on you."
...
Motornya terhenti di depan sebuah gerbang sekolah Sekolah Dasar Negeri, Bumi kemudian melepaskan helmnya lalu berkata pada Daisy bahwa ia tidak perlu turun dari motornya untuk menjemput Jasmine.
"Gue udah tahu kelasnya, lo nggak perlu turun" ucapnya sembari tersenyum. Daisy bahkan tidak tahu harus berkata apa karena ia hanya menitipkan Jasmine selama lima hari namun, sepertinya Bumi sudah benar-benar menjadi kakaknya saat ini.
Bumi melirik jam tangannya, ia menjemput terlalu awal karena saat ini jarum jam masih belum menunjukkan pukul tiga sore. Tangannya bergerak mengamati foto dan video yang ia ambil tadi. Kebanyakan berisi potret Daisy yang tersenyum dan tertawa lebar. Ia ikut tersenyum melihatnya. Tak begitu lama, dering bel yang memekakkan mengagetkannya. Segerombolan murid berseragam merah dan putih berhamburan keluar dari ruang kelas sembari dengan wajah sumringah.
Bumi tidak melihat wajah Jasmine walaupun hampir dari keseluruhan anak kelas 6 B sudah keluar. Kemudian ia rasai tangannya di tepuk pelan oleh seorang anak kecil yang Bumi lihat pernah bermain dengan Jasmine.
"Uhm-kakak yang sering jemput Jasmine kan?" tanyanya dengan ragu, kemudian Bumi berjongkok dan tersenyum.
Lelaki itu mengangguk, "Iya, Jasmine nya di mana ya?"
"Sebenernya aku nggak dibolehin Jasmine buat ngasih tau ini ke kak Daisy atau ke kakak tapi, aku nggak tega liat temenku digituin..."
Bumi mengerutkan alisnya heran, "Huh? Memang kenapa?"
"Aku bingung jelasinnya... kakak ikut aku aja ya!" ujarnya dengan cepat lalu berlari yang mau tak mau membuat Bumi juga ikut berlari mengikutinya.
Dan disinilah Bumi berada, di sudut lorong sekolah yang sangat tersembunyi menyaksikan Jasmine di rundung oleh dua anak yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Get: A+
Fanfiction"Apaan banget deh! Annoying!" dengusnya tak suka tatkala mendengar orang yang menempati ranking satu bukanlah dirinya lagi, melainkan anak pindahan super menyebalkan yang sayangnya mempunyai lesung pipi manis seperti idolanya. "Kesal sama gue, Dais...