29. hard to love

37 7 2
                                    

"Day? Lo kenapa sih? Gue punya salah sama lo?" ucap Bumi seraya mengejar langkah Daisy yang saat ini terburu-buru menuju lab Kimia.

Perempuan itu memilih untuk mengacuhkannya dan menjawab pertanyaan lelaki itu secara singkat. Sebuah jawaban yang tak berarti bagi Bumi, meninggalkan Bumi yang hanya bisa menghela nafas saat melihat punggung milik Daisy yang perlahan menghilang.

Mereka baik-baik saja beberapa hari yang lalu, setidaknya bagi Bumi.

Lelaki itu lagi-lagi hanya bisa menatap Daisy dari kejauhan, seperti dulu sewaktu mereka baru saja kenal. Ia tidak tahu alasan di balik sikap dingin perempuan itu yang tiba-tiba kembali muncul ke permukaan.

Apakah karena acara prom itu? Apa yang salah dari pernyataannya waktu itu? Ia sedikit memaksa, memang. Hal itu juga ia lakukan karena Daisy tidak mempercayai ucapannya.

Bumi mencintai Daisy. Sudah, itu saja. Tetapi, mengapa rasanya begitu sulit dan rumit?

●●●•●●●•●●●

Bumi mematut dirinya di hadapan cermin, ia merapikan dasinya sekali lagi sebelum menyampirkan jas hitamnya di bahu dan mengambil kunci mobil yang tergantung.

"Daisy mau jadi pasangan prom lo? Kayaknya beberapa hari terakhir kalian lagi berantem gitu?" tanya kakaknya seraya mengaduk adonan kue resep barunya "Daisy kelihatan banget kalau pengen menjauh dari lo... Kenapa? Lo bikin salah?"

Bumi hanya bisa menundukkan kepalanya dengan lesu. Seharusnya dirinya dan Daisy bersenang-senang saat ini tetapi, secara tidak terduga kembali membentangkan jarak diantara mereka.

"Gue juga nggak tau kenapa dia bisa tiba-tiba kayak gitu lagi. Gue bingung..." keluhnya "Padahal seminggu yang lalu kita baik-baik aja. Daisy- rasanya susah banget..." tanpa sadar ia mengungkapkan semua rasa resahnya terhadap kakaknya itu.

Lelaki yang lebih tua dari Bumi itu akhirnya mencuci tangan di bawah guyuran air sebelum mengacak-acak rambut adiknya, "Terus, lo pengen nyerah?"

Biasanya Bumi akan menonjok bahu milik Cakra jika ia berani mengacak rambutnya yang sudah tertata rapi, "Nggak..." balas Bumi "Tapi, rasanya agak capek aja."

"Lo berdua tuh cuma butuh komunikasi, apalagi lo tahu sendiri kalau Daisy memang agak tertutup soal dirinya sendiri. Coba deh, ngobrol berdua. Ada banyak cerita yang mungkin bikin Daisy merasa takut buat memulai 'sesuatu'. Just go with the flow, no need to rush." ucap kakaknya yang membuat Bumi memikirkan berbagai alasan di balik sikap dingin dan tertutup milik gadis itu.

Maka dari itu, dengan segera ia meluncur menyusuri jalanan Jakarta yang padat pada sore hari ini. Rumah milik Erina adalah tujuannya karena temannya itu bercerita bahwa Daisy menginap di rumahnya sejak semalam untuk membantunya memilih gaun dan mencoba make up yang cocok untuk prom kali ini.

Ia berdiri, menanti Erina untuk membuka gerbang rumahnya selepas ia telepon lima belas menit yang lalu. Rupanya, temannya itu sudah menyelesaikan riasan mukanya walaupun ia masih mengenakan piyama.

"Buset, kagak mandi lo? Masih pake piyama begitu?" seloroh Bumi dengan iseng.

"Eh, dodol garut! Lo berangkat sendiri aja, biar Daisy sama gue."

Bumi tertawa kecil, "Dih, pundungan"

Ia duduk di ruang tamu pada rumah milik keluarga Martadinata yang merupakan rekan bisnis papa nya. Bumi sudah mengenal Erina sedari dulu tetapi, karena keluarganya sempat pindah ke Surabaya, akhirnya mereka baru kembali bertemu ketika memakai seragam putih abu-abu.

"Tunggu di sini bentar ya, gue panggilin Daisy. Dia udah selesai kok."

Mata milik perempuan itu melebar, pertanda bahwa ia tidak menyangka bahwa Bumi tahu kalau ia menginap di rumah temannya itu. Sedangkan Bumi sendiri rasa-rasanya tidak bisa menutup mulutnya sendiri karena melihat penampilan 'baru' milik Daisy.

Poni panjangnya rupanya di potong sedikit untuk membingkai garis rahangnya. Rambutnya di buat mengikal, tergerai apik di punggungnya. Gaun putih sifon yang mengembang, terayun lembut setiap kali Daisy bergerak. Panjangnya mengatung di atas mata kaki sedangkan kakinya saat ini terbalut sepatu hak setinggi empat senti yang berwarna hitam.

Wajahnya yang biasanya hanya memakai bedak dan lipbalm, kini di pulas oleh riasan tipis yang menonjolkan kontur parasnya. Warna eyeshadow pastel dan eyeliner itu membuat matanya tampak tajam tetapi, sapuan blush on berwarna merah muda pada kedua pipinya itu membuat wajahnya nampak menggemaskan.

"You-. Drop dead gorgeous." tukas Bumi yang akhirnya bisa berbicara selepas terperangah.

"Hasil karya siapa dulu nih, boss?" ucap Erina sembari menaik-turunkan alisnya.

Kontras dengan penampilan Daisy yang lembut, Erina memilih untuk mengenakan bodycon dress berwarna hitam ala Audrey Hepburn pada film Breakfast at Tifanny's. Lengkap dengan lipstik merah terang dan sarung tangan beludru panjang berwarna putih.

"Mau cosplay lu?"

"Si anjing! Gue kempesin ban mobil lo pas di basement nanti!"

Selepas beberapa pertengkaran kecil dengan Erina, Bumi dan Daisy meluncur memyusuri jalanan kota menuju ballroom hotel yang telah di sewa oleh sekolahnya itu.

Hampir setengah perjalanan tidak ada satu patah katapun yang terucap dari mulut gadis itu. Bumi berusaha untuk mengenyahkan kecanggungan itu dengan menyanyikan lagu yang saat ini terputar di radio yang sialnya sangat menggambarkan isi hati Bumi saat ini.

Manalah ku tahu datang hari ini
Hari di mana ku bertemu dia
Yang tak aku bidik, yang tak aku cari
Duga benih patah hati lagi

Bumi mengigat-ingat kembali pertemuan pertama mereka di kantin sekolah pada waktu itu. Daisy yang membaca komik detective Conan dengan alis berkerut dan sapaan ramahnya yang membuatnya sedikit terusik. Sifatnya yang kelewat ramah kepada siapapun rupanya merupakan hal yang sedikit aneh bagi Daisy yang selalu serius.

Jika dia memang bisa untukku
Sini, dekat dan dekatlah
Dan jika, dia memang bukan untukku
Tolong, reda dan redalah
Reda dan redalah
Atau mendekatlah

Suara dari Tulus yang mengalun lembut menyanyikan lagu hitsnya- Interaksi, membuat Daisy sedikit terbawa suasana sendu. Mobil milik lelaki itu kini sudah terparkir dengan sempurna di basement. Sesaat selepas Bumi menanggalkan sabuk pengamannya dan hendak keluar, Daisy membuka mulutnya, memanggilnya dengan suara lirih.

Sebuah pertanyaan terlontar, dan satu pertanyaan itu membuat Bumi merenung.

G'Note:

Semoga ga bosen yaa nungguin kisah Daisy-Bumi❤️

Ada yang pernah punya pengalaman suka sama orang tapi orangnya tuh kayak suliitt banget buat dicintai? Kalau iya, selamat! Kalian mirip dengan Bumi🫱🏻‍🫲🏼



How To Get: A+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang