"Hehehe sini masuk! Gue abis begal mobilnya kak Cakra. Kalau naik motor nanti Jasmine masuk angin gara-gara gue taruh di depan..." ucapnya dengan kekehan. "Nanti sebelum lo kerja, kita jemput Jasmine dulu ya?"
Bocah berseragam merah putih itu menggelengkan kepalanya dengan heboh "Aku bisa naik angkot! Kalau berangkat nggak bisa, soalnya ga berani naik angkot pagi-pagi begini... pasti sepi"
Kalimat yang dilontarkan oleh anak SD itu membuatnya mengerutkan kening, terheran. "Memangnya berani?" tanyanya tak yakin.
"Semenjak gue kerja, dia pulangnya emang selalu naik angkot. Katanya temen-temennya juga banyak kok yang naik transportasi umum gitu. Awalnya emang takut buat ngelepasin dia tapi, mau gimana lagi? Anaknya yang maksa..."
"Kasihan kakak kalau bolak-balik dulu sebelum kerja hehe" kekehnya "Lagian aku udah gedee tauu!"
Membuat kedua orang itu ikut tertawa ketika mendengarnya. Daisy seperti mempunyai banyak rahasia dan kejutan seperti ia yang sama sekali tidak melihat keberadaan ibu dan ayah dari gadis itu. Sejauh yang ia tahu, Daisy masih memiliki orangtua. Namun, mengapa ia tidak pernah melihatnya?
Bumi memarkirkan audinya dengan sedikit kesusahan karena jujur saja, tangannya tidak begitu terbiasa dalam hal menyetir mobil apalagi saat ini parkiran sekolah sudah cukup ramai. Hampir saja menabrak kalau Daisy tidak mengingatkannya dengan panik.
"Hehehe-Aduh!" Ia meringis tatkala tangan milik Daisy menjitak kepalanya dengan ganas "Nanti aku belajar parkirin mobil lagi deh, janji!" ucapnya sembari nyengir, merasa tidak bersalah.
"Heha hehe! Itu kalau bumper punya orang lain penyok gimana, Bumiii?!"
Sepanjang perjalanan dari parkiran sekolah sampai ke kelas mereka diisi oleh omelan dari Daisy yang tiada henti layaknya kereta api. Lelaki itu sendiri hanya bisa pasrah mendengarnya, ia letakkan buku Fisikanya di atas meja dan ikut bergabung bersama Daisy yang sudah lebih dahulu membuka bukunya dsn belajar. Ia tidak akan pernah bisa memahami bagaimana cara gadis itu mempertahankan rankingnya selama ini kalau hampir dari separuh harinya dihabiskan untuk bekerja. Membayangkannya saja ia sudah pegal sendiri.
Bumi sebenarnya tidak berniat belajar sebelum kelas dimulai, ia hanya ingin melihat Daisy belajar dan mencoret-coret bukunya untuk menghitung. Mulutnya masih sibuk mengunyah permen jeli yang ia bawa sampai ia tidak sadar bahwa suara kunyahannya itu ternyata mengganggu acara belajar Daisy.
Gadis itu mendecak sebal lalu meletakkan pensilnya diatas meja dan menatap intens laki-laki yang sedang mengunyah jeli dengan ekspresi konyol. Ditatap seintens itu, Bumi menjadi malu sendiri, ia berikan cengirannya dan menaikkan salah satu alisnya dengan kepercayaan diri yang luar biasa tinggi.
"Kenapa? Gue ganteng kayak LeeKnow anak nyasar ya? Banyak banget yang bilang gitu, tahu! Jadi malu deh"
Daisy merotasikan bola matanya dengan malas, "Coba kalau makan itu jangan kayak kuda nyap nyap, mulutnya mingkem." Bumi mencebikkan bibirnya, merajuk.
"Iya nih, mingkem! Hmm, mingkem!" ujarnya yang membuat Daisy memutar bola matanya dengan malas.
[●●●●●]
Bumi tidak tahu apa yang terjadi tetapi pada saat ia meninggalkan kelas dan hendak ke kamar mandi, ia mendengar bisikan dan rumor tidak benar dari orang-orang yang membicarakan Daisy. Lelaki itu tahu betul bahwa reputasi Daisy di sekolah ini tidak ada cela sedikitpun, mendapati bahwa ada orang yang berbicara sembarangan tentangnya membuat ia sedikit kesal.
'Miskin kok belagu'
'She doesn't need to throw her apron to him. Dia kan bisa nolak baik-baik'
'Duh, kesayangan guru ternyata bad attitude ya...'
Lelaki itu memasang wajah ramah sebagai topeng dan mendekati kumpulan gadis-gadis yang sedang asik berbicara di pojok loker, ia tersenyum dan menyapa mereka. Bumi sadar kalau ia dikaruniai wajah yang lumayan tampan, terbukti bahwa beberapa dari mereka langsung tertarik dan dengan terburu tersenyum cerah saat ia sapa.
"Bicarain apa nih, Karin?" ia melirik nametag gadis itu "Mau tahu dong! Gue kan pengen lebih membaur walaupun gue emang anak baru di sini" diakhiri dengan senyum.
"Gue denger Daisy nolak Jesse dua kali! Yang kedua malah lebih parah soalnya dia cerita kalau itu cewek sampai ngelempar apronnya. Maksudnya kan kalau dia nggak suka, yaudah tolak secara halus gitu" ujarnya dengan bersemangat, membuat Bumi mengernyitkan alisnya.
Ia berdeham lalu bertanya, "Maksudnya nolak? Dia pernah nembak Daisy gitu? Kak Jesse cerita kalau dia nyatain perasaannya buat Daisy untuk yang kedua kali terus berakhir dengan penolakan?"
Karin menganguk dengan antusias.
Selepas mendengar hal itu, Bumi beranjak dan memasuki bilik toilet dengan rasa kesal yang luar biasa. Bisa-bisanya lelaki itu memutar balikkan fakta yang sebenarnya? Para gadis itu tidak tahu apapun namun dengan entengnya berbicara buruk padahal mereka belum mendengar ceritanya dari kedua sisi yang berbeda. Hanya dalam waktu enam bulan saja ia dapat menilai isi dari sekolah ini secara keseluruhan.
"Bumi, jangan. Biarin aja."
Matanya melebar saat mendengar itu. Ia sudah menceritakan tentang rumor buruk soal dirinya tetapi, Daisy mengatakan tidak sewaktu ia hendak mempublikasikan video insiden yang terjadi kemarin pada laman resmi milik sekolah. Ia tidak mengerti. Terlebih saat Daisy tidak mengatakan alasannya.
"Ini perkara harga diri sama nama baik yang lo jaga selama ini! Gimana sih?"
"Gue yang lebih tahu apa dampaknya kalau lo unggah video itu, Bumi. Tolong hargai keputusan gue..."
Ia mendecak sebal namun tidak bisa marah karena di dalam hal ini, Daisy lah yang akan memutuskan karena dia yang menjadi korbannya. Tidak ada yang bisa Bumi lakukan selain menekan tombol 'kembali' pada ponselnya, menuruti keinginan gadis itu.
Satu hal yang Daisy tidak ketahui bahwa insiden itu menjadi sebuah titik balik di dalam hidupnya yang sudah cukup mengenaskan itu.
[●●●●●]
Hatinya bergemuruh ketika ia menerima surat itu. Amplop cokelat dengan emblem sekolahnya itu menjadi momok setiap siswa penerima beasiswa. Ia menatap perempuan dengan gelungan rambut elegan itu dengan tajam.
"Kamu seharusnya tidak berbuat macam-macam dengan anak dari salah satu donatur, Daisy-"
Ia hela nafasnya dengan cepat, "Lantas? Apa hanya karena saya miskin lalu saya pantas untuk di sebut sebagai 'pelacur'? Sepertinya sekolah ini tidak lebih dari sekedar jejeran petinggi yang memerah hasil dari otak saya lalu pergi sesukanya."
Tanpa mau mendengarkan balasan lagi, ia beranjak pergi dari ruangan yang selalu membuat jalur pernafasannya tercekat itu. Ia tidak menyangka bahwa tindakan pembelaan dirinya waktu itu akan membuat namanya di coret dari daftar beasiswa. Daisy tidak pernah menyangka bahwa lelaki itu akan bertindak sejauh ini.
Langkah kakinya terhentak saat mendekati ruang kelas yang bertuliskan Sosial A-12 itu. Ruang kelas yang semula sepi itu tiba-tiba menjadi ramai karena kumpulan lelaki pengikut si tuan muda itu bersiul dan menyorakinya. Ia berdiri tepat dihadapan lelaki yang kini sedang menyeringai itu. Sebuah senyum merendahkan dan tatapan mata yang membuat dirinya hampir muntah itu membuatnya menyentakkan amplop coklat itu tepat di dahinya.
Persetan dengan beasiswa, ia sudah muak luar biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Get: A+
Fanfiction"Apaan banget deh! Annoying!" dengusnya tak suka tatkala mendengar orang yang menempati ranking satu bukanlah dirinya lagi, melainkan anak pindahan super menyebalkan yang sayangnya mempunyai lesung pipi manis seperti idolanya. "Kesal sama gue, Dais...