7. Differences

57 11 0
                                    

"Mau gue bejek-bejek aja itu mukanya! Kesal!" ucap Bumi dengan gemas sembari memukul-mukulkan tangannya di udara "Mukanya mesum banget sialaan! Auranya jelek banget!"

Pria yang tidak Daisy kenali itu tersenyum menyapanya, "Gue Cakrawala, kakaknya nih bocah sekaligus owner kafe ini"

Seketika ia terkejut lalu menundukkan kepalanya dengan sopan. Daisy sendiri tidak menyangka bahwa pria muda itu adalah pemilik sekaligus kepala pastiseri di kafe tempat dimana ia bekerja selama hampir empat bulan terakhir "M-maaf sudah membuat keributan tadi" tukasnya menyesal karena laki-laki yang melecehkannya tadi membanting meja dan memecahkan beberapa gelas kaca.

Cakra tertawa kecil, "Santai aja, dia yang salah kenapa lo yang minta maaf? Lain kali kalau ada yang kayak begini lagi, langsung rekam terus lapor satpam biar mereka di usir. Gue nggak takut kehilangan pelanggan-pelanggan brengsek kayak dia."

Daisy menganggukkan kepalanya lalu berterimakasih. Pria tadi lantas beranjak dari tempat duduknya lalu mengacak sekilas rambut milik Bumi dan Daisy sebelum akhirnya mengenakan celemek dan memasuki dapur.

Meninggalkan Bumi yang merengut tidak suka karena masih diperlakukan layaknya anak kecil oleh laki-lakinya. Sedangkan Daisy sendiri tertegun sekilas lalu ikut berdiri dan melanjutkan pekerjaannya seperti biasa, membuat Bumi menghela nafas dan menggerutu.

Tak hilang akal, Bumi memasuki ruang staff dan mengambil kain lap lantas mulai membersihkan meja-meja kayu yang ada. Menjejeri Daisy yang kesal karena sungguh, lelaki itu tidak membantu siapapun di sini. Badannya yang besar membuat perempuan itu sedikit oleng tatkala tangan milik Bumi tak sengaja menyenggolnya.

"Lo!- bisa duduk diem nggak? Kalau begini terus bisa-bisa pesanan pelanggan yang gue bawa ikutan ke penyet!" dengusnya dengan jengah yang hanya mendapatkan cengiran milik lelaki itu.

Bumi kemudian mengalungi kain lapnya, "Maaf tuan putri, gue bantu bawa nampannya deh. Mau nggak?" tawarnya sekali lagi, mencoba peruntungannya.

Daisy menghela nafas, "Demi Tuhan, Bumi. Lo secara nggak langsung itu bos gue..." ucapnya dengan lirih ketika mengucapkan kata terakhir itu.

Bumi tersenyum kecil memahami kalimat yang diucapkan oleh rekan sekelasnya itu, "Oke. Gue duduk di lantai atas tapi, kita boleh ngobrol nggak waktu shift lo udah habis nanti?" tanyanya yang di jawab anggukan sekilas dari Daisy "Semangat!"

[●●●]

Bumi memberhentikan motornya di depan sebuah rumah kontrakan kecil yang ada di pinggiran ibukota. Matanya mengamati daerah kumuh itu dan bertanya-tanya di dalam hati. Bagaimana mungkin gadis secerdas ini tumbuh di lingkungan yang hampir dikatakan tidak layak ini? Daisy tidak pernah melebih-lebihkan ceritanya. Gadis itu memang benar-benar harus bekerja lebih keras karena jalannya yang memang jauh lebih tajam dibandingkan kebanyakan orang.

Daisy dengan cepat menuruni motor milik temannya itu lalu mengucapkan terimakasih sebelum akhirnya memasuki rumah. Bumi dapat melihat satu kepala kecil menyembul dari balik tirai. Matanya mirip seperti Daisy, hanya saja di dalam mata itu masih ada binar khas anak kecil yang sedang penasaran terhadap sesuatu.

"Ih, kak Daisy pacaran? Mau lihaaatt"

Bumi dengan sengaja membuka helm lalu menurunkan standar motornya dan melambaikan tangannya ke arah gadis kecil tadi.

"Pacar kak Daisy, ganteng! Tapi, motor kita ada di mana kak?"

Lelaki itu tertawa kecil mendengar celoteh lucu milik adik temannya itu dan lantas ia berkata "Daisy, gue jemput jam 6 di sini dan- nggak ada penolakan, okay?" dapat ia lihat gadis kecil tadi membisikkan sesuatu pada kakaknya "Kenapa, cantik?" godanya yang membuat Daisy menoleh dengan ekspresi garang "Waduh, bukan Lo yang cantik tapi, si kecil nih. Mau kakak beliin es krim nggak?"

Mendengar hal itu pipi milik Daisy memerah menahan malu "Apaan sih Lo?! Nggak perlu deket-deket sama adik gue!" tukasnya dengan kesal "Jasmine, kamu masuk dulu ya? Kakak mau ngobrol bentar sama kak Bumi, okay?" adiknya mengangguk patuh.

"Kak Bumi, jangan lupa es krim ku yaa hehehe"

Daisy menghela nafas dan mengusap wajahnya dengan kasar. Ia dapat melihat Bumi tersenyum lebar sembari melambaikan tangannya dengan semangat. Kedua orang itu seperti sudah mengenal satu sama lain di dalam jangka waktu yang lama.

"Maaf soal adik gue. Lo nggak perlu jemput gue besok pagi. Kita bisa naik bis atau transportasi umum yang lain."

Bumi tertawa kecil, "Lo bakalan telat dong kalau gitu? Kan sekolah kalian beda, apalagi Jakarta walaupun berangkat dari shubuh juga tetep macet. Sudahlah, gue juga nggak keberatan. Yuk naik, kita ke minimarket sebentar buat beliin Jasmine es krim."

Awalnya gadis itu menolak namun setelah beberapa saat selepas Bumi berhasil meyakinkan bahwa dirinya sama sekali tidak merasa direpotkan, akhirnya ia kembali menaiki motor itu dan pulang dengan sekantung plastik penuh camilan manis yang pastinya membuat Jasmine senang sembari bertepuk tangan seperti seekor lumba-lumba sirkus.

Daisy yang terbiasa mandiri dan hampir selalu tidak pernah merepotkan orang lain tiba-tiba merasa bingung dengan bagaimana caranya ia membalas perlakuan baik Bumi kepadanya. Tujuh belas tahun ia hidup, tidak pernah ada sekalipun orang yang dengan tulus membantu dirinya dan keluarganya dan Bumi adalah orang pertama yang mengulurkan tangan untuknya. Ia bingung dengan segala ucapan semangat, gestur lembut, dan tawa milik laki-laki itu. Pun dengan Bumi yang tidak bertanya di mana ke dua orangtuanya itu cukup membuatnya terkejut.

Karena kebanyakan orang hanya ingin tahu masalahnya tanpa ada niatan untuk menolong. Tetapi, lagi-lagi Bumi adalah sebuah pengecualian.

Bumi 11-A
Daisy...

Hmm?

Bumi 11-A
Jasmine suka sama camilan-camilan yang kita beli tadi kan?

Jelas suka.

Bumi 11-A
Bagus deh. Selamat malam :)

Ya, malam.

Bumi 11-A
Daisy...

Ada apa lagi?

Bumi 11-A
Nggak apa-apa hehehe

Lo mau gue pukul?

Bumi 11-A
Galak banget :(

Bumi, makasih banyak untuk hari ini. Semisal kalau lo butuh bantuan, panggil gue...

Terus sampaikan juga buat kak Cakra, gue benar-benar minta maaf soal yang tadi karena tadi waktu gue hitung, ada enam gelas sama empat mangkuk dessert yang pecah.

Bumi 11-A
Buset, ngapain lo hitung? Kak Cakra juga sudah nggak mempermasalahkan hal itu. Tenang saja, Daisy

Maaf, makasih banyak buat hari ini.

Bumi 11-A
Anytime buat kakak kesayangannya Jasmine :)

Bumi tersenyum menatap layar ponselnya. Selama ini ia sedikit takut untuk menghubungi gadis itu terlebih dahulu apalagi kalau tidak ada tugas yang mengharuskan mereka bekerja sama. Malam ini adalah kali pertama mereka berbincang hal lain di luar tugas.

Abian
Motornya sudah beres nih, mau lo ambil kapan? Sekalian nongkrong bareng yang lain nggak?

Tiga hari lagi gue ambil.

Abian
Gue mencium bau-bau modus...

Si anjing! But, thanks Bi!

Abian
Yoi, santuy.

How To Get: A+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang