2. new friend or?

70 12 0
                                    

Matahari belum terbit, namun seorang perempuan kini menunduk-nunduk untuk menyapu pecahan kaca yang berserakan. Ia mengenakan sandal supaya kakinya tidak terluka. Daisy mendapati ayahnya tertidur di depan televisi dengan suara dengkuran yang begitu keras.

Dengan cekatan, tangannya meraih sebuah telur ayam lalu mencampurkannya dengan tepung bumbu instan sembari memasukkan irisan daun bawang dan menggorengnya. Daisy meneriakkan nama adiknya sementara tangan kanannya sibuk menyiduk nasi yang baru saja matang.

"Jasmine! Sarapan!"

Selepas membagi telur itu menjadi empat, ia memasukkan setengahnya kedalam kotak bekal milik adiknya lalu menggoreng telur orak-arik untuk ayahnya nanti. Daisy melirik jam yang sudah menunjukkan pukul lima pagi. Selepas memanaskan motor tuanya, ia mengantar adiknya lalu berangkat ke sekolah sementara jalanan ibukota mulai terasa padat walaupun masih pukul enam pagi.

Gadis itu langsung membuka kunci lokernya dan mengeluarkan buku soal latihan matematika. Ia baru akan mengerjakan soal ke lima kalau saja si anak baru itu tidak duduk di hadapannya sembari ikut memandangi buku soalnya.

"Is it too early for solving math exercise?" tanyanya, Daisy tetap melanjutkan hitungannya sembari bergumam.

"Yeah, its too early but my last exams only got 96."

Bumi menaikkan alisnya tak paham, "Padahal itu masih bagus banget loh..."

Gadis itu menyunggingkan senyum kecutnya sembari berdecak, "Bagus menurut gue tapi, jelek menurut dewan."

...

Matanya menekuri angka-angka yang ada dipapan tulis putih itu, ia dapat melihat teman-temannya menghela napas malas dan memalingkan pandangannya supaya nama mereka tidak dipanggil oleh sang guru. Dari sudut matanya, Daisy melihat lelaki itu menopang dagunya dan menggerakkan tangannya di udara seolah sedang kenghitung sesuatu.

Bumi mengangkat tangannya bersamaan dengan Daisy yang hendak berdiri ingin maju dan menjawab soalnya. Pak Frans cukup terkejut karena selama ia mengajar, hanya Daisy lah yang antusias mengikuti semua materinya tetapi, sepertinya murid ambisius yang ada di kelasnya bertambah satu.

"Oh?! Daisy dan hmm- Bumi? Ingin maju menjawab?" keduanya mengangguk. "Baiklah! Daisy di sebelah kanan, dan Bumi bisa gunakan papan bagian kiri. Tidak perlu takut salah" lelaki paruh baya itu berbicara dengan nada antusias.

Baru tiga puluh detik tetapi Bumi sudah meletakkan spidol hitamnya sementara Daisy masih terus menulis. Selepas gadis itu meletakkan spidolnya, pak Frans berdiri dihadapan papan itu sembari mengamati jawaban keduanya.

"Menarik. Daisy dan Bumi, jawaban kalian sama benarnya tetapi perbedaannya ialah, jawaban Daisy lebih rinci dan runtut sementara milik Bumi menggunakan cara singkatnya. Both of you, good job!"

Kelas itu diakhiri dengan tepukan tangan beserta suara dering bel yang memekak.

Bumi kembali menduduki kursi yang ada dihadapannya tatkala Daisy sedang merapikan buku dan kertas coretannya diatas meja. Ia tersenyum aneh lalu meletakkan sebuah yoghurt bluberi di meja gadis itu.

"Gue tebak, lo mau belajar lagi? Nih sambil makan-eh! Minum yoghurt."

Daisy menaikkan sebelah alisnya, menatap heran lelaki yang ada di hadapannya.

"Bumi! Lo nggak ke kantin? Btw, gue Kevin." salah seorang temannya mengajak lelaki itu untuk ke kantin. Perempuan itu sendiri menghela nafas lega, setidaknya agenda belajarnya kali ini tidak diinterupsi oleh siapapun.

Namun sayangnya, pria itu malah menggelengkan kepalanya, ia mengambil sebuah tas kain kecil lalu mengangkatnya dan berkata, "Sorry ya, gue bawa bekal nih hehehe"

Kevin dan Daisy memandangnya terkejut, terdengar sedikit aneh kalau ada seorang anak apalagi laki-laki yang membawa bekal dari rumah yang notabennya bersekolah di sekolah yayasan yang elit.

"Hmm, oke deh. Gue ke kantin dulu ya Bum, Day..."

Pria itu membuka kotak bekalnya dan membuat aroma ayam saus merah tercium oleh Daisy. Gadis itu berusaha tetap fokus walaupun perutnya saat ini sudah meronta-ronta ingin makan. Namun uangnya saat ini harus ia tabung untuk SPP adiknya dan menambah uang rumah kontrakkan yang ia tempati. Daisy dengan cepat membuka tutup botol yoghurt pemberian Bumi, lalu meminumnya pelan-pelan. Dapat ia rasakan cairan kental berperisa itu menuruni kerongkongannya namun tak membuat perut laparnya puas.

Bagai surat yang terbalas, Bumi menawarkan isi bekalnya itu "Mau ayam nggak? Mama kebanyakan ngisinya nih. Sama salad? Gue nggak suka sayur hehehe" ia sodorkan wadah kecil yang ternyata bisa dipisahkan dari kotak bekalnya, berisikan ayam. Bumi lalu merogoh tas kainnya lagi dan mengeluarkan satu kotak bekal lagi yang sedikit kebih besar, berisi salad sayur yang terlihat sangat enak dimata gadis itu.

"Lo beneran nggak mau semuanya?" tanyanya ragu.

"Iyaa, makan aja. Daripada pas gue pulang dimarahin Mama gara-gara nggak dihabisin. Pake sendok salad sayur aja, Daisy. Ada di dalem wadahnya kok."

Daisy melihat sendok dari kayu yang lucu. Ketika Bumi berdiri untuk membuang tissu yang ia gunakan sebelumnya, gadis itu langsung menyuapkan sesendok penuh sayur yang sebelumnya ia guyur dengan salad dressing. Perutnya berteriak bahagia karena akhirnya dapat mencerna sesuatu yang enak. Ketika ia mencicipi ayamnya, ia juga tersenyum kecil mendapati bahwa rasanya juga sama luar biasanya.

"Mau yakult nggak?" Bumi menyodorkan botol kecil berisi caira prebiotik itu sementara ia menenggak yang satunya. Gadis itu mengangguk lalu meminumnya juga.

Makan siang kali ini adalah makan siang terbaik yang pernah ia miliki.

"Makasih. Makasih banyak, Bumi..." dibalas oleh anggukan dan senyuman kecil milik pria itu.

"Sama-sama Daisy."

How To Get: A+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang