32. Rencana-Rencana

44 6 0
                                    

Daisy meregangkan lengannya setelah hampir lima jam ia duduk diam di mobil. Aroma asin pantai sudah tercium pada saat Bumi mematikan mesin mobilnya dan membukakan pintu untuknya. Rencana piknik mereka yang beberapa waktu lalu tertunda, kini terealisasikan.

Bumi membuat perempuan itu terkejut pada saat ia dengan tiba-tiba memasangkan topi dengan tepian lebar untuk menghalangi terik matahari yang saat ini mulai membakar kulit mereka. Selepas membawa keranjang anyaman berisikan makanan dan tikar, dengan bersemangat lelaki itu menata sandwich serta kaleng cola dingin yang di simpan pada cooler box dessert milik kakaknya yang ia pinjam secara paksa.

"Bumi! Tangan lo kok merah-merah gitu? Nggak pake sunscreen?!" ujar Daisy sedikit panik. Mereka baru setengah jam bermain-main dan bersantai di pantai namun kulit lelaki itu sudah nampak sangat merah.

Bumi hanya menampilkan cengirannya "Udah kok, kulit gue memang agak sensitif sama panas matahari. Ntar juga nggak apa-apa" jawabnya tak acuh.

Daisy mendengus tak percaya dan memilih untuk melemparkan jaket milik Bumi yang saat ini teronggok di samping camilan mereka "Pake jaket, lo kayaknya alergi panas. Di rumah nanti di kompres pake air dingin terus diolesin aloe gel atau lotion biar lembab!" omelnya "Sekalian ini kacamata sama beannie nya, biar wajah lo nggak melepuh!"

"Perhatian banget sih, yang" godanya seraya menaik-turunkan alisnya yang membuat bahunya di pukul oleh gadis itu "Aduh! Iya maaf, tapi panas lah kalau pakai jaket begini..."

"Mending kepanasan gara-gara pake jaket atau kulit lo melepuh gara-gara sunburnt? Kalau gue sih, terserah ya. Palingan kalau kulit lo melepuh bakalan gue ketawain..."

Bumi tersenyum tipis mendengar ocehan kekasihnya. Mungkin orang lain akan beranggapan bahwa Daisy itu cerewet tetapi, bagi Bumi yang mengetahui sifat gadis itu, kecerewetannya ialah bentuk dari rasa khawatir terhadap orang yang dianggap penting di dalam kehidupannya. Dan Bumi bahagia mengetahui bahwa ia termasuk dalam daftar orang-orang itu bagi Daisy.

Matahari mulai tergelincir dari tahtanya  sekitar lima belas menit yang lalu. Daisy memusatkan seluruh perhatiannya, mengamati lukisan megah tangan Tuhan yang saat ini ia lihat. Bumi menggenggam telapak tangan milik Daisy, lalu tersenyum ke arahnya.

"Kita bakalan begini terus, kan?" gumam Daisy "I want to stop the time..." ucapnya dengan lirih.

"Of course we're always gonna be like this, Daisy. I'll watch you shine, we'll grow together..." jawabnya dengan sudut bibir yang terangkat.

Mereka menatap langit yang perlahan menjingga dengan tangan yang tertaut. Saat ini, tidak ada hal yang mereka paling inginkan selain menghentikan dentang waktu dan menetap di dalamnya.

"Lo udah mikirin bakalan kuliah di mana?" tanya Daisy "Gue masih bingung..."

"Gue bakalan masuk sekolah bisnis buat nerusin usaha Papa soalnya abang udah bener-bener yakin jadi patisserie. Mau nggak mau, gue deh yang harus ambil sekolah bisnis." jawabnya dengan tawa kecil "Lo ngapain bingung? Semua kampus bakalan dengan senang hati nerima lo, apalagi sertifikat penghargaan lo seabrek." lanjutnya.

"Gue keterima di UI."

"EH?! Keren banget, yang! Pengumumannya kapan dah? Kok gue nggak tahu?" tanyanya dengan penasaran.

Daisy terkikik geli, "Baru juga dua hari yang lalu. Lo nggak tahu soalnya kan lo nggak mau daftar SNMPTN..." ujarnya "Tapi, gue ragu gara-gara uang pangkalnya. Belom lagi biaya kos nya disana soalnya kalau PP, bisa-bisa gue tua di jalan..."

Bumi mengerutkan alisnya, "Kok lo nggak bilang gue sih?" tanyanya "Kalau aju banding di kampusnya, gimana?"

"Sebenernya, itu gue udah dapet yang paling rendah... gue coba apply beasiswa tapi, minimal harus semester 2 baru bisa daftar. Mau daftar KIP juga nggak disetujui. Syarat penerima KIP tuh harus semiskin apa sih, anjing? Kesel banget..."

How To Get: A+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang