Selang liburan panjang yang hampir tidak ada bedanya bagi Daisy, tahun ini adalah tahun terakhirnya mengenakan seragam putih abu-abu. Seharusnya ia merasa senang namun, kehadiran Bumi mau tak mau membuatnya merasa sedikit tidak rela melepaskan titel SMA nya.
Nilai-nilainya tetap sempurna walaupun sesekali Bumi merebut posisinya dari peringkat satu. Namun Daisy selalu bisa membalasnya pada waktu kuis. Dalam bidang akademis, mereka berdua setara dan terlihat sangat ambisius walaupun Bumi lebih sering tidur di kelas dan berakhir dengan mendapatkan hujan air dari guru-gurunya.
Terkadang, Daisy sedikit cemburu tatkala Bumi bisa menyelesaikan perhitungan yang rumit walaupun ia sering tidur sewaktu pelajaran. Otaknya sungguh diberkahi oleh kemampuan mengolah informasi dengan cepat dan tanpa bersusah payah sedangkan kepintaran yang Daisy dapatkan ialah hasil dari malam-malam tanpa tidur supaya ia bisa memahami konsep di setiap mata pelajaran.
Seperti pada saat ini, Bumi terkantuk-kantuk pada pelajaran Biologi. Daisy menyikut bahunya tatkala mendapati pak Surya memergoki Bumi yang menunduk dan nampak hampir tertidur pulas. Alih-alih dihadiahi siraman cinta, pak Surya memilih untuk meneriakkan namanya dengan sedikit lantang.
"Pertanyaan untuk Ranu Bumi Mandala! Pembelahan sel secara tidak terkendali yang mengarah kepada kanker dapat dipicu oleh mutasi yang terjadi pada berbagai gen. Secara umum, gen-gen ini dikelompokkan menjadi onkogen dan gen supresor tumor.
Ketika saya mengatakan bahwa dibutuhkan mutasi pada kedua salinan dari suatu onkogen di dalam sel yang sama sebelum sel mengarah kepada kanker, apakah pernyataan saya benar atau salah?"
Daisy mendecakkan lidahnya dengan sebal lantas membisikkan jawabannya, "Salah! Jawabannya salah!" bisiknya dengan geram.
"Salah pak!" jawab Bumi dengan spontan.
"Mengapa? Berikan alasan yang jelas, dong! Kan kalian semua akan menjadi mahasiswa!" sentak pak Surya "Jadi, apa alasannya, Bumi?" tuntutnya dengan tak sabar.
"Eh maaf pak tapi, pertanyaannya boleh di ulang?"
Daisy menepuk dahinya dengan ekspresi lelah, ia dengan cepat mengulang pertanyaan yang diberikan oleh pak Surya dengan lantang.
"Gimana? Benar atau salah?" tukasnya dengan sebal selepas mengulang rentetan kalimat pertanyaan tadi.
Bumi mengerutkan alisnya "Ya salah dong, kan cuma butuh mutasi pada satu salinan di onkogen untuk berkembang menjadi sel kanker." jawabnya debgan santai sembari terus menatap Daisy sementara gadis itu sudah berusaha sekuat tenaga untuk memberikan kode supaya ia menoleh dan mengatakan jawabannya di hadapan pak Surya.
Namun, sudah terlambat. Bumi tidak menangkap sinyal dari Daisy dan berakhir dengan gulungan latihan soal yang di pukulkan di belakang kepalanya.
Lelaki itu meringis, tidak begitu sakit tetapi cukup untuk membuat rasa kantuknya hilang entah kemana "Gurunya itu Daisy atau Saya? Coba jawab sekali lagi yang serius!" bentak lelaki itu
"Hehe maaf pak. Jawaban saya adalah mutasi pada satu salinan dari suatu onkogen sudah cukup untuk mengarahkan sel menuju kanker. Begitu, maaf kalau salah"
"Ngapain minta maaf? Kita semua ini belajar, wajar kalau salah! Untuk yang lain, apakah ada sanggahan mengenai jawaban dari Bumi? Atau mungkin ada yang ingin menambahkan informasi lain? Lalu, bagaimana cara ahli untuk melacak mutasinya?"
Salah seorang temannya mengangkat tangan "Para ahli kebanyakan akan memindai genom sel kanker untuk memastikannya."
"Lantas? Kalau ada kata 'dipindai' pasti berpasangan dengan kata 'untuk mencari' kan? Saya ingin jawaban yang lengkap."
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Get: A+
Fiksi Penggemar"Apaan banget deh! Annoying!" dengusnya tak suka tatkala mendengar orang yang menempati ranking satu bukanlah dirinya lagi, melainkan anak pindahan super menyebalkan yang sayangnya mempunyai lesung pipi manis seperti idolanya. "Kesal sama gue, Dais...