3. Ulang Tahun

53 13 2
                                    

Mata gadis itu mengamati belasan cupcake yang berjejer di etalase tempat ia bekerja. Ia baru saja mengganti seragam sekolahnya dengan seragam kafe itu. Semakin banyak pelanggan yang datang karena hari ini memang sangat panas dan makanan manis adalah obat untuk cuaca terik.

"Satu croissant dan ice chocolate fudge. Untuk pudding dan sorbet nya bisa ditunggu lima menit lagi ya kak, maaf dan terimakasih. Selamat menikmati"

Ketika shiftnya berakhir ia dengan cepat langsung melepaskan celemeknya dan berlari ke arah etalase. Ia menghela napas tatkala melihat ternyata cupcake lucu yang tadi ia incar ternyata sudah habis. Biasanya kue yang tersisa akan dibuang atau dibagikan kepada karyawan tetapi hari ini kafe begitu ramai pelanggan, hampir tidak ada yang tersisa.

"Di belakang ada dua cake sisa tuh, cepetan kesana, keburu abis"

"Kak, kalau yang satunya ku beli, boleh nggak?" Rika menaikkan sebelah alisnya heran.

"Loh? Kok dibeli? Kan itu sisaan hari ini Day..."

Daisy menggaruk rambutnya "Adikku ulang tahun hari ini, jadi kalau boleh aku beli kuenya. Soalnya kalau beli di awal, uangku nggak cukup kak..."

"Waduh- WOY JANGAN DIABISIN SEMUA, SISAIN SATU, ADEKNYA DAISY ULTAH- JANGAN DI TOEL KRIMNYA BABII!" tangan perempuan itu memukul lengan milik rekan kerjanya.

"Berapa kak jadinya? Aku boleh beli dengan separuh harga kan kak?" ia merogoh kantung tasnya lalu menyerahkannya kepada Rika.

Sontak mereka semua menjawab "Eeehh! Nggak perlu! Ini kan kue sisa Daay! Bawa aja!" Salah satu pastiseri yang bekerja di kafe itu menolak uangnya "Mau aku benerin nggak kuenya? Sekalian ku tulisin 'HBD' gitu?"

"Nggak perlu kak! Ngerepotin"

"Halaahh, santai aja kali Day! Bentar ya, gue siapin dulu kuenya biar cakep. Salah si Ian nih! Maen toel-toel"

Kue dengan krim lemon itu kini sudah berada di tangannya. Daisy memacu motor tuanya dengan kecepatan rendah, khawatir kue itu tergoncang dan akan merusak tatanan krimnya yang sebelumnya sudah diperbaiki oleh teman kerjanya itu.

Sesampainya di rumah, ia membuka kardusnya di ruang tamu sembari menancapkan tiga buah lilin kecil, sebelum berjalan menuju kamarnya. Daisy dapat melihat adiknya tertidur sembari memegang pulpen dan buku ditangannya, dengan hati-hati ia bangunkan lalu menyanyikan lagu selamat ulang tahun.

"Happy birthday Jasmine, happy birthday Jasmine..." mata bulat milik adiknya itu membulat terkejut lalu berkaca-kaca "Happy birthday to Jasmine"

Daisy sendiri hampir ingin ikut menangis bersama adiknya, ia tahu kalau adiknya sendiri mungkin sudah lupa kapan terakhir kali ia merayakan ulang tahun. Mereka masih terlampau kecil ketika ditinggal pergi oleh ibunya. Melewati semua hal yang memaksa mereka berdua harus mandiri dan dewasa dengan lebih cepat.

"Kaakk, nggak perlu repot beliin aku kue begini. Kakak udah bayar sekolahku, belom nanti buat makan, badannya kakak itu udah kecil, nanti kalau ketiup angin pas naik motor pagi-pagi gimanaa?!" Daisy tertawa melihat celoteh adiknya "Ih! Beneran!"

"Nggak bakalan, Jasminee! Ada-ada saja. Cepetan tiup lilinnya, udah hampir leleh ngenain kuenya lho, nanti nggak enak!"

Ia dengan cepat meniup lilinnya lalu bertepuk tangan, "Sayang kakak banyak-banyak! Aku potong ya?!" tanyanya dengan bersemangat

Daisy mengangguk dan tersenyum lebar melihat adiknya terlihat sangat senang memakan kue itu. Di dalam hatinya, ia berjanji akan merayakan ulang tahun adiknya setiap tahun. Adiknya harus bahagia, adiknya harus memiliki masa kecil yang setidaknya lebih indah daripada dirinya. Biarlah dirinya sendiri yang bekerja supaya Jasmine tidak perlu pusing memikirkan uang sekolah ataupun kegiatan studi lapangan yang tak pernah ia ikuti itu.

"Dua bulan lagi kamu ada study tour kan? Kunjungan ke museum" adiknya mengangguk sembari terus mengunyah kuenya "Kakak boleh minta surat edarannya?"

"Huh? Aku udah ngisi surat keterangan tidak ikut kok. Kakak tenang aja, aku bisa ngerjain tugas penggantinya. Kalau nggak bisa kan ada kakak yang bisa bantu hehehe"

"Kamu mau ikut nggak?" tanyanya yang dijawab gelengan kecil oleh adiknya.

"Nggak perlu, aku udah bisa liat isi museumnya di internet kok..."

...

Daisy mengantongi bukti struk pembayaran studi lapangan milik adiknya dengan gembira. Tahun terakhir sekolah dasar milik adiknya harus menyenangkan, setidaknya, Jasmine harus merasakan serunya karyawisata bersama teman-temannya yang lain.

Maka dari itu, semalam Daisy sudah menyiapkan bekal yang sedikit lebih enak untuk adiknya. Empat buah roti lapis dan buah melon yang dipotong kecil-kecil beserta sekotak susu cokelat yang ia selipkan di dalam kantung tas milik adiknya. Ia bisa membayangkan Jasmine tertawa sembari makan roti lapis itu bersama dengan teman-temannya ketika berada di dalam bis nanti.

"Nanti ikutin kata guru, jangan kepisah sama teman-teman yang lain, kalau mau naik bis kakinya harus hati-hati soalnya pijakannya tinggi, terus jangan lupa bekalnya dimakan biar nggak pusing terus mabuk darat. Ada kantung plastik di dalam tas, tapi kalau bisa jangan sampai muntah! Ada minyak angin juga terus ada obat dan hmm- apalagi ya? Oh! Botol minum juga kakak bawain dua." adiknya menghela nafas sembari memutar bola matanya.

"Kak, aku udah kelas enam SD kalau kakak lupa..."

Daisy tersenyum sembari kembali merapikan kepangan rambut milik adiknya "Yaaa, kan kamu bakalan selalu jadi anak kecil di mata kakak. Jaga diri baik-baik, kalau ada apa-apa, telfon kakak langsung. Denger kan, Jasmine? Telfon, kakak bakal langsung angkat."

Gadis itu melambaikan tangannya dengan hati lapang, ia tidak menyangka bahwa adiknya ternyata sekarang sudah duduk di bangku terakhir sekolah dasar. Rasanya dulu ia masih mengusap ingus adik kecilnya karena lututnya terluka pada waktu olahraga. Ia bangga karena Jasmine tumbuh menjadi perempuan yang cerdas dan mandiri walaupun ia tahu, jauh di dalam hati adiknya itu pasti ia sangat merindukan ibunya.

Tidak apa-apa. Daisy yang akan menjadi ibu untuk adiknya.

Daisy juga yang akan menjadi ayah untuk adiknya juga.

How To Get: A+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang