36. Pengumuman

18 3 0
                                    

Daisy menatap layar laptopnya dengan hati berdebar. Biasanya, kehadiran Bumi akan bisa menenangkan hatinya tetapi, nyatanya hari ini mungkin hal itu tidak berlaku. Dahinya bahkan berkeringat walaupun pendingin ruangan pada kafe itu di setel pada suhu yang cukup dingin.

"Tenang, Daisy... pasti bakalan oke kok hasilnya" ucap Bumi menenangkan dirinya "OH! Udah jam sebelas pas! Lo mau buka sendiri atau gimana?" tanya lelaki itu dengan antusias.

Daisy menghela nafas "Buka bareng aja..." jawabnya sembari menggerakkan kursor ke arah tab pengumuman beasiswanya.

Jasmine sudah menduduki bangku sekolah menengah, ia dan ayahnya terus saja mendesak dirinya untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi walupun ia sedikit ragu untuk meninggalkan kedua orang itu. Namun, Bumi dan keluarganya selalu meyakinkan dirinya kalau mereka akan ikut membantu menjaga mereka karena itulah enam bulan yang lalu ia dengan nekat mendaftarkan namanya ke salah satu beasiswa kedutaan besar Rusia. Ia sudah memilah kampus mana yang sekiranya cocok dengan bidang yang ia minati.

Dan, pilihannya jatuh pada universitas dengan rekor gedung tertinggi di benua Eropa. University of Moscow pada penjurusan bio-molecule. Jika semuanya berjalan dengan lancar, ia akan kembali ke Indonesia setidaknya tujuh tahun ke depan karena kontrak beasiswanya yang menuntut para awardee nya untuk bekerja selama kurang lebih tiga tahun di negara itu.

Sesaat selepas Daisy membuka tab pengumuman, ia langsung terkesiap karena "Eh? Yaahh, websitenya crash!" keluhnya sembari menggerakkan kursor untuk me-refresh laman tersebut.

"Cepetan refresh! Nah, ini masih load-WAAAHHH! LO KETERIMA DAY! CONGRATULATIONS!" teriakan semangat dari kekasihnya itu menarik perhatian beberapa pengunjung kafe termasuk kakak laki-lakinya.

"Apaan woi? Gimana hasilnya?!" tanpa banyak basa-basi, Bumi menggeser layar laptopnya ke arah Cakra "BUSEETT! SELAMAT YA DAAYY! GUE IKUTAN SENENG, SUMPAH!" kini para pengunjung kafe harus terkejut dua kali karena teriakan menggelegar kakak beradik itu.

Daisy masih melongo, menolak untuk percaya. Ia merasakan tubuhnya dipeluk dengan erat oleh Bumi sementara dirinya masih membeku karena terkejut dengan hasilnya.

"Ini...gue, beneran diterima?" tanyanya dengan ragu. "Nggak salah nama kan, Bum?"

"Bener! Nih, nama lo! 'Sandyaloka Daisy Btari' are accepted to be the awardee of Russian Embassy in University of Moscow, Bio-molecule major bachelor degree! Lo beneran diterima, yang!" ucap Bumi dengan senyum lebar dan nada antusias "Cepetan telfon ayah! Kabarin!" tukas Bumi seraya menyodorkan ponsel milik Daisy yang tergeletak di atas meja.

●●●•●●●•●●●

Daisy menatap Jasmine yang berlari le arahnya dengan seragam putih-biru, lengkap dengan dasi pita khas sekolah Pembangunan Bangsa. Ia setengah tidak rela harus jauh dari keluarganya, khawatir mereka akan kerepotan.

"Kakaak! Gimana hasilnya? Pasti keterima, dong! Kan, kakak pinter!" tanya Jasmine dengan antusias.

Daisy tersenyum dan menganggukkan kepalanya, "Kakak berangkat tiga bulan lagi..." ucapan Daisy sontak berbalas dengan teriakan semangat dari adiknya yang kini melompat-lompat kecil.

"KEREN BANGET, KAK! KITA BAKALAN MAKAN-MAKAN NGGAK MALEM INI?" tanyanya dengan mata berbinar "Eh, tapi kan kakak harus nyiapin banyak barang ya? Apa kita belanja banyak malem ini?!"

"Kita makan malem bareng keluarganya kak Bumi abis ayah pulang, kita siap-siap dulu yuk?" ajaknya seraya menggandeng tangan adiknya.

●●●•●●●•●●●

Pada pukul tujuh, seloroh tawa dari kedua meja panjang kafe milik Cakra yang digabungkan itu menggema di seluruh lantai dua. Daisy sendiri tidak mengira bahwa ayahnya akan begitu mudah akrab dengan keluarga Bumi.

Ia tidak tahu harus berkata apa. Mungkin, di kehidupan sebelumnya, ia adalah seorang pahlawan yang menyelamatkan suatu negara karena di kehidupannya yang ini, ia begitu neruntung bisa mengenal keluarga kekasihnya.

"Daisy, kamu harus banyak bawa mantel loh! Di sana, musim panas aja cuma 21° bayangin, musim dinginnya kayak gimana?!" tukas mama. "Dulu mama sama papa suka travelling, jadi punya banyak mantel. Kalau mau, ambil aja! Pasti muat di badan kamu soalnya dulu mama kan kurus"

"Kalau sekarang, ma?" tanya Bumi dengan jahil.

"Masih kurus lah!" kelakar perempuan paruh baya itu.

"Nggak perlu repot-repot, bu! Keluarga ibu sudah banyak bantu saya" ucap ayahnya.

"Nggak repot pak, daripada nganggur karena mantelnya sudah nggak muat lagi? Biar uangnya bisa buat beli kebutuhan lain, bener kan Day? Oh iya, papa juga punya koper, nggak pernah di pake sama sekali soalnya waktu itu beli online, di katalog nya sih warnanya soft gitu... pas dateng, buset! Gonjreng amat! Tapi, kalau buat anak muda mah, cocok-cocok aja."

"Ya kamu, pa! Milih warna oren kayak jersey persija gitu! Itu mah cocoknya buat anak-anak muda kayak Cakra, Bumi, atau Daisy. Lah ini, udah tua begitu nenteng koper oren, gak cocok!" ucapan perempuan itu sontak membuat semua orang tertawa terbahak-bahak.

Makan malam itu berlangsung dengan penuh tawa. Perlahan, Daisy mulai bisa merelakan kepergian ibunya. Keluarga Bumi seolah menambal semua kekosongan yang pernah ada di dalam hidupnya. Kehadiran lelaki itu membawa warna-warna baru yang bahkan belum pernah ia lihat sebelumnya.








G'Note:

Haiii! Ann's here! Setelah chapter ini, timelinenya bakalan maju yaa❣️
I just wanted to say thank you for staying and still reading this story🤍

Lots of love, Ann🦋

How To Get: A+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang