Terimakasih yang udah baca iqlab, ✨
Senin pagi yang sibuk, memasuki Minggu kedua dimana Sena terbiasa bangun pagi-pagi untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Nenek bilang, Nuha bukan tipe orang yang terbiasa meninggalkan sarapan, sedikit atau banyak pasti lelaki itu akan memakan sesuatu sebelum keluar rumah saat pagi.
Beruntung Sena sudah cukup pandai memasak sejak masih SMP, jadinya tidak merasa kesulitan. Selain itu, meskipun sakit-sakitan dan hipertensinya sering kambuh, Nenek Nuha juga masih sangat baik jika dimintai saran atau semacamnya.
Saat waktu menunjukkan pukul setengah tujuh, kedua pasangan muda itu sudah siap dengan setelan seragamnya.
Nuha berdiri menatap Sena yang tengah terduduk di teras. Sena terlihat tertunduk menahan sesuatu, namun saat Nuha mendekat ternyata gadis itu tengah mengikat tali sepatunya.
"Lo nggak apa-apa?" tanya Nuha terdengar jelas oleh telinga Sena, gadis itupun mendongak setelah menyelesaikan simpul terakhirnya.
Terlihat Nuha tengah menatapnya lekat, Sena menggelengkan kepala menandakan jika dirinya tidak apa-apa. Walau nyatanya perut bagian bawahnya sangat terasa nyeri sekarang ini.
Sena segera bangkit saat melihat kendaraan ojek online memasuki pekarangan rumah.
"Gue duluan ya," pamitnya segera pada Nuha yang juga sudah bersiap membawa helm sepeda motornya.
Keduanya memang tidak pernah berada dalam satu kendaraan yang sama, tetapi Nuha selalu berada tepat di belakang Sena tiap kali berangkat atau pulang sekolah.
Sebelum itu, Nuha tidak membiarkan istrinya lepas begitu saja.
"Kenapa?" Kedua alis Sena bertaut menatap Nuha, juga pergelangan tangannya yang pria itu cekal sambil menunggu jawaban.
Nuha mengambil sesuatu dari dalam saku celananya. "Buat bayar ojek," katanya menyodorkan beberapa lembar uang untuk Sena.
"Gue ada, udah ini simpan aja buat beli sayur besok pagi." Sena mendorong pelan tangan Nuha, bermaksud untuk menjauhkan uang itu dari dirinya.
"Ambil."
Sena menggelengkan kepala dan mundur menjauhi Nuha sembari mengatakan,"Gue ambil besok, jangan maksa. Gue kalo lagi bulanan kaya banteng, gampang ngamuk liat yang merah-merah."
Nuha menatap Sena tanpa ekspresi apapun, entah kenapa gadis itu selalu menolak tiap kali Nuha beri uang. Alasannya sama, karena Sena masih punya uang simpanan sendiri.
"Gue emang nggak bisa kasih banyak, tapi-
"Nggak gitu Nuhaaaaa... yaudah sini gue bawa uangnya." Memotong perkataan suaminya, Sena lantas mengambil uang yang masih berada di tangan Nuha itu dan ia masukkan kedalam tas. Daripada mereka ribut pagi-pagi begini.
"Mbak, jadi nggak nih?" tanya tukang ojek yang sejak tadi dianggurkan.
Sena mengangguk pada tukang ojek dan kembali menatap Nuha, "Ada yang mau lo omongin lagi nggak?" tanyanya, berjaga-jaga jika nanti Nuha menghentikan langkahnya lagi.
"Hati-hati." Laki-laki itu tersenyum tipis, meski begitu senyumnya selalu terlihat tulus di mata Sena. Gadis itu menghadiahi Nuha jari jempolnya bermaksud mengiyakan.
Tak lama setelah ojek yang dinaikinya mulai berjalan, sesegera mungkin Nuha ikut menyusulnya di belakang. Selama bersama dengan Nuha, Sena merasa tak pernah lepas dari pengawasan, pasti ada saatnya dimana Nuha diam-diam akan memperhatikan dan memastikan dirinya akan baik-baik saja.
Meski sejak awal Sena tak menginginkan perlakuan khusus, tetapi Nuha selalu berusaha memenuhi tanggung jawab atas Sena.
Sena makin berpikir jika keputusannya mengajak Nuha menikah itu memanglah tepat, dulu dia hanya merasa kagum dan sekarang rasa itu bisa saja tumbuh menjadi hal lain. Sena menantikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iqlab ✓
General FictionCOMPLETED [1] "Lo istri gue, artinya gue punya tanggung jawab dan hak penuh atas diri lo. Kewajiban Lo yang paling penting cuma satu, nurut sama suami. " • Nuha Ali Marzuki "Siti Hawa pernah cemburu sama Nabi Adam karena dia telat pulang, padahal...