37. The Meaning

5.8K 471 2
                                    

Pagi menjelang siang, di mana sinar matahari masih hangat-hangatnya menerpa permukaan kulit, Nuha Ali Marzuki resmi melepas jabatannya sebagai ketua OSIS dengan digantikan oleh Iqbal. Beberapa tips yang Nuha berikan kepada pemuda itu saat masa kampanye pada akhirnya membuat Iqbal terpilih dengan suara terbanyak.

Di barisan paling belakang, Sena melupakan sikap siapnya lantaran sibuk berjinjit untuk melihat rangkaian prosesi yang dilakukan oleh Nuha. Gadis itu penasaran dengan ekspresi Nuha yang memang belakangan ini terlihat seperti orang yang kelebihan muatan. Mungkin acara ini hanyalah satu dan beberapa sekian darma Nuha yang baru saja terselesaikan. Sedangkan sisanya, sama sekali belum tersentuh.

Masih ada masa latihan dasar kepemimpinan siswa (LDKS) selama kurang lebih dua sampai tiga hari ke depan, belum lagi urusan pekerjaannya di kampung, juga kehidupan rumah tangga. Sena hanya bisa berharap dan berdoa semoga Nuha bisa melewati semuanya dengan baik-baik saja.

Usai pidato singkat dari Iqbal dan Nuha serta ucapan selamat dari kepala sekolah, acara yang saksikan oleh seluruh penghuni sekolah itu pun berakhir. Sena bahkan menjadi orang pertama yang meninggalkan barisannya dengan keringat yang menyembul dari pori-pori kulit hidung serta pelipisnya.

Kulit putih Sena pun mulai memerah tersengat panas. Selalu saja seperti itu. Padahal semua orang tahu, panas yang mereka rasakan belumlah seterik semestinya.

Ketika semua orang berlarian masuk ke kelasnya masing-masing, Nuha masih berdiri di lapangan dengan atensi yang tak teralihkan dari gerak-gerik Sena. Gadis itu pergi melawan arah, dalam artian Sena tidak terlihat berjalan menuju kelasnya melainkan pergi ke tempat lain.

"Nuh, ke kelas bareng, yuk!" Dengan jilbab yang lungset terkena angin, Hesti dengan wajah yang bedaknya sudah nyaris luntur itupun datang menghampiri Nuha yang dari kejauhan terlihat menyendiri.

"Lo duluan aja, Hes. Gue mau ke UKS, nanti kalo misalnya gue telat masuk kelas tolong izinin, ya?"

"Lo sakit?" Belum juga Nuha menjawab, Hesti kembali menyambung, "yaudah lo istirahat aja di sana, minta obat sama anak PMR. Hari ini panasnya emang beda banget walaupun masih pagi, nggak kebayang deh nanti tengah hari kaya apa."

Nuha mengangguk setuju. Dia juga merasakan hawa panas disekitarnya mulai membara.

"Tapi mungkin aja UKS lagi rame, sih. Soalnya tadi gue liat ada yang pingsan terus dibawa masuk ke sana. Belum lagi anak-anak yang juga langsung ngerasa pusing setelah upacara, Sena tadi juga lari ke UKS," ungkap Hesti mendetail dengan versinya.

Bagian terakhir, Nuha tahu dan melihat jika Sena memang pergi ke UKS, tapi untuk alasannya, mungkin dia harus berterima kasih kepada Hesti.

"Makasih infonya, gue cuma mau minta obat doang, kok." Jangan salah, obat yang Nuha maksud lebih dari sekedar Paracetamol atau Ibu profen, ini obat rasa khawatirnya, Sena.

Meninggalkan Nuha, Hesti dibuat senyum-senyum sendiri. Sebagai remaja usia 18 tahunan, Hesti mungkin telah banyak melakukan pekerjaan, entah ringan maupun berat, dan selama itu terjadi, baru hari ini dia merasa sangat berguna hanya karena mengobrol dan memberikan informasi kecil----yang menurutnya tidak penting kepada Nuha.

Di luar tebakan, nyatanya ruangan UKS terlihat lebih lenggang dan juga sepi, hanya ada satu anak PMR yang berjaga, bahkan petugas UKS pun tidak terlihat berada di ruangan.

"Kak Nuha sakit?" tanyanya begitu melihat Nuha berdiri di depan pintu.

"Mau minta obat," jawab Nuha dengan mata celingukan mencari keberadaan Sena. Sedangkan anak PMR itu terlihat kebingungan, mungkin hari ini hari pertamanya bertugas.

"Maaf, Kak, Bu Sofi kayanya hari ini telat dateng, aku nggak tahu tentang obat-obatan, takutnya salah ngasih." Gadis itu tersenyum tidak enak, karena sebelum Nuha, beberapa anak juga meminta hal yang sama, namun akhirnya memilih pergi meninggalkan UKS. "Tapi kalo Kakak sakit banget, istirahat aja, Kak. Masih ada ranjang yang kosong kok."

Iqlab ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang