49. Slip Off

6.2K 512 19
                                    

Sekarang ini kondisi di aula asrama putri tak ubahnya sebuah tempat les dadakan yang dibimbing langsung oleh Sena, gadis itu dikelilingi oleh para santriwati yang kebanyakan sedang duduk di bangku MTS, bahkan mereka membentuk lingkaran besar dengan Sena di tengahnya.

Semua ini bermula dari Sena yang iseng mendekati dan membantu salah satu santriwati yang tengah mengerjakan PR tak jauh dari tempatnya menunggu Nuha. Semula, Sena hanya merasa sangat bosan, dia tak menyangka jika pada akhirnya akan ada sebanyak ini santriwati yang mengajaknya belajar bersama. Dan kerena itu pula, Sena jadi tidak merasa bosan lagi.

Sena bergantian mendatangi satu per satu santriwati yang memanggilnya untuk meminta bantuan, mulai dari masalah hitung menghitung, bahasa Inggris, bahkan sampai membuat puisi pun Sena temukan solusinya.

"Mbak, nanti kalo udah mondok di sini, sering-sering ya ajarin kita?"

Sena yang sedang sibuk mengerjakan soal trigonometri itupun kembali tersenyum, sejak tadi hampir semua orang di sini mengira jika Sena adalah calon santri baru. "Belajar sendiri lah, kan bisa nyari di internet kalo nggak bisa," ucapnya.

Kemudian gadis di depan Sena terdengar menghela napas. "Di pondok nggak boleh bawa hp, Mbak. Jadi kita kalo ngerjain tugas cuma sebisanya aja."

"Ya bagus dong, pakai otak sendiri." Sena meletakkan pensilnya. "Nih, lanjutin sendiri, caranya sama kaya nomor satu. Nanti kalo jawabannya udah ketemu panggil gue lagi biar gue cek."

"Makasih Mbak ... "

Mendengar kalimat menggantung dari gadis di depannya, Sena pun melanjutkan, karena memang dia belum memperkenalkan namanya sedari tadi. "Sena, nama gue Sena."

"Makasih Mbak Sena."

"Sama-sama." Sena senang, itulah kenapa dia lebih banyak tersenyum kali ini. Sebenarnya menjadi seorang guru itu adalah cita-citanya dari kecil, hanya saja cita-cita tersebut tetaplah sebuah cita-cita. Sena tidak memiliki daya lagi untuk mewujudkannya kecuali dengan cara kebetulan seperti ini.

Sesi belajar bersama itupun berakhir lantaran Sena harus pergi ke ndalem menyusul Nuha. Sena pergi ke sana bukan karena keinginannya sendiri, melainkan karena Aziza tiba-tiba saja datang menghampiri dan menjemputnya.

Mereka berdua berjalan beriringan tanpa suara, sampai kemudian Aziza mengajak Sena untuk berhenti saat jarak keduanya dengan kediaman Kyai Zakaria hanya tinggal beberapa langkah lagi.

"Kenapa?" tanya Sena, setelah itu dia dan Aziza saling berhadapan satu sama lain.

Yang membuat Sena tambah heran lagi, Aziza tidak langsung menjawab pertanyaannya, gadis itu malah mengulurkan tangan seolah mengajak Sena untuk berjabat tangan. Akhirnya dengan ragu pun Sena membalas uluran tangan tersebut.

"Selamat ya buat pernikahan kamu sama kak Nuha. Semoga sakinah mawadah warahmah, maafin aku juga karena sempet ganggu pernikahan kalian."

Tunggu, bagaimana bisa semudah ini? Padahal dari rumah dan sepanjang perjalanan, Sena sudah berpikir dia akan diteriaki pelakor oleh Aziza dan keluarganya, bukan malah didoakan dan dimintai maaf seperti ini.

"Eh, iya aamiin, makasih doanya." Sena tersenyum canggung. Senyum yang juga mengundang senyum Aziza, gadis bercadar itu tahu kenapa Nuha bisa terlihat begitu mencintai istrinya. Selain pintar, Sena juga terlihat cantik dengan lesung pipi yang manis ketika tersenyum. "Tapi lo jangan minta maaf, karena yang salah itu gue. Maaf banget kalo semisal lo merasa gue udah rebut Nuha, padahal seharusnya yang nikah itu kalian berdua," imbuh Sena.

"Enggak kok, aku udah tahu tentang alasan kamu sama kak Nuha nikah. Dia cerita sama aku. Dan meskipun dia nggak cerita, aku juga nggak akan nikah sama dia." Lagi-lagi Aziza menuturkan isi perasaannya agar semua orang tahu, dia dan Nuha tak lebih dari sekedar kakak beradik. Itupun jika Sena izinkan. "Tapi aku mau dia jadi kaya kakak buat aku, boleh?" Dia meminta izin Sena; seperti yang tempo hari Nuha katakan.

Iqlab ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang