Beberapa hari yang lalu ...
Ruang BK, kedatangan Sena disambut oleh sebuah layar komputer yang menyala, tepat dihadapannya. Dan kalian tahu apa yang bisa Sena lihat dari sana? Yaitu rekaman dirinya saat terlihat menarik kasar cadar Hesti.
Sena tak begitu lama menatap layar di depannya, manik gadis itu sibuk menatap Pak Agung untuk menunggu konsekuensi apa yang akan ia terima dari perbuatan yang sama sekali tidak ia lakukan.
"Bagaimana Sena? Apa menurut kamu tindakan itu sopan dan pantas dilakukan?"
Sena bahkan tak dipersilahkan untuk duduk, dia hanya berdiri dengan mencoba bersikap setenang mungkin. Sena tidak takut, menurutnya dia tidak salah.
"Beberapa murid di sini menganggap kamu sebagai murid teladan, tapi kenyataan apa yang baru saja saya lihat ini, Sena?"
"Kenyataan palsu," jawab Sena enteng.
"Apa? Bukti sejelas ini dan kamu masih bilang palsu?" Pak Agung bangkit dari duduknya hanya untuk melihat raut tak bersalah dari Sena.
"Pak, saya bilang palsu karena memang saya nggak ngelakuin itu." Sena memutuskan membela diri. "Bapak bisa liat nggak? Di sana Hesti pegang tangan saya, secara nggak langsung juga dia gerakin tangan saya buat narik cadar dia. Ini jelas banget loh, Pak."
"Tapi laporan yang sama terima lebih dari sekedar kamu melepas paksa cadar temenmu yang sedang dalam proses perbaikan diri. Bahkan juga di sini kamu kelihatan jelas duduk di atas meja, apa itu sopan? Kamu juga melakukan verbal bullying terhadap Hesti dengan makian dan ujaran kebencian hanya karena seorang cowok. Apa karena cowok itu juga kamu nggak fokus belajar sampai nggak masuk 3 besar di OSN kali ini?!"
Sena terperangah bukan main, sebanyak itukah kesalahan yang ia terima hanya karena seorang gadis centil bernama Hesti? Astaga, Sena juga tidak bisa membayangkan seberapa semangat Anin ketika melaporkan hal sebanyak itu pada ke ruang BK.
"Pak, masalah OSN nggak ada sangkut pautnya sama masalah ini. Saya udah berusaha semampu saya, tapi takdir nggak selalu membawa saya buat terus berdiri di atas, Pak. Mungkin emang udah bukan waktunya lagi saya juara."
"Kamu bukannya menyalahkan diri sendiri dan introspeksi malah bawa-bawa dan nyalahin takdir. Kamu tahu? Sekolah masih mempertimbangkan apakah kamu masih tetap bisa mendapat uang pembinaan atau tidak, tapi karena sikap kamu yang seperti ini, saya nggak bisa lagi kasih jaminan buat kamu." Hanya karena dianggap memiliki satu kesalahan, Sena merasa jika perjuangannya selama ini telah menemui titik tidak berguna apalagi dihargai.
Padahal selisih nilai Sena dengan sang juara tak lebih dari 3 poin saja. Sekarang Sena hanya seperti seonggok bunga yang ditanam di tempat sampah. Dia masihlah bunga, tetapi orang ikut melihatnya sebagai sampah.
.
Setelah sekian waktu yang terlewati, malam ini gelap kembali ditutup oleh terangnya sorot purnama. Beberapa kali suara jangkrik menderik bersama hembusan angin yang menggerakkan ranting-ranting pohon jambu air di pekarangan belakang.
Dalam dekapan Nuha, Sena meringkuk hangat. Beberapa kali terbangun tanpa alasan yang jelas, mungkin karena ini kali pertama ia tidur dengan posisi dipeluk dan memeluk, jadi Sena merasa kekurangan bahkan kehilangan banyak akses gerak seperti biasanya.
Belum lagi jantung Sena yang tak henti-hentinya berdebar, karena tiap terbangun dan membuka mata, wajah Nuha selalu menyambutnya dengan jarak yang sangat dekat.
Sepanjang malam, ini sudah kali ketiga Sena terbangun. Sebelum-sebelumnya Sena akan memaksakan matanya untuk kembali terpejam, namun kali ini ia memilih membukanya cukup lama hanya untuk menatap wajah Nuha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iqlab ✓
General FictionCOMPLETED [1] "Lo istri gue, artinya gue punya tanggung jawab dan hak penuh atas diri lo. Kewajiban Lo yang paling penting cuma satu, nurut sama suami. " • Nuha Ali Marzuki "Siti Hawa pernah cemburu sama Nabi Adam karena dia telat pulang, padahal...