Hari ini, Sena telah berhasil menyelesaikan hafalan juz 30-nya dengan didampingi Nuha; seperti biasa. Dan baru saja, Nuha menyimak hafalan Sena dari surah An-Naba' sampai An-Nas untuk memastikan jika hafalan gadis itu benar-benar utuh.
Entah berapa menit lamanya telah mereka habiskan untuk ini, yang terpenting adalah Sena berhasil melakukannya dengan perasaan tak kalah bahagia. Hampir sama bahagianya ketika Sena mendengar jika Nuha mau menikahinya.
Bahkan jika bisa, Sena juga tidak akan segan untuk berguling-guling di lantai sambil menangis saking senangnya. Hanya saja kali ini dia memilih untuk cukup waras---menurut versinya dengan memeluk Nuha sampai suaminya itu tersungkur di lantai karena kurang ancang-ancang. Jangan heran, sebab Sena memeluknya dengan sangat tiba-tiba dan brutal.
"Kalo kepala gue kebentur lantai gimana, ha?" Nuha, begitu selesai bersyukur setelah merasakan kepalanya masih membentur karpet berbulu yang keduanya duduki.
"Namanya juga orang seneng, emangnya lo nggak seneng?" Sena balik membela diri, seperti biasa. Itupun juga tak menggerakkan hatinya agar mau mengasihani Nuha yang jelas-jelas ia timpa.
"Seneng, alhamdulillah. Hafalan lo juga bagus, semoga bisa dijaga seumur hidup, dan bisa jadi syafaat di alam kubur nanti. Aamiin."
"Aamiin. " Sena menatap wajah Nuha. "Sering-sering dong doain gue, soalnya gue suka," ucapnya dengan tawa, kemudian bangkit dan membiarkan Nuha bernapas lebih lega.
"Setiap hari didoain, biasanya mau tidur juga didoain," ungkap Nuha seraya menyisir rambutnya yang berantakan menggunakan jemari.
"Enggak, tuh. Nggak pernah denger, biasanya habis baca doa langsung tidur, nggak doain gue." Ini menurut sepengetahuan Sena, sedangkan menurut Nuha beda lagi.
"Emangnya habis baca doa langsung tidur?"
Tidak seperti sebelumnya, Sena memilih diam. Tahu jika pertanyaan Nuha ditujukan lantaran pernyataan Sena yang kurang tepat. Sampai saat Sena memutuskan untuk sibuk mengingat-ingat rutinitas malam apa yang terlewat setelah membaca doa, Nuha lebih dulu menjawab pertanyaan sendiri dengan jawaban yang kembali membuat kedua sudut bibir Sena tertarik begitu indah.
"Kan biasanya kening lo gue cium dulu. Nah, itu sambil didoain, Sayang."
Sekarang Sena tahu kenapa Nuha tak cukup jika hanya mencium keningnya sebatas hitungan detik saja. Lelaki itu bahkan bisa mencium kening Sena sampai keduanya sama-sama tertidur.
"Doain'nya gimana?"
Pernah sekali Sena mendengar jika Nuha akan selalu mendoakan kebahagiaan untuknya, dan hari ini dia ingin memastikan apakah doa itu masih terus membersamai dirinya atau telah digantikan bahkan ditambah lagi dengan doa-doa baru. Tapi apapun itu, pada akhirnya Sena juga akan tetap bersyukur. Kenapa tidak? Karena bisa jadi, di dunia ini Nuha lah satu-satunya orang yang akan selalu menyebut nama Sena dalam doa.
"Ya ada," jawab Nuha, tidak mungkin juga dia mengungkapkan keseluruhan doanya kepada Sena. "Intinya yang terbaik aja untuk lo, untuk kita. Bukan cuma sekedar baik di mata manusia, tapi juga di mata Allah. Gue nggak akan sanggup kalo untuk nyebutin doa apa yang gue langitkan atas nama lo, karena bukannya berkurang, doa itu makin hari makin banyak. Dan lo nggak perlu tahu doa gue itu apa, lo cuma perlu siap, kalau sewaktu-waktu Allah ngabulin doa-doa itu."
Jika cinta serupa air, entah seluas apalagi Sena harus membangun waduk untuk menampungnya. Tetapi cinta itu hanya rasa, dan rasa tidak akan pernah bisa diukur.
"Emang dasar, gue nggak akan pernah bisa menang dari lo kalo masalah kaya ginian."
"Kita nggak lagi main, jadi nggak perlu ada yang menang atau kalah," kata Nuha, semata-mata agar wajah Sena tak lagi terlihat masam. Jika rasa penasarannya tak terpenuhi, ya begitulah Sena. "Eum ... gimana kalo gue kasih hadiah, lo mau apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Iqlab ✓
General FictionCOMPLETED [1] "Lo istri gue, artinya gue punya tanggung jawab dan hak penuh atas diri lo. Kewajiban Lo yang paling penting cuma satu, nurut sama suami. " • Nuha Ali Marzuki "Siti Hawa pernah cemburu sama Nabi Adam karena dia telat pulang, padahal...