Kasih komen biar manis🧁
.
.
"Mas." Tiba-tiba saja Sena datang usai sebelumnya menolak ajakan Nuha untuk sarapan dengan alasan masih sibuk. Padahal gadis itu hanya sibuk bermain ponsel.
Nuha yang tengah menikmati sarapannya itupun membalas panggilan Sena dengan tatapan.
Hari ini mereka tidak pergi ke sekolah, rencananya setelah sarapan Nuha akan mengajak Sena mengunjungi ibu dan berziarah lagi, sebelum kemudian pergi ke kampung untuk satu sampai dua hari ke depan. Sebenarnya rencana ini sudah ada sejak dua minggu yang lalu, tapi baru akan terealisasi hari ini.
Nuha tadi sempat mengancam tidak akan mengajak Sena pergi jika gadis itu tidak sarapan. Makanya sekarang Sena duduk di sebelah Nuha, mengambil sendok dan menyomot nasi dari piring suaminya.
"Mau diambilin piring?" tanya Nuha.
Sena menggeleng, kemudian mengisi lagi piring Nuha dengan secentong nasi dan berkata,"Biar cepet, gue lagi males cuci piring, airnya kecil."
Memang dua hari ini air di rumah Nuha tidak mengalir sebagaimana mestinya, jadi mereka harus berhemat untuk berjaga jika tiba-tiba airnya malah mati. Hanya saja, hemat air bukan berarti makan sepiring berdua, kan? Entahlah, yang jelas Sena hanya ingin menikmati sarapan dengan suaminya.
"Udah selesai main HP-nya?"
Seketika Sena berhenti menyuap, matanya melirik Nuha hanya untuk memastikan apakah yang barusan itu pertanyaan atau sekedar sindiran, dan sepertinya poin kedua terdengar lebih tepat.
"Maaf."
Terdengar sendok Nuha membentur bibir piring, dia menatap Sena. "Karena itu kan hafalan Al waqiah lo berantakan?"
"Susah, Nuh. Ya jangan maksa, dong." Sena membela diri, meskipun dugaan Nuha benar adanya.
"Gue nggak maksa, tapi daripada kemarin, yang hari ini lebih buruk." Nuha menyanggah anggapan tersebut. Akhirnya, Sena pun ikut-ikutan meletakkan sendoknya. Bahkan sekarang acara sarapan mereka pun berantakan.
"Marahin aja terus." Sena melengos, dan bukannya segera membujuk, Nuha malah berkerut dahi. Memangnya dia marah?
"Nggak marah, gue cuma ngoreksi." Nuha meluruskan, bersamaan dengan itu pula ia kembali menggenggamkan sendok ke tangan Sena. "Lanjutin makannya, kalo udah langsung siap-siap. Kita berangkat," imbuhnya.
Sena tak langsung makan, ia malah menatap bingung Nuha. "Lo nggak mau nanya sesuatu gitu?"
"Contohnya?" Sungguh, Nuha sedang tidak memikirkan pertanyaan apa-apa lagi sekarang. Dia takut jika Sena nantinya akan semakin jengkel dan menganggap jika ia marah padanya. Sedikit peringatan saja sudah cukup.
"Ya mungkin ... tentang alasan kenapa gue main hp terus?"
"Emangnya kenapa?" Setahunya, Sena hanya terlalu asik bermain game di aplikasi online shop untuk mendapatkan koin, tidak lebih.
Bibir Sena kembali menyuap, Nuha baru saja meletakkan sepotong besar daging rendang di piring keduanya dan Sena langsung membagi potongan tersebut menjadi dua bagian.
Sembari menunggu jawaban Sena, Nuha menuang segelas air dan meneguknya sebanyak tiga kali hingga sisa kurang dari setengah gelas.
"Gue dari semalem nyari akun sosial medianya Aziza," ungkap Sena, ujung bibirnya terasa berminyak dan ia menyekanya menggunakan ibu jari.
Sementara di sebelahnya, Nuha kedapatan kembali menatap Sena dengan helaan napas. "Buat apa? Emangnya kaya gitu penting?" Dia sungguh tak habis pikir. Ini bahkan tidak lebih baik dari mengumpulkan koin elektronik. Sena hanya membuang-buang waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iqlab ✓
Ficção GeralCOMPLETED [1] "Lo istri gue, artinya gue punya tanggung jawab dan hak penuh atas diri lo. Kewajiban Lo yang paling penting cuma satu, nurut sama suami. " • Nuha Ali Marzuki "Siti Hawa pernah cemburu sama Nabi Adam karena dia telat pulang, padahal...