Terimakasih udah baca Iqlab, happy reading. Jadikan Al Qur'an sebaik-baiknya bacaan ✨
Minggu pagi, Nuha duduk dan sarapan hanya bersama dengan Neneknya. Kekesalan Sena masih berlanjut, mungkin karena Nuha sendiri juga terlihat abai dengan sikap Sena dan seperti tidak memiliki niat untuk membujuk gadis itu.
Nuha nyatanya salah perhitungan, dia pikir dengan membiarkan Sena, gadis itu bisa melupakan rasa kesalnya begitu saja, tapi kenyataannya malah makin berlarut-larut.
"Kamu berantem sama Sena?" tanya Nenek, sudah tentu beliau menjadi satu-satunya pemerhati di antara hubungan Sena dan Nuha.
"Cuma masalah kecil." Nuha menjawab dengan nada tenang, meski dalam hati bertanya-tanya ke mana perginya Sena pagi ini.
"Lain kali kalo mau pergi pamitan sama Sena, kan kemarin udah Nenek ingetin."
Nuha mengangguk. "Waktu Nuha pergi, Sena masih tidur, Nek. Nuha pikir mau ngasih tahu dia kalo udah sampai, tapi ternyata Nuha lupa nggak bawa hp."
"Nuha, kamu sama Sena itu kan nikahnya baik-baik, jadi sekarang pas udah jadi suami-istri juga harus baik-baik biar nanti kalian pisahnya juga gitu."
Nuha meletakkan sendoknya begitu saja, menatap sang Nenek dengan tatapan yang sulit diartikan. Kenapa Neneknya bisa setega itu mengatakan perpisahan yang bahkan tidak pernah Nuha pikirkan sampai sekarang?
"Nenek cuma ngingetin," Nenek menggenggam tangan Nuha di atas meja. "Minta maaf sana sama Sena, dia yang paling khawatir waktu kamu pergi."
Hembusan napas Nuha terlihat berat, dia mengangguk pelan. "Sena di mana?" tanyanya.
"Jemur baju di belakang," jawab Nenek.
"Nuha samperin dia dulu, Nenek jangan lupa minum obat kalo udah selesai."
Nuha berjalan menuju halaman belakang dengan pakaian rumahannya, dan benar saja, Sena terlihat menjemur pakaian. Terlihat dari banyaknya, sudah pasti Sena baru saja mencuci semua pakaian kotor penghuni rumah, tak terkecuali pakaian Nuha sendiri.
Nuha masih diam mengamati Sena, terlihat gadis itu beberapa kali meregangkan tubuhnya. Sudah pasti Sena lelah, mereka tidak punya mesin cuci di rumah ini dan Sena sudah tentu mencuci semua pakaian itu menggunakan tangan kosong.
"Ngapain lo berdiri di situ?" tegur Sena begitu sadar akan kehadiran Nuha. Pria itu segera berjalan mendekat.
"Sini gue bantuin."
"Nggak usah," tolak Sena. "Minggir, gue mau jemur di situ."
Nuha mundur dua langkah. Dia menyugar rambutnya ke belakang, bingung ingin memulai dari mana agar Sena berhenti bersikap tak acuh padanya.
"Na, gue mau jelasin yang kemarin. Gue minta maaf." Nuha menyentuh bahu Sena.
"Iya, gue ngerti," balas Sena sambil memeras pakaian basah di tangannya. "Lo nggak pamitan karena gue masih tidur, kan?"
Tebakan Sena benar, Nuha segera membalikkan tubuh Sena agar mereka bisa berhadapan.
"Lo apa-apaan, sih?!" Sena berdengus. "Kalo mau ngomong, jangan ganggu pekerjaan gue. Tunggu, kalo nggak sabar, pergi aja sana!"
"Yaudah makanya sini gue bantuin..."
"Giliran tinggal jemur aja bantuin, tapi pas gue nyuci lo diem aja," gerutu Sena.
"Jadi nggak ikhlas nih?"
"Astaghfirullah, ikhlas, Juki. Gue ikhlas, cuma masih kesel aja sama lo."
"Iya kan udah minta maaf, Riya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Iqlab ✓
Ficción GeneralCOMPLETED [1] "Lo istri gue, artinya gue punya tanggung jawab dan hak penuh atas diri lo. Kewajiban Lo yang paling penting cuma satu, nurut sama suami. " • Nuha Ali Marzuki "Siti Hawa pernah cemburu sama Nabi Adam karena dia telat pulang, padahal...