"Sena!" Pagi hari, saat Nuha selesai bersiap-siap untuk berangkat ke kampus, dirinya harus berteriak memanggil dan mencari keberadaan sang istri dengan begitu terburu-buru.
"Ndak usah teriak-teriak, istrimu lagi di kamar mandi." Dari dapur, Nenek menyahut. Wanita paruh baya itu tengah melakukan sesuatu yang pada akhirnya membuat Nuha bertanya.
"Nenek bikin apa?" Karena jika Nuha lihat, telapak tangan Nenek sekarang ini nampak berwarna kekuningan.
"Kunyit asam, tadi Sena sakit perut lagi."
"Lagi?" Nuha benar-benar tidak mengerti, hingga tanpa sadar, sesuatu di tangannya teremat begitu saja.
"Kamu nggak tahu? Sena udah lama suka ngeluh sakit perut."
"Semalem enggak, Nek." Napas Nuha berubah menjadi lebih berat, ragu dengan ucapannya sendiri. Karena sejauh ini, Sena terlihat baik-baik saja, sampai kemudian Nuha menemukan sesuatu yang membuatnya ingin menghukum dirinya sendiri.
"Udah, nggak apa-apa." Nenek yang tahu kekhawatiran cucunya pun terlihat mengusap lengan Nuha untuk menenangkan. Tahu betul jika pria itu paling tidak bisa untuk tidak khawatir tentang Sena. Sambil menyerahkan gelas berisi kunyit asamnya, Nenek kembali berujar, "Sena sakit perut karena haid, namanya juga cewek. Nih, kamu kasih ke dia."
Tanpa berlama-lama lagi, Nuha meneruskan langkahnya menghampiri Sena. Pintu kamar mandi terlihat tertutup rapat dan terkunci dari dalam. Nuha mengetuknya berulang tanpa ragu.
"Na, kamu mandi?" Karena tak kunjung dibuka, Nuha pun bertanya. Dia juga mendengar suara guyuran air berkali-kali, padahal jika diingat, Sena sangat jarang mandi pagi di jam seperti ini setelah lulus sekolah.
"Sena buka pintunya aku mau ngomong." Nuha makin menggedor-gedor pintu seperti orang hilang kesabaran. Sena tidak membalas panggilannya sama sekali.
Sedangkan di dalam sana, Sena juga tak kalah panik, wajahnya terlihat semakin pucat sambil terus menyirami lantai kamar mandi dan kloset menggunakan air. Belum lagi rasa sakit pada perut bagian bawahnya yang sejak tadi berusaha ia tahan.
Jika saja bukan karena tak ingin Nuha mendobrak pintu kamar mandi dan mencium bau anyir yang menjijikan, Sena tidak akan memutuskan untuk keluar. Bahkan sejujurnya pun, Sena juga tak kalah jijik dengan apa yang tubuhnya keluarkan.
Setelah ini, tanpa harus Nuha ketahui, Sena benar-benar harus pergi ke dokter sebelum semua tambah parah. Siklus mentruasi Sena sudah sangat tidak wajar.
Pintu kamar mandi terbuka, tatapan mata Nuha menyambut wajah Sena yang kian hari terlihat semakin lelah. Dan Nuha baru sadar, istrinya memang terlihat tidak begitu sehat dengan wajah pucat itu.
"Kamu sakit?" tanyanya dengan telapak tangan yang sudah berada pada permukaan kening Sena. Suhu tubuh gadis itu normal.
Ingin berbohong, tapi melihat Nuha yang membawa segelas besar jamu kunyit asam buatan nenek, Sena memilih untuk sedikit jujur.
"Sakit perut ... dikit." Sena menerima gelas yang barusan Nuha sodorkan dan mulai meminumnya sedikit. Benar-benar masih sedikit lantaran hampir dibuat tersedak dengan balasan Nuha.
"Bohong." Pria itu bahkan memperlihatkan satu tablet obat di depan mata Sena. "Ini apa? Sejak kapan kamu minum kaya ginian?" cecar Nuha.
"Itu cuma obat pereda nyeri, Nuh," jawab Sena sambil berusaha untuk tetap tenang dan meyakinkan.
"Aku tahu, tapi buat apa? Aku nggak cuma liat satu tablet ini aja, Na. Aku liat banyak, seolah-olah kamu udah lama banget konsumsi ini tanpa sepengetahuan aku."
Sena lebih dulu meneguk habis minumannya, padahal Sena sudah menyembunyikan obat tersebut di bawah kasur, dan entah bagaimana bisa Nuha temukan. Mungkinkah Nuha mengganti sprei pagi ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Iqlab ✓
General FictionCOMPLETED [1] "Lo istri gue, artinya gue punya tanggung jawab dan hak penuh atas diri lo. Kewajiban Lo yang paling penting cuma satu, nurut sama suami. " • Nuha Ali Marzuki "Siti Hawa pernah cemburu sama Nabi Adam karena dia telat pulang, padahal...