"benda ini berharga sama kayak kaka... "
sejak dari satu jam yang lalu setelah pulang dari bandara mengantarkan anya, dirinya hanya duduk termenung disofa ruang tengah rumah anya bersama satria dengan gelang dan cincin yang diberikan anya kemarin terus ia genggam.
satria yang turun dari tangga tak sengaja melihat benda itu didekapan tangan Gio, "itu apa?.... bukannya itu gelang dan cincin kesayangan anya? kenapa ada di elo?"
Gio menatap satria yang terus bertanya dengan tatapan lelahnya dan menggeleng dan enggan untuk mengatakan sepatah katapun, membuat satria menghela nafasnya gusar.
"tau ah serah lo, bisa gila gua kalo sama lo lama-lama, ditanya ga dijawab, diajak ini itu ga ngerespon, berasa interaksi sama patung gua", ketuanya lalu pergi.
Gio hanya terdiam melihat punggung satria yang semakin lama semakin jauh, Gio tersenyum saat tubuh satria sudah tak terlihat lagi oleh matanya, "sorry... "
🥀🥀🥀
berjalan sendirian diatas dinginnya lantai dengan ruangan yang penuh kegelapan dan sedikit cahaya dari lampu kuning kecil disepinggir ruangan, dengan tatapan yang kosong, kaki itu membawanya menuju kearah bingkai foto besar yang tertutup dengan kain putih dan berdiri didepan sana tanpa bereaksi apapun.
tangan itu terulur membuka kain putih polos yang menutupi bingkai foto itu dengan kasar dan membuangnya asal.
mata yang terus tertuju pada seorang yang berada didalam bingkai foto itu tanpa memberikan ekspresi apapun.
wajahnya yang terus datar tanpa ekspresi namun dengan mata yang semakin memburamkan penglihatan dan semakin memerah dan perlahan air mata itu jatuh begitu saja.
ah tidak seorang itu sangat benci dengan apa yang ia sendiri lakukan, apa ini? apa yang gua lakuin?, pikirnya yang terus berbicara dan memberontak dengan apa yang raganya lakukan.
kaki itu membawanya semakin dekat kearah bingkai foto itu, tangannya yang terulur untuk membelai seorang wanita yang tersenyum manis dengan kedua tangannya yang membentuk peace, berdiri didekat seorang laki-laki.
disana terlihat kebahagiaan terpancar di wajah mereka, senyuman, tawa, dan candaan yang indah didalam bingkai itu, mungkin?
perlahan kaki itu pergi membawanya menjauh dari bingkai foto itu dengan mata yang terus menatap kedepan tanpa berkedip dan mulut yang terus membisu
🥀🥀🥀
"aaaa abang udah aya mau pergi", berontaknya saat dekapan itu semakin erat.
satria melepaskan dekapan itu menatap mata anya lurus, entah kenapa perasannya berkata bahwa akan terjadi sesuatu kepada pesawat yang akan ditumpangi adiknya itu, " dek.. kalo abang bilang jangan pergi, apa lo bakalan nurut? "
anya mengerutkan dahinya bingung, "maksud abang gimana? gua kan harus pergi sekarang bang tiketnya aja 30 menit lagi, emang kenapa si?"
satria hanya menggeleng dan melepaskan cekalannya dari tangan anya, "feeling gua gak enak sama pesawat yang mau lo tumpangi, batalin aja napa besok deh lo berangkat yaa?", rayunya
" iihh apa banget deh bang, pikiran lo kuno amat masih aja percaya sama feeling gitu-gituan", anya hanya menertawakan apa yang dipikirkan satria, 'apa katanya tadi? perasaannya gak enak? hahaha kuno sekali masih percaya sama hal begituan'
KAMU SEDANG MEMBACA
02.59 '🅔🅝🅓'
General Fiction⛔FOLLOW DULU SEBELUM BACA⛔ kalo suka sama cerita ini jangan lupa vote dan komennya gaiss 🥰🥰🥰🥰 sebagai manusia, kita hanya bisa menjalani keadaan yang sudah ditakdirkan Tuhan untuk kita dengan tulus dan ikhlas, entah itu baik atau buruk, menderit...