Penantian

75 27 0
                                    

"Dek", satria mengelus pucuk kepala anya yang sedang berbaring lemas dengan selang infus yang terpasang apik disana, mata yang terpejam, alat bantu pernafasan yang sudah seminggu ini terpasang disana, anya terlihat sangat damai saat sedang tertidur.

Penglihatan satria mulai memburam saat ia terus-terusan memandangi sangat adik yang seminggu ini berada diantara hidup dan mati membuatnya harus memejamkan mata supaya kristal bening itu turun.

" bang", satria menoleh saat sebuah tangan dingin menepuk pelan bahunya memperlihatkan sosok lelali seumuran anya yang berdiri dibelakangnya memakai pakaian pasien rumah sakit itu dan sebuah tiang infus disampingnya

"Anya belum sadar? ", tanyanya yang mendapatkan gelengan dari satria, membuat lelaki itu tersenyum dengan senyum yang dipaksa.

" makasih ya gi udah jagain anya selama ini, dan maaf juga gua belum jengukin lo sampai sekarang", satria berdiri dari duduknya dan membawa Gio kedalam pelukannya menangis dan menumpahkan rasa sakit dan sesak yang selama ini ia bawa sendirian.

Gio membalas pelukan satria, mengusap lembut punggung lebar itu membiarkan satria menangis mengeluarkan semua rasa sesaknya hingga beberapa saat.

Seorang dokter datang dengan satu orang suster untuk memeriksa keadaan anya, "permisi saya periksa pasien dulu ya", katanya saat sudah memasuki ruangan.

Gio dan satria menyudahi pelukan mereka dan memberikan ruang untuk dokter dan suster itu untuk memeriksa anya.

" Gio... ", panggil seorang membuat satria dan Gio melihat seorang yang memanggilnya tadi, "ayahh", gumam Gio

Pandu berjalan mendekati keduanya dan berdiri beberapa meter didepan Gio, menatap sang anak dengan tatapan dingin, "kenapa disini? bukannya istirahat malah kelayapan kemana-mana, kamu itu lagi sakit Gio", tekannya disetiap kalimat.

" Gio mau jenguk anya yah", jelasnya membuat pandu pasrah, "trus keadaannya gimana? ", tanya pandu membuat Gio menggeleng

Sebelum Gio menjawab tiba-tiba dokter datang membuka pintu ruangan tersebut, " dengan keluarga anya?", tanya dokter, membuat satria menoleh, "iya dok, saya kakaknya gimana keadaan adik saya?, dia gapapa kan dok?"

Pertanyaan satria hanya mendapatkan gelengan dari dokter, "kondisinya masih tetap sama, tidak ada perubahan sama sekali, dan jika sampai minggu depan tidak ada perubahan terpaksa kami harus melepaskan alat bantu hidup yang ada ditubuh pasien", jelas sang dokter membuat satria melemas dan ambruk dilantai.

" Dok... ", panggil Gio yang mendapatkan gelengan dari dokter, " saya permisi ", dokter itu pun pergi dari tempat itu.

" bang... ", aska mendongak saat Gio memanggilnya, ia hanya menggeleng sambil meneteskan air matanya tanpa bisa bersuara.

Pandu yang melihat itu merasa iba dan berjalan mendekati satria berjongkok disana untuk menyamakan tingginya serta menepuk pelan pundak satria seraya tersenyum, " orang tua kamu mana nak?"

Satria menggeleng dan enggang untuk menjawab membuat Pandu menghela nafasnya kasar dan beralih menatap Gio, "Gio kamu punya nomor telepon orang tua anya kan?", Gio hanya mengangguk, " kalau gitu kamu hubungi mereka ya kasih tau keadaan ana-"

Sebelum Pandu selesai berucap satria sudah menyelanya dengan cepat, "jangan om, mereka gak pantas buat tau keadaan anya saat ini, biarkan saja", dinginnya

Pandu hanya tersenyum dan mengelus surai satria, " nak mereka orang tua kalian, mereka berhak tau tentang keadaan kamu dan adik kamu saat ini, jad-"

"Gak ada namanya orang tua yang mencoba membunuh anaknya sendiri demi ambisi yang gak tercapai om", sela satria kembali, membuat Pandu kaget, " apa maksudmu?"

Satria terkekeh disela isak tangisnya, "anya seperti ini kedua orang itu yang buat om, dia yang selama ini anya panggil mama dan papa, mereka yang buat anya kayak gini om... ", satria menjeda kalimatnya sebentar menatap Pandu yang duduk disebelahnya dengan senyuman penuh luka, " Apa mereka masih bisa disebut orang tua?"

💉💉💉

Sesuai permintaan Pandu tadi dan satria yang dibujuk akhirnya Ardi dan sonya diberi tahu tentang keadaan sang putri mereka dan sekarang mereka sudah ada disini, yah diluar ruangan anya bersama dengan Gio, satria dan Pandu

Satria menatap kedua orang tuanya itu dengan tatapan dingin, tatapan yang menandakan sebuah amarah, kekecewaan, dan mungkin kebencian.

"adik kamu kenapa?", tanya Ardi disela-sela kesunyian.

Tak ada yang menjawab hingga beberapa menit satria lah yang menjawab, "kenapa? apa peduli anda?", dinginnya membuat Ardi marah, " apa maksudmu?!"

Satria terkekeh, "bukankah istri anda yang membuat Anya seperti ini? lantas kenapa bertanya dengan saya? lebih baik anda tanyakan langsung saja kepada nyonya sonya atmaja"

"jaga omongan kamu satria", hampir saja sonya akan menampar satria namun diurungkan tangannya hanya melayang sampai atas angin, membuat satria terkekeh, " kenapa? mau tampar? tampar aja silahkan tampar lakuin apa pun yang buat mama puas... ", satria diam ia mengambil sebuah cutter didalam saku celananya, memegang tangan sonya menaruh cutter itu diatas sana lalu tersenyum, " kalau perlu mama bunuh satria ma kalau itu bikin mama seneng, asal jangan siksa Anya"

Satria bersimpuh dihadapannya sedangkan Anya hanya diam membeku melihat cutter itu dengan pandangan kosong, namun lamunannya berhenti ketika Pandu berbicara, "khem... kalian boleh menemui Anya didalam dengan satu syarat, kalian hanya boleh melihat tanpa harus menyentuhnya"

Perkataan Pandu membuat Ardi tak terima dan berdecih, "cihh, siapa kamu berani mengatur keluarga saya?", sinisnya

Satria bangkit lalu berjalan mengikis jaraknya dengan Ardi-sang ayah., berhenti beberapa meter disana menyungggingkan senyuman, " lalu anda juga siapa dihidup adik saya?"

"jaga omongan kamu satria!!", tegasnya

" kenapa? gak terima? masih mengakui kalau Anya itu anak anda?, ha-ha-ha", tawanya renyah,"harusnya sekarang kalian berdua sudah mendekam dalam jeruji besi dengan apa yang kalian lakukan"

Bughh

Satu pukulan lolos di wajah satria, membuat sudut bibirnya mengeluarkan darah.

Setelah memukul satria Ardi dan sonya langsung pergi meninggalkan mereka dan keluar dari rumah sakit itu membuat satria terkekeh dan tersenyum sinis.

"Satria", panggil Pandu membuat satria menoleh, " kamu gapapa nak? ", satria hanya menggeleng.

" Bang..., kenapa abang gak laporin aja sih perbuatan om Ardi dan tante sonya itu?, ini udah kelewatan bang Anya udah dibuat sekarat sampai kayak gini bahkan hampir mati, sama mereka ", tanya Gio

" sekarang uang yang bekerja gi, mau bukti sekuat apapun kalau mereka mainnya dengan uang ya tetap aja kita yang kalah", santai satria

"karena itu juga Tuhan buat hari kiamat dan penghisaban setelahnya", lanjutnya yang tak dimengerti Gio, "maksudnya?"

"sebaik-baiknya hakim seadil-adilnya hakim itu adalah Tuhan gi, Dia gak bisa disuap dengan iming-iming uang ataupun kedudukan, gak seperti sekarang hanya demi uang dan kedudukan mereka rela gak adil dengan keadilan yang ada"

Satria tersenyum, menatap sang adik dari arah jendela kaca besar ruangan itu dan tersenyum simple karena Anya juga sedang berdiri disana dan dan tersenyum kepadanya untuk sesaat dan kemudian sosok seperti Anya itu menghilang dan satria kembali melihat Anya yang sedang tidur dengan tenangnya disana, membuat hatinya semakin sesak kembali.













Bersambung......

Tbc.


02.59  '🅔🅝🅓'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang