Gio

35 19 0
                                    

"lalu apa yang harus kami lakukan supaya anya bisa hidup kembali dok?"

"pendonor jantung"

"tante, saya akan mendonorkan jantung saya untuk anya.. dan juga mata saya!"

degg....

••••••••

setelah mengatakan satria dari bandara, juna langsung pergi ketempat gio menitipkan surat dari satria untuk anya.

sesampainya didepan gerbang rumah gio juna berjalan mendekat kearah pintu, mengetuk hingga memencet bell pintu untuk beberapa saat.

tidak ada hiraukan dari dalam rumah, juna sesekali mengintip dalam rumah lewat jendela

"siapa"

"eh... "
juna terkejut dan berbalik melihat kebelakang

"siapa",tanya gio sekali lagi.

juna hanya tersenyum dan menyodorkan tangan kanannya untuk bersalaman "juna"

gio hanya melihat sekilas lalu menjabat tangan juna, "gio"

"lo siapa, dan apa yang mau lo lakuin kenapa lo bertingkah kayak tadi?"

juna menggeleng, dirinya tau pasti kalau seorang didepannya ini sedang curiga dengannya.

"lo jangan salah paham dulu, gua disini karna disuruh satria"

"satria?", bingung gio

"abangnya anya", jelasnya

"oh", jawabnya singkat

"gua kesini mau ngasih ini", juna menyodorkan amplop berisi surat itu kepada gio, " tolong kasih ke anya kalo dia udah siuman ", lanjutnya

gio hanya diam termenung menatap surat didepannya untuk beberapa saat.

" hey..", juna sedikit mendorong punggung gio untuk menyadarkannya dari lamunannya, "gimana? masih gak percaya?"

juna mengambil ponselnya yang ada didalam saku, ia memperlihatkan fotonya bersama anya dan juna, supaya gio percaya dengan apa yang dikatakannya.

gio hanya menggeleng dan mengambil surat itu tanpa banyak bicara.

juna memberikan senyumnya untuk gio dan menepuk pundaknya, "thanks ya.. gua cabut". lanjutnya dan kembali meninggalkan tempat itu.

gio hanya berdiam diri melihat kepergian juna hingga tak terlihat lagi.

kembali menatap surat yang ada dalam genggamannya untuk sesaat dan gio menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan pikiran negatifnya.

gio masuk kedalam rumahnya kembali mengunci pintu, dan menuju kamarnya, menyandarkan tubuhnya di sandaran kasur dan memejamkan matanya, berharap dapat mencari ketenangan disana.

"jadi gimana dok, saya bisa sembuh kan?"

dokter hanya menggeleng dan menyodorkan selembar kertas diatas meja, "ini hasil rontgen kamu hari ini, kankernya semakin ganas hingga sekarang sudah naik ke stadium 4"

"apa?! ss-stadium 4 dok?"

gio mengambil selembar kertas yang disodorkan dokter diatas meja, melihat hasil medisnya untuk memastikan kebenarannya.

betapa terkejutnya gio saat terlihat benjolan besar disamping otaknya, dan benjolan itu adalah kanker ganas yang slama ini menggerogoti tubuhnya.

"dok... apa saya masih bisa hidup lebih lama lagi?"

dokter itupun menggeleng, "saya tidak bisa memastikan akan hal itu, hidup ataupun mati terserah Tuhan untuk berkehendak, namun jika dilihat dari medis penyakit kanker ini sudah hampir stadium akhir, mustahil untuk bisa hidup lebih lama, tapi kembali lagi seperti yang saya katakan, mati ataupun hidup itu terserah Tuhan."

02.59  '🅔🅝🅓'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang