malam ini hujan turun begitu derasnya, dengan gemuruh petir yang terus menyambar, disudut ruangan terdapat seorang yang hanya berdiam diri dengan pena dan secarik kertas di hadapannya.
sesekali menggoreskan tinta pena kearah kertas putih didepannya menuliskan beberapa kata hingga menjadi sebuah kalimat.
gio berdiri dari duduknya berjalan kearah jendela kamarnya membuka gorden tipis itu dan melihat kearah hujan diluar.
senyumannya terukir jelas dengan pikiran yang berkecamuk mengingat tinggal beberapa hari lagi dirinya akan terbebas dari rasa sakit untuk selamanya.
namun ada juga rasa khawatir didirikannya tentang dengan dan siapa yang menjaga anya nanti jika dirinya tiada.
gio berjalan kearah nakas disisi ranjang mengambil benda pipih itu dan menelpon seseorang.
selesai menelpon gio meletakkan kembali ponsel miliknya dan kembali menulis se untaian kalimat dikertas yang sama, kemudian menyimpannya di lemari pakaian miliknya.
setelah menyimpan surat itu dengan surat satria di lemari gio berjalan keluar kamar dan turun keruangan bawah, 'sepi', batinnya
ruangan yang gelap dan sunyi, sudah beberapa tahun gio jarang sekali menghidupkan lampu rumahnya, ia lebih memilih menghidupkan lampu kecil berwarna kuning disetiap ruangan untuk membantu sedikit penerangan.
semenjak keluarganya tercerai-berai dan sang bunda meninggal gio lebih memilih hidup didalam kegelapan dan kesunyian setiap harinya.
namun itu hanya diketahui dengan dirinya sendiri, jik aaya ataupun temannya datang ia lebih memilih untuk berbohong jika orang tuanya slalu keluar kota dengan dalih bekerja.
gio menatap dinding disampingnya yang ada poto besar keluarganya waktu masih utuh, semenjak orang tuanya berceramah dan pindah rumah masing-masing gio lebih memilih tetap tinggal di sini dan tak memilih salah satu dari orang tuanya.
gio tersenyum miris dengan apa yang diingatnya sekarang, "se menderita itu hidup gua ya ternyata hahaaha... "
gio kembali berjalan kearah pintu depan dan perlahan membukanya, gio ingin duduk diteraa malam ini sambil menikmati hujan dan gemuruh ditemani dengan sepi dan lara.
🎋🎋🎋🎋
"nak.. kamu yakin dengan keputusanmu kali ini?", tanya Sinta ragu ragu.
kali ini gio sedang bersama Sinta untuk menemui dokter tentang dirinya ingin mendonorkan jantung dan kedua matanya untuk anya.
gio memegang tangan Sinta yang berada di lengannya dan mengangguk seraya menatapnya.
" saya pernah berjanji bakal menjaga dan menjadi mata untuk anya, dan sekarang saya ingin menepati janji itu", jelas gio
"tapi gak dengan cara seperti ini kan?"
gio menggeleng dan menatap lekat mata wanita paruh baya itu kemudian tersenyum, "hanya ini cara saya bisa mewujudkan janji saya tante"
"ttpi... "
gue menggeleng membuat Sinta berhenti dan tidak meneruskan kalimatnya, "setelah masuk ke ruang itu tante akan ngerti semuanya"
sinta melihat kearah ruangan yang ditunjuk gio, ruangan yang akan kedua masuki untuk berkonsultasi tentang pendonoran mata dan jantung untuk anya.
"tapi nak.. orang tua mu? keluargamu? gimana? tante bakalan bilang apa kemereka?"
"tante gak usah mikirin soal itu, gak ada yang bakalan cariin saya, tante tenang aja"
KAMU SEDANG MEMBACA
02.59 '🅔🅝🅓'
General Fiction⛔FOLLOW DULU SEBELUM BACA⛔ kalo suka sama cerita ini jangan lupa vote dan komennya gaiss 🥰🥰🥰🥰 sebagai manusia, kita hanya bisa menjalani keadaan yang sudah ditakdirkan Tuhan untuk kita dengan tulus dan ikhlas, entah itu baik atau buruk, menderit...