Askara arkana

162 39 21
                                    

Pagi ini aku dan keluargaku sedang sarapan bersama,"tumben sekali papa sama mama ada dirumah dan ikut sarapan, pasti mereka bakalan bahas masalah Olimpiade lagi nih", batinku.
Kulihat bang satria hanya memasang muka masam dari tadi,hah aku sangat tidak suka jika abang ku satu ini banci dengan orang tua kami harusnya dia senang karena mama dan papa hari ini ada dirumah dan mau sarapan bersama, moment langka banget kan mereka meluangkan waktu buat keluarga?

biasanya mereka hanya pulang saat ada Olimpiade dan menyuruh ku untuk mengikutinya, atau hanya untuk memarahiku jika nilaiku tidak sempurna dan ranking ku turun,

namanya juga orang tua maklum

hahh sudahlah biarkan saja kalian jangan membenci mereka seperti bang satria yang benci sama mereka hanya karena tuntutan yang diberikan mereka padaku.

"gimana tentang persiapan Olimpiade kamu bulan depan ay?, sudah kamu persiapkan dari sekarang kan?,papa mau kamu harus juara pertama, ingat itu, kalau kamu sampai gak dapat satu besar jangan harap kamu bebas dari papa"

Tlakk

Suara gelas yang ditaruh dengan kasarnya, siapa lagi yang melakukannya kalau bukan bang satria?, sudah terlihat jelas kalau abangku ini sedang menahan emosinya karena perkataan papa tadi, sudah terlihat jelas jadi rahangnya yang mengeras dan tangannya yang mengepal, sangat menyeramkan. "pah, papah apa-apaan sih pah! Anya ini anak papah darah daging papah bukan robot yang harus menuruti semua keinginan dan ego papa yang gak ada habisnya itu!"

"Papah sadar gak sih kalau permintaan papah itu bikin anaya menderita!, liat pah liat!", katanya sambil memegangi bahuku dan menggoyangkannya pelan "liat bocah yang gak berdaya ini yang papah tuntut untuk memenuhi semua keinginan dan ego kalain yang gak ada habisnya itu, dulu kalian udah ngambil masa kanak-kanaknya, saat seharusnya anya main-main sama temannya kalian nyuruh dia buat belajar dan belajar!, dan sekarang?! Kalian juga merenggut masa remajanya untuk memenuhi ego kalian itu!"

Entahlah apa yang sedang dipikirkan kedua orang tua ku itu saat bang satria mengatakan hal itu, mereka hanya diam saja dan menikmati makanan mereka, aku yakin perkataan bang satria tadi sama sekali tidak dihiraukan, huh

"Sudah marah-marahnya?"

Tidak kalian salah kalau yang bertanya seperti itu adalah papa, bukan itu mama yang bersuara

"Mah!", suara bang satria yang kini melemah tidak bentak-bentak lagi seperti tadi, mungkin amarahnya sedikit mereda

"udahlah satria kamu diam aja, tau apa kamu soal adek kamu ini, dia baik-baik saja kan buktinya?"

Huh nafsu makan ku benar-benar hilang, semua makanan terasa hambar kenapa setiap keluarga ku berkumpul selalu seperti ini? andai bang satria bisa ngontrol emosinya dan orang tuaku menurunkan sedikit egonya pasti semuanya bakal baik-baik saja

Coba bayangkan saja jika kalian punya keluarga seperti ini, apa yang kalian rasakan?orang tua yang banyak menuntut dan ah sudahlah semua ini begitu berat bagiku.

Karena emosi bang satria menarik tanganku dan membawaku keluar dari tempat itu, dan menghiraukan panggilan papa kala itu."tumben sekali pria tua itu hanya berteriak-teriak, biasanya juga melempar semua barang kalo gua bawa anya", batin bang satria

Sesampainya didepan rumah aku melepaskan tangan bang satria dengan kasar dan menatapnya tidak suka, "bang lo itu kenapasi bang?, kenapa sih lo slalu cari gara-gara sama mreka?"

"apa lo bilang tadi?, gua cari gara-gara sama mreka?, buka mata lo ay", katanya sambil menyentil dahiku "gua begini karena gua peduli sama lo dan gua gak mau sakit lo tambah parah cuman karena ego mereka, you understand?"

02.59  '🅔🅝🅓'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang