17

6.7K 1.2K 133
                                    

Jihoon sedikit kewalahan. Setelah kejadian apa yang menimpa mereka kemarin, [Name] langsung jatuh sakit. Suhu tubuhnya naik sekitar 39 derajat C.

Ia ingin sekali membawa [Name] kerumah sakit, namun gadis itu selalu menolaknya dengan alasan yang cukup konyol.

"Ayo kerumah sakit, suhu tubuhmu tidak menurun juga," ucap Jihoon diselingi raut khawatir. [Name] hanya menggeleng lemas.

"Tidak mau, rumah sakit seram."

Jihoon lelah. Susah sekali melawan kepala batu, apa dia harus menyeret gadis ini paksa? Tapi melihat ekspresi yang dipasang gadis itu membuatnya harus mempertimbangkan dua kali.

"Tidak akan ada apa-apa di sana. Aku akan menjagamu seharian penuh."

Kata-kata yang manis, namun belum mampu membuat seorang [Name] goyah pada pendiriannya. Dia terlalu takut sehingga tidak berani maju.

"Tidak mau! Jihoon tidak akan pernah mengerti seberapa menyeramakannya sosok sosok di rumah sakit. Itu bagaikan mimpi buruk."

Hening melanda. Jihoon sedikit labil. Dalam situasi seperti ini, tindakan apa yang harus ia ambil? Sejenak ia menghela napas.

"Sosok apa? Siapa? Apa ada yang mengganggumu?" tanyanya lembut berusaha menggali informasi apa sumber masalah dari gadis di depannya.

"Seram! Aku bisa melihat apa yang orang tidak bisa lihat. Jihoon tahu 'kan? Aku tidak mau menjelaskannya lebih spesifik, dia pasti akan merasa terundang," tatapan gadis itu tampak cemas.

Ah, Jihoon mengerti. Rupanya begitu ya? Gadis di depannya ini... bisa melihat sosok sosok seperti itu? Tidak terpikirkan seterganggu apanya kehidupan dia dengan kemampuan menjengkelkan seperti itu.

"Tidak perlu takut. [Name] ingin pindah apartemen?"

Tangan [Name] mengepal erat. Dia bersyukur lelaki di depannya ini cukup peka. Tentu saja dia ingin! Apartemen ini pasti sudah diteror, kedatangannya akan membawa ketetapan di sini.

Dan [Name] tak mau berkontak fisik lama lama. Lebih baik pindah ke Apartemen lain kan?

Rasa takut itu juga mempengaruhi kesehatan mentalnya. Intinya, ini demi keamanan serta kenyamanannya juga. Beruntung ia didampingi sosok yang dapat diandalkan.

"Ingin.. tapi harus kemana? Lagipula, pasti bakal repot. Terlebih aku lagi dalam kondisi tidak fit."

"Tenang saja," Jihoon tersenyum kecil, "Aku akan mengurusnya, dan kupastikan kau lebih aman di sana."

Anggukkan kepala Jihoon dapatkan. Kemudian lelaki itu mulai bertanya kembali.

"[Name] sering mengalami hal seperti ini sebelumnya?"

"Ya, tentu saja. Kemampuan ini tidak bisa dihilangkan. Bahkan rasanya justru tambah menajam dari sebelumnya, risih, aku sangat risih."

"Kalau begitu, pengalihan apa yang kau lakukan?"

[Name] terdiam beberapa detik. Ia menatap Jihoon intens, "Aku... sekolah. Biasanya tempat ramai membuatku lebih tenang dan dominan aktivitasku berada di sekolah."

Aku benci sekolah, namun sekolah juga yang menyelamatkanku.

"Kalau begitu.. setelah pindah apartemen, aku akan mengatur pendaftaranmu di sekolah. Itu tidak masalah 'kan?" tanya Jihoon, mau bagaimana pun, dia khawatir dengan kondisi mental gadis di depannya ini.

"Itu tidak masalah, yang jadi masalah adalah bagaimana sosialisasiku di sekolah nanti," [Name] berbatin diakhir, sebenarnya bukan masalah sih. Dia juga bisa melakukan semuanya sendiri jika hanya sementara.

- 'LOOKISMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang