18

6K 1.1K 115
                                    

Serius? Harus sekolah di sini? Serius? Jihoon kamu serius?

[Name] menatap gedung di depannya khawatir. Detik awal yang diselingi pikiran negatif, indah sekali. Ngomong-ngomong, kapan bisa lulus ya?

Ini baru awal. Konyol sekali sudah bertanya kapan lulus. Bahkan ia masih menginjak SMA kelas 2. Jangan lupakan otaknya yang menumpul karena sudah tidak lama diasah.

Tentu saja, memangnya ada waktu? Saat menjalankan kehidupan kedua, dia hanya memikirkan bagaimana caranya bertahan hidup dalam sehari. Menyedihkan. Namun sekarang tidak lagi, karena sudah ada penanggung biaya kehidupannya. Bonusnya itu adalah cowok tampan.

Oke, ini masih pagi. Hentikan memikirkan hal cuma-cuma. Persiapkan mental sebelum memasuki dunia penuh sosialisasi. Kenapa berlebihan sekali? Ini jadi sedikit tampak menakutkan baginya.

"Jangan dijalan dong, sial!"

[Name] menggeser posisinya dan menatap lelaki berwajah garang. Ini kan sekolah elite, masih zaman ada preman juga ya? Mengecewakan.

"Kakak hentikan! Cukup ya, nanti Kakak bisa dipanggil bimbingan konseling lagi. Mama dan papa bisa kecewa, loh."

"Brengs*k apa peduliku dengan kedua manusia bodoh itu?! Pergi sana sialan! Aku muak melihat wajah bodoh sepertimu."

Lelaki itu berjalan meninggalkan adiknya. [Name] tergugup, baru datang langsung disuguhi drama keluarga?

"Ah, maaf. Kakakku selalu begitu. Keluarga kami memang sedikit bermasalah. Papa dan mama terlalu menekannya, jadi Kakak sedikit agresif karena tekanan yang diterimanya— lalu bla bla bla..."

[Name] memasang wajah malas, "Hentikan deh. Aku... tidak peduli."

Lelaki yang tengah bercerita tentang Kakaknya itu kini terhenti. Ia mengerjap pelan sebelum meminta maaf, "Maaf, aku tidak sopan sekali."

Itu benar, kau sadar. [Name] berkata seperti itu bukan memang karena tidak peduli. Dia hanya merasa tidak pantas mendengar hal privasi seperti itu, lagipula dia orang baru 'kan?

"Iyah tidak apa, nice ingfo dik."

Malas berlama-lama di sana. [Name] pun beranjak pergi dengan langkah penuh minat. Ini hal yang ditunggu, peluang keluar dari situasi awkward tadi.

Melihat siluet sang gadis sudah menjauh. Lelaki itu menggaruk tengkuknya sembari menghela napas.

"Ahh, gagal deh. Apa kemampuan aktingku berkurang ya? Atau aku kurang terlihat menyedihkan? Mau bagaimana pun, gadis itu yang pertama kalinya mengabaikkan kesedihanku!" ekspresi sedihnya berganti menjadi tersenyum, "Ikan kali ini cukup kejam ya."

Ia melangkahkan kakinya menuju pintu utama gedung. Tangannya setia tertumpu pada dagunya.






"Skenario permasalahan keluarga apalagi yang harus dibuat agar meluluhkannya?"


—@ -


"Anak baru?"

"Cantik ya."

"Namanya juga perempuan."

"Aneh kalian. Pucet gitu dibilang cantik."

"Biasa aja ah mukanya, pasaran. Aku sering lihat yang begitu."

[Name] berdiri tegap di depan kelas. Gadis itu mendengar suara gosipan, namun diabaikkan. Gonggongan memangnya perlu didengar?

"Halo, saya [Name]. Saya perempuan, murid newbie, jangan rundung saya ya plis."

...Konyol.

Suara erangan tawa terdengar pada kursi belakang. Lelaki dengan rambut hitam legamnya. Matanya tampak sayu seperti orang yang mengkonsumsi narkotika.

- 'LOOKISMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang