Amara sedang duduk di meja sushi bar paling pinggir sambil membaca buku di tangannya yang berjudul We Should All Be Feminists. Buku yang sudah dibaca nyaris tiga perempatnya itu penuh dengan lipatan, tanda si pembaca benar-benar serius ingin memahami bacaannya.
"Sorry gue telat. Tadi klien gue datengnya ngaret." Sapa Aldrian sambil meletakkan tas punggungnya di antara dirinya dan Amara.
"Nggak masalah. Gue juga nyampe setengah jam lalu. Lumayan jadi bisa beresin bacaan." Balas Amara sambil melambaikan buku bacaannya.
"Lu baca buku juga?"
"Emang gue keliatannya kayak bapak-bapak yang cuman doyan baca koran?"
"Soalnya kalo ibu-ibu bacanya majalah gosip." Balas Aldrian asal.
"Tuh biasa, judgemental. Belum tentu semua ibu-ibu itu bukanya gosip mulu."
Aldrian menatap buku di tangan Amara. "Oh ya pantes. Si paling feminis."
Pola pikir Amara tergelitik ketika mendengar pernyataan Aldrian. "Emang ada apa sama feminisme?"
Sambil tersenyum miring Aldrian menjawab. "Semua cewek pengen setara sama cowok tapi giliran disuruh angkat galon langsung ngomong nggak kuat."
"Duh, ini udah 2022 Aldrian Galendra. Pola pikir lu sempit banget deh."
Gemas, lantas Amara menutup buku bacannya dan mulai berbicara panjang lebar.
"Cewek yang dukung feminisme bukan berarti mau melanggar kodratnya. Perempuan satu-satunya manusia yang bisa melahirkan dan menyusui, nggak bisa diganti sama cowok. Sedangkan feminisme itu lebih ke penyetaraan hak-hak publik biar perempuan sama rata sama laki-laki."
"Singkatnya gini deh. Masih banyak perempuan yang nggak dapet gaji sesuai kerjaan hanya karena gender dia. Atau yang karirnya nggak berkembang karena kantor nggak ngasih dia kesempatan."
"Tapi kan pekerja cowok sama cewek tuh emang practically beda, Mar." Balas Aldrian.
Amara semakin bersemangat menjelaskan ketika mendengarkan pernyataan Aldrian.
"Banyak orang salah paham sih, Al."
"Kita bukan kaum pembenci laki-laki ya, catet. Feminisme ini awalnya dibuat sebagai gerakan supaya perempuan punya hak yang sama di masyarakat dan dihargai sebagai individu. Kita nggak bakal menghilangkan peran lu semua di dunia ini. Nggak mungkin cewe bisa punya anak kalau nggak ada cowoknya."
"Perihal angkat galon. Massa otot cowok sama cewek di berat yang sama aja bisa beda, kenapa nggak dipergunain buat bantu cewek yang kesulitan angkat aqua galon? Kalau lu sayang sama si cewek, masalah gini sepele kan harusnya?"
Terdiam, hanya itu yang bisa Aldrian lakukan ketika Amara memberikannya kuliah 2 sks tentang feminisme. Pengetahuan serta pemahaman gadis itu ternyata sungguh diluar dugaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stranger [completed]
FanfictionEnam tahun lalu, there's no 'she fell first but he fell harder'. Mungkin dunia Amara dan Aldrian terlalu berbeda sehingga tidak ada alasan untuk mereka hingga bisa saling jatuh cinta. Aldrian Galendra? Sorry, tapi nama itu sekarang udah ga ada di k...