Aldrian sedang memandang dua gelang tiket full-pass untuk acara Java Jazz yang akan dilangsungkan minggu depan. Tiket gratis yang ia dapatkan dari rekan-rekan start-upnya.
Sambil memainkan tiket berupa gelang berbarcode itu, Aldrian bertanya sok polos kepada Ganta yang ada di hadapannya.
"Gan, kalo gue ngajak Amara ke Java Jazz minggu depan, aneh nggak sih?"
Ganta yang baru saja akan membakar rokoknya hanya bisa menatap Aldrian dengan tatapan setengah tidak percaya.
"Yang aneh itu elu." Ujar Ganta.
"Gue nanya beneran."
"Gue juga jawab beneran." Sahut Ganta tidak mau kalah.
Aldrian hanya menghembuskan nafasnya kesal. Kalau bukan karena pertemanan yang sudah ia jalin bertahun-tahun, mungkin Ganta sudah habis ia maki.
Ganta menatap Aldrian sambil menghembuskan asap rokoknya ke udara.
"Lu sekarang nganggep Amara apa?"
"Temen." Balas Aldrian singkat.
"Cuma temen?" Pancing Ganta lagi.
Kehadiran Maha yang tiba-tiba ikut memotong pembicaraan dua pemuda itu.
"Gue juga mau tanya, emang cuma temen?" Sahut Maha yang baru saja keluar dari area kitchen restorannya menuju smoking area tempat dua sahabatnya berada.
"Lu berdua bikin paguyuban pembela Amara sana. Heran gue."
Maha tersenyum miring sambil menepuk pundak Aldrian.
"Gue juga heran sama lu. Nggak kapok-kapok juga dari enam tahun lalu. Udah bagus sekarang ada Amara di depan lu, eh lu malah pura-pura nggak liat."
"Justru karena gue nggak mau nyakitin dia, Maha. Gue nggak mau salah langkah lagi."
"Nggak mau salah langkah tapi mepet mulu gue liat-liat."
Aldrian terdiam sambil memutar-mutar gelang tiket di jemarinya.
"Lu jadi cowok tuh yang jelas dong, Dri. Mau apa nggak? Jangan mau yang nggak-nggak." Potong Ganta.
Maha, yang merasa punya kesempatan besar untuk menggoda Aldrian ikut menyahut. Membuat pemuda itu benar-benar berpikir keras dan mencoba menyelami perasaannya sendiri.
"Dri, kalau lu emang beneran cuma ngerasa bersalah sama Amara dan nggak punya rasa lebih sama dia, mending Amara buat gue aja ya?" Ucap Mahatma sambil mengulas senyum di wajahnya.
***
"Selamat pagi cewek judes." Ucap Aldrian dari ujung teleponnya.
"Apaan sih pagi-pagi?" Balas Amara sambil merapikan make-upnya dan bersiap-siap berangkat ke kantor.
"Gue udah di lobby apartemen lu nih. Berangkat bareng ya."
Aldrian Galendra, apa-apaan sih?
Amara menghembuskan nafasnya ke atas hingga rambut di dahinya bergoyang.
"Gue kan nggak bilang minta dijemput."
"Tadi gue berangkat kepagian. Gabut."
"Terus maksud lu nodong gue pagi-pagi kalau bukan maksa namanya apa?"
"Ini namanya usaha, Mar."
Amara yang sedang sibuk merapikan lipstiknya di depan kaca seketika terdiam.
"Usaha apa?" Pancing gadis itu.
"Usaha kecil, mikro dan menengah atau biasa disebut UMKM."
Kesal Amara berubah menjadi gelak tawa. Otomatis gadis itu tiba-tiba mengiyakan ajakan Aldrian pagi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stranger [completed]
FanfictionEnam tahun lalu, there's no 'she fell first but he fell harder'. Mungkin dunia Amara dan Aldrian terlalu berbeda sehingga tidak ada alasan untuk mereka hingga bisa saling jatuh cinta. Aldrian Galendra? Sorry, tapi nama itu sekarang udah ga ada di k...