Chapter 30. Jitters

125 13 0
                                    

"Al, udah malem. Jangan becanda lagi dong." Ucap Amara sambil menarik lengan pemudanya agar Aldrian bangun dari duduknya.

Pemuda bernama Aldrian Galendra itu masih tidak bergeming barang sesenti pun, membuat Amara kesal.

"AL!" Panggilnya.

Aldrian menolehkan kepalanya dan mengangkat alisnya jahil.

"Aku udah biasa tidur di sofa kok. Jangankan di sofa, jaman jadi Ketua BEM dulu, aku tidur di lantai kampus juga nggak masalah."

"Ya, bukan itu!" Hardik Amara. "Aku nggak pernah ngebiarin ada cowok tidur di apartemen aku."

"Aku nggak akan ngapa-ngapain juga. Takut amat sih."

"Cuman aku nggak bisa, prinsip aku kayak gini. Terus gimana?" Balas Amara sambil melipat tangannya.

Kepanikan gadis itu tadi sirna sudah, digantikan kesalnya. Apartemen adalah ranah terprivatnya. Hanya orang-orang terdekatnya yang bisa masuk dan duduk dengan bebas di sofa hijaunya itu. Bahkan seorang Mahatma saja belum pernah menginjakkan kakinya di sini.

Kali ini Aldrian yang harus membujuk kekasihnya yang nampaknya mulai gusar.

"Jadi kamu maunya gimana, Tik? Aku beneran takut, bukan modus atau nyari-nyari alesan. Atau," Aldrian mencoba memberikan saran, "mau tidur di rumah mamaku? Atau kamu aku anter pulang aja ke rumah kamu dulu ya?"

Dua saran yang sudah pasti Amara tolak mentah-mentah.

Aldrian tidak tahu usaha sekeras apa yang Amara lakukan agar ia diperbolehkan tinggal sendiri di apartemen tengah kota, lepas dari keluarganya. Lepas dari ayahnya yang selalu menganggap Amara adalah gadis kecilnya yang tidak boleh lecet dan kurang suatu apapun. Kalau ayahnya sampai tahu kasus ini, hidup Amara bisa-bisa kembali lagi seperti dulu. Tidak punya ruang.

Dan satu hal yang masih memberatkan gadis itu, mengenalkan Aldrian pada keluarganya. Satu-satunya pria yang ia kenalkan pada keluarga intinya selama ini baru Yandra, mantan kekasihnya yang terakhir.

Amara berpikir keras hingga akhirnya ia menemukan jalan keluar, walau ia harus menelan ludahnya kasar.

"Aku nginep di Edith aja. Gimana?"

"Edith sahabat kamu kan? Kamu udah cerita kita jadian?"

Dengan berat hati Amara menggeleng.

"Kok belum sih, Tik?" Lirih Aldrian.

"Ya, belum aja."

Aldrian menghembuskan nafasnya.

"Yaudah, nginep di Edith aja. Tapi.." pemuda itu memberikan satu syarat, "kamu pulang pergi aku jemput. Jangan bawa mobil dulu sampai aku pasangin dashboard camera."

Amara mengangguk dan menghubungi Edith. Kebetulan sekali sahabatnya itu baru saja tiba dari Malaysia tadi sore.

"Edith udah di Indo. Aku packing barang dulu ya."




Amara dan Aldrian sudah sampai di depan pagar besi tinggi khas rumah mewah jaman tahun dua ribuan lengkap dengan pos keamanan di samping pagar.

Tidak perlu menunggu lama, sekuriti yang berjaga lantas membuka pintu pagar untuk mereka berdua sambil menyapa Amara ramah.

Editha Mauristela dan keluarga old moneynya.

Anak pengusaha tambang batu bara yang juga punya kakek konglomerat itu lantas menyambut Amara dan Aldrian di ruang tamunya yang sepertinya lebih besar dari apartemen Amara.

Stranger [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang