Chapter 01. A Throwback

774 41 0
                                    

Amara baru saja selesai berolahraga di salah satu mall bilangan Jakarta Pusat. Ponselnya sedari tadi tidak berhenti berbunyi dan membuat rautnya menekuk. Akhirnya mau tidak mau ia harus mengangkat telfon dari atasannya yang masih menghubunginya diluar jam kerja. Ia menjawab telfon itu sambil mengelap sisa keringat di leher dan mukanya menggunakan handuk kecil yang ia bawa sedari tadi.

 Ia menjawab telfon itu sambil mengelap sisa keringat di leher dan mukanya menggunakan handuk kecil yang ia bawa sedari tadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Halo Pak, maaf saya tadi lagi dijalan. Ada yang bisa saya bantu?" Jawab Amara sambil berjalan ke arah ruang ganti yang cukup sepi. Ia tidak mungkin mengatakan baru selesai fitnes, atasannya yang bernama Setiawan itu kadang banyak tanya.

"Oh, oke. Ini nih, klien yang di Manado minta draft proposalnya dikirimin malem ini. Kamu bisa kan?"

Amara hanya menghela nafasnya panjang. "Pak, tapi ini sudah diluar jam kantor."

"Ya, kamu kan anak buah saya."

Lagi-lagi Amara hanya bisa menghela nafasnya. Kalimat atasannya itu tidak bisa dibantah sama sekali.

"Pak, tapi ini terakhir. Saya bukannya tidak mau, tapi kerjaan ini sebenarnya sudah bapak ketahui. Klien juga bisa dinego."

"Kamu sekarang sudah bisa pilih-pilih kerjaan Amara." Ucap Setiawan dari ujung telfon sana.

Amara sedang malas berdebat hari ini dan memutuskan untuk mengiyakan permintaan atasannya.

"Iya, oke Pak. Nanti malam saya kirim." Jawaban Amara membuat nada bicara Setiawan ceria kembali.

Amara menutup telfonnya sambil bergerak keluar untuk mengambil tas olahraganya di loker. Baru beberapa langkah ia berjalan, ada sayup-sayup suara yang sepertinya memanggil dirinya.

"Mbak, ini ketinggalan!" Teriak seorang pemuda yang semakin dekat ke arahnya. Ia semakin yakin panggilan itu untuknya.

Amara membalikkan badannya dan seketika ia terpaku. Pemuda yang memanggilnya dari tadi juga ikut mematung.

"Ini... Ketinggalan..." Ucap pemuda itu lirih sambil menyerahkan tumbler Starbucks stainless steel limited edition yang harganya sudah pasti nyaris mendekati satu juta rupiah itu.

" Ucap pemuda itu lirih sambil menyerahkan tumbler Starbucks stainless steel limited edition yang harganya sudah pasti nyaris mendekati satu juta rupiah itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Stranger [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang